AMBON, Siwalimanews – Kasus dugaan korupsi penye­le­wengan ADD dan Dana Desa Negeri Saleman, Kecamatan Se­ram Utara Barat, Kabupaten Malteng tahun 2016-2019 Rp 2,7 miliar dibidik jaksa.

Kasi Pidsus Kejari Malteng, Asmin Hamza mengatakan kasus tersebut merupakan laporan masyarakat. Saat ini pihaknya ma­sih menunggu audit inves­ti­gasi dari lembaga tersebut.

“Laporan kasus itu memang sudah kami terima,” kata Asmin kepada Siwalima, Jumat (6/11).

Pihaknya sudah melimpahkan  kasus ini ke APIP Malteng. Selan­jutnya jika ditemukan ada penye­lewengan, APIP dapat menyerah­kan kasus tersebut kepada pe­nyidik untuk diproses hukum.

“Sampai sekarang kita masih menunggu rekomendasi APIP Malteng terkait kasus ini. Karena kita tidak bisa periksa langsung tanpa ada hasil pemeriksaan dari APIP,” Ujar Asmin.

Baca Juga: Saksi Ahli: Kasus Latuconsina Harusnya Sanksi Administratif

Kata Asmin,  semua pemeriksaan dana desa harus melalui APIP, “Pemeriksaan dana desa harus diawali APiP. Rata-rata kan ada kepentingan untuk calon raja misalnya, jadi memang harus diketahui dulu benar ada penyelewengannya atau tidak,” jelasnya.

Dugaan ini muncul karena ADD dan DD yang dikucurkan pada Tahun 2016 di Negeri Salamen nilai nominalnya mencapai Rp 750 juta namun realisasi pembangunan di lapangan tidak.

Dari fakta ini diduga laporan pertanggungjawaban ke kabupaten hanyalah fiktif belaka.

Selain itu, di Tahun 2017, kucuran DD sebesar Rp 1.400.000.000 di Negeri Saleman  juga realisasinya dipertayakan.

Dari pekerjaan di lapangan yang terdiri dari 5 item kegiatan berupa, pembangunan 7 sumur bor dan tong, Pembangunan PAUD, belanja bibit pala dan cengkih sebanyak 200 anakan.

Selanjutnya, pengadan satu unit mesin air galon isi ulang, pengadaan mesin Chain Shaw kecil dan mesin potong rumput ternyata bukti fisik dilapangan tidak sesuai anggaran tersebut.

Pelapor menduga, realisasinya pengadaan sejumlah peralatan tersebut telah di mark-up.

Hal yang sama juga ditemukan, pada realisasi DD Tahun 2018 dengan nominal Rp 1,700.000.000. Meskipun ada pembangunan fisik, seperti jalan setapak yang perencanaannya sepanjang 150 meter, tetapi fakta di lapangan hanya dikerjakan sepanjang 100 meter.

Sementara pada pembangunan fisik lainnya yakni, talud yang pada perencanaannya sepanjang 100 meter, ternyata realisasinya hanya 80 meter, belakangan pada pembangunan talud tersebut juga dibuat tidak sesuai dengan standar bangunan yang layak. (S-49)