AMBON, Siwalimanews – Jaksa menghadirkan empat petinggi Alfamidi di pengadilan dan mereka membeberkan peran Walikota Ambon 10 tahun itu.

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pem­berantasan Korupsi menghadirkan pe­tinggi Alfamidi sebagai saksi dalam sidang lanjutan, dugaan suap dan gratifikasi mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy di Pengadil­an Tipikor Ambon, Kamis (6/10).

Petinggi Alfamidi yang dihadirkan di pengadilan masing-masing, Nandang Wibowo, selaku License Manager PT Midi Utama Indonesia Tbk Cabang Ambon, Wahyu Soman­tri, Deputy Branch Manager PT Midi Utama Indonesia Cabang Ambon, Solihin  Kuasa Direksi PT MUI Ca­bang Ambon serta Agus Toto Ga­nesha selaku Karyawan PT MUI.

Sidang yang digelar secara online dipimpin Hakim Nanang Zulkarnain Cs.

Deputy Branch Manager PT MUI Cabang Ambon Wahyu Sumantri mengaku, pihaknya mengajukan izin prisip pembangunan gerai Alfamidi selama empat kali.

Baca Juga: Kasus Dugaan Korupsi Jalan Inamosol Naik Status

Kata saksi, empat kali pengajuan izin pembangunan gerai Alfamidi tersebut langsung ditekan atau di accedere atau disetujui Walikota Ambon yang saat itu dijabat RL dan tanpa melalui prosedur kajian dari intansi terkait dibidang perizinan.

“Cara mengurusi izin, kami mendapat izin prinsip dulu, setelah itu kami berproses sama pemilik kemudian kami urus SIP, SITU maupun IMB. Kalau untuk izin prinsip diajukan sebanyak 4 kali yang ditujukan kepada bapak Richard Louhenapessy, dan langsung diterbitkan hari itu juga,”ung­kapnya.

Wahyu menyebutkan, permoho­nan pertama diajukan pada 23 Juli 2019, pada hari yang sama surat izin dikeluarkan. Selanjutnya Kedua pada 22 November 2019, Ketiga 27 Maret 2020, dan Keempat  diajukan pada 18 Juni 2021. Sama seperti izin pertama, izin kedua hingga keempat juga dikeluarkan pada hari yang sama untuk pembangunan 70 gerai.

“Empat pengajuan itu untuk 70 gerai dan sekarang yang beroperasi ada 64 gerai. Di permohonan per­tama saya tidak ada sebelum saya datang ke Ambon, Saya sudah dapat 27 izin prinsip dari Amri yang sudah ditanda tangani oleh bapak Richard,” tuturnya.

Selain Wahyu, sejumlah saksi lain Nandang Wibowo Solihin serta  Agus Toto Ganesha selaku Kar­yawan PT MUI mengaku hal yang sama bahwa, pengurusan izin pembangunan gerai Alfamidi langsung disetujui RL.

Usai mendengar keterangan para saksi Majelis Hakim menunda sidang hingga pekan depan masih dengan agenda mendengar kete­rangan saksi.

Terima 11 M

Mantan Walikota Ambon Richard Louhenapessy menjalani sidang perdana dugaan korupsi dan TPPU di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (29/9) siang lalu.

RL sapaan akrabnya, didakwa jaksa penuntut umum KPK mene­rima aliran dana mencapai Rp 11 miliar, dari aparatur sipil negara dan sejumlah pengusaha.

Sidang dengan agenda pemba­caan dakwaan oleh JPU KPK itu dipimpin hakim Nanang Zulkarnain Faisal dan digelar secara online, yang menghadirkan RL dari Gedung KPK di Jakarta.

Mantan Ketua DPRD Maluku itu didakwa atas dua kasus yaitu, pe­ner­bitan ijin prinsip gerai Alfamidi di wilayah Kota Ambon serta gra­tifikasi.

Selain mantan walikota dua periode Kota Ambon ini diadili, anak buahnya, Andre Erin Hehanusa, dan Perwakilan Alfamidi Cabang Ambon, Amri.

Tim JPU KPK yang diketuai Tau­fiq Ibnugroho membeberkan aliran dana yang mengalir ke kantong mantan Ketua DPRD Maluku itu sebesar Rp11 miliar.

JPU mengungkapkan, terdakwa RL selaku Walikota Ambon pada tahun 2011 sampai bulan Maret 2022 melakukan dan turut serta melaku­kan beberapa perbuatan yang harus dipandan sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan.

JPU menyebutkan, terdakwa me­nerima gratifikasi yaitu, selaku walikota secara langsung maupun tidak langsung telah menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp11.­259.960.000 yang berhubungan dengan jabatan dan yang berla­wa­nan dengan kewajiban dan tugas­nya.

Aliran dana dengan jumlah fan­tastis itu diketahui diterima dari beberapa ASN pada Pemkot Ambon dan para rekanan atau kontraktor.

Pada tahun 2011 sampai Maret 2022 terdakwa menerima uang lang­sung berjumlah Rp8.222.250.000.

Dari ASN uang yang diterima Rp824.200.000 dengan rincian menerima dari Alfonsus Tetepta selaku Plt Direktur PDAM Kota Ambon sebesar Rp260.000.000, dari kepala Dinas PUPR Enrici Matita­puty sebesar Rp150.000.000.

Berikutnya, dari mantan Kadis Pendidikan Fahmi Sllatalohy se­besar Rp240.000.000, Kepala Ba­dan Pengeluaran dan Aset Daerah, Roberth Silooy Rp50.200.000,

Kepala Bidang Lalu lintas Dinas Perhubungan Kota Ambon Izack Jusac Said Rp116.000.000 dan pada bulan Desember 2018 di rumah Dinas Walikota Ambon, terdakwa menerima uang dari Kepala Dinas Perhubungan kota Ambon, Robert Sapulette Rp8.000.000.

Sementara dari rekanan Richard diketahui menerima uang sebesar Rp.7.398.050.000 dengan rincian  menerima dari Pemilik PT Hoatyk, Victor Alexander Loupatty, sebesar Rp.342.500.000 yang diberikan secara bertahap.

Selanjutnya dari Direktur Utama PT Azriel Perkasa Sugeng Siswanto sebesar Rp.55.000.000, kontraktor Benny Tanihattu USD 2.500 atau Rp.34.950.000, Direktur CV Waru Mujiono Andreas Rp.50.000.000.

Kemudian dari pemilik Toko Buku NN Sieto Nini Bachry Rp.50.000.000, dari Tan Pabula Rp.85.000.000, dan Direktur CV Glen Primanugrah Thomas Souissa Rp70.000.000.

Berikutnya, Direktur CV Angin Timur Anthoni Liando Rp740.000.­000, Komisaris PT Gebe Industri Nikel Maria Chandra Pical Rp250.­000.000, Kontraktor Yusac Harianto Lenggono Rp.50.000.000, Direktur Talenta Pratama Mandiri Petrus Fatlolon Rp100.000.000 dan pemilik AFIF Mandiri Rakib Soamole sebesar Rp165.000.000.

RL juga menerima uang dari Apo­tek Agape Mardika Rp.20.000.000, Direktur PT Karya Lease Abadi Fahri Anwar Solikhin sebesar Rp.4.900.000.000, Yanes Thenny Rp.50.000.000 dan Novry E Warella sebesar Rp.435.600.000.

Selain penerimaan langsung terdakwa juga menerima uang sebesar Rp3.037.000.000 melalui terdakwa Andrew Erin Hehanussa dengan rincian dari ASN sebesar Rp1.466.250.000 dan rekanan sebesar Rp1.216.250.000.

“Atas penerimaan uang tersebut terdakwa tidak pernah melapor ke KPK dalam kurun 30 hari kerja sejak diterima, sebagaimana diatur dalam pasal 12C ayat (2)UU nomor 31 tahun1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebaimana telah diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun1999 tentang pem­berantasan tindak pidana korupsi sehingga seluruh penerimaan uang tersebut merupakan gratifikasi yang diterima terdakwa yang tidak ada alas hak yang sah menurut hu­kum,”pungkas JPU.

Selain gratifikasi, RL juga dijerat kasus penerimaan hadiah dari PT Midi Utama Indonesia terkait izin prinsip pembangunan sejumlah gerai di Kota Ambon. Dalam kasus ini,RL diketahui menerima uang fee sebesar Rp500.000.000.

JPU menjelaskan pada tahun 2019 PT Midi Utama Indonesia  bermak­sud untuk mengembangkan usaha retail dengan membangun gerai  atau toko alfamidi di kota Ambon, dimana dalam proses pembangu­nanya diperluka beberapa perijinan diantarannya ijin prinsip dari terdakwa RL selaku Walikota Ambon.

Selanjutnya Solihin selaku kuasa direksi PT MUI atas masukan Agus Toto Ganefgian selaku GM license PT MUI menunjuk terdakwa Amri untuk melakukan pengurusan per­ijinan dengan alasan terdakwa Amri sudah berpengalaman.

Saat itu terdakwa mengajukan biaya untuk perngurusan ijin setiap titik atau lokasi sebesar Rp.125.­000.000 yang sumber dananya berasal dari PT MUI.

JPU menyebutkan, pada Juli 2019 terdakwa Amri dan License Manager PT MUI cabang Ambon Nandang Wibowo melakukan pertemuan dengan terdakwa RL dan Terdakwa Andrew Erin di Kantor Walikota Ambon, terkait pembukaan gerai toko yang kemudian di setujui RL yang meminta terdakwa Andrew untuk mempercepat proses pener­bitan izin.

Selanjutnya terdakwa Andrew meminta terdakwa Amri dan Nan­dang Wibowo terkait kelancaran administrasi.

Berikutnya, pada tanggal 23 Juli 2019, PT MUI mengajukan permo­honan izin prinsip pendirian 27 gerai, dan pada hari yang sama juga RL menerbitkan surat perihal persetu­juan prinsip pembangunan gerai Alfamidi, tanpa ada kajian dari dinas terkait.

Parahnya lagi pada bulan September, pihak PT MUI kembali menemui RL untuk maminta tambahan gerai. Lagi-lagi RL  menerbitkan perse­tu­juan prinsip pembagunan tanpa ada kajian dari dinas terkait.

Setelah izin prinsip terbit, ter­dakwa Amri memberikan uang secara bertahap berjumlah Rp500.000.000 kepada terdakwa RL melalui ter­dakwa Andrew Erin.

Usai membacakan dakwaan ketiga terdakwa melalui kuasa hukumnya menerima isi dakwaan dengan tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan tersebut, sehingga majelis hakim selanjutnya menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda men­dengar keterangan saksi. (S-10)