Interpelasi dan Pemeriksaan KPK
AMBON, Siwalimanews – Walikota Ambon Richard Louhenapessy, kelimpungan dipaksa menahan dua gempuran sekaligus, secara politik di DPRD Kota Ambon dan hukum oleh penyidik KPK.Medio pekan kemarin, DPRD Kota Ambon tiba-tiba menggagas hak interpelasi terhadap Richard.
Walikota dua periode itu dianggap tak mengindahkan perintah Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), untuk mengembalikan puluhan pegawai yang dicopot tanpa alasan jelas.
Posisi mereka yang dicopot, beragam. Mulai dari kepala dinas, pejabat eselon III, IV dan juga pegawai kecil. Hingga kini tak ada alasan pasti mengapa mereka dicopot.
Kuat dugaan, pencopotan itu terkait dengan perbedaan dukungan politik kala gelaran pilkada Kota Ambon 2017 lalu.
Setelah digelindingkan Fraksi PDI-P, dukungan serupa juga datang dari Fraksi Gerindra dan Fraksi PKB.
Baca Juga: Selingkuh Dokter & Oknum Brimob Berujung Proses HukumKetua Fraksi Gerindra DPRD Kota Ambon, John Wattimena mengancam, selain interpelasi, pihaknya juga akan menggunakan hak angket.
Fraksi Gerindra bahkan akan melakukan penyelidikan ulang doal kasus nonjob ASN Pemkot pada 2018 lalu termasuk rekomendasi KASN.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Fraksi PKB DPRD Kota Ambon, Ari Sahertian. Menurutnya, PKB tetap mendukung program Pemkot Ambon termasuk mensejahterakan masyarakat Kota Ambon lebih baik lagi.
Tetapi menyangkut dengan ketidakadilan yang dilakukan Walikota dengan kebijakan-kebijakan yang menabrak aturan, PKB tetap menyatakan tidak mendukung dan bersikap sama seperti fraksi lainnya yakni akan melakukan interpelasi.
“Saya tegaskan PKB nyatakan sikap sama seperti fraksi lainnya yakni interpelasi,” ujar Sahertian.
Politisi PDI-P Lucky Upulatu Nikijuluw yang menggagas interpelasi yakin, proses ini akan tetap berjalan, karena didukung mayoritas anggota.
Selama memimpin Ambon, ujarnya, Walikota banyak menabrak aturan, baik rekomendasi DPRD maupun rekomendasi KASN.
“Jadi dia sengaja menabrak berbagai regulasi baik rekomendasi DPRD untuk mengembalikan posisi para esalon II, III, IV yang berjumlah 47 orang itu. Kami sayangkan walikota tidak melakukan perintah KASN,” ungkap Nikijuluw.
Dua hari berselang dari goyangan politik di DPRD, Kamis (8/4) pagi, penyidik KPK melakukan pemeriksaan terhadap rekanan yang selama ini menggarap proyek di Pemkot Ambon.
Fokus utama pemeriksaan KPK kali ini adalah rekanan, karena diduga ada aliran uang yang mengalir dari rekanan ke Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.
Bertempat di Kantor BPKP Perwakilan Maluku, di Waihaong, Ambon, penyidik lembaga anti rasuah meminta keterangan dari dua direktur perusahaan rekanan Pemkot Ambon.
Sumber Siwalima menyebutkan, sejak pukul 08.30 WIT, direktur utama dua perusahaan itu sudah datang menghadap penyidik.
“Mereka diharuskan membawa rekening koran dalam 10 tahun terakhir,” ujar sumber itu.
Hingga berita ini naik cetak, Richard tidak juga menjawab panggilan telepon, maupun pesan singkat yang dikirim kepadanya.
Masih menurut sumber tadi, sebelum berangkat ke Ambon, KPK sudah lebih dahulu menggarap keterangan dari beberapa saksi di Jakarta, termasuk anaknya walikota. “Anaknya yang bernama Gremmy sudah diperiksa juga,” ujar sumber itu.
Dikatakan sumber itu, KPK pasti sudah mempunyai cukup bukti terkait dugaan adanya sejumlah uang yang masuk ke walikota. “Kita tunggu saja hasil pemeriksaan. Semuanya pasti terungkap,” ujarnya.
Gremmy, anak walikota yang disebut-sebut sudah diperiksa KPK, membantah kalau dia pernah dimintai keterangan oleh penyidik KPK di Jakarta.
“Oh tidak betul. Sama sekali tidak,” kata Gremmy yang dihubungi Siwalima, Kamis malam melalui sambungan telepon.
Minta Semua Kontak
Sebelum bertolak ke Ambon, penyidik KPK sudah lebih dahulu berkirim surat kepada Sekretaris Kota Ambon AG Latuheru. Isinya, sebagai Sekot, Latuheru diminta mengirim nota dinas kepada seluruh kepala SKPD di lingkup Pemkot Ambon, untuk segera menyerahkan nomor telepon atau kontak semua rekanan, kurun sepuluh tahun terakhir.
“Menindaklanjuti permintaan KPK, Sekot lalu memerintahkan seua OPD untuk menyiapkan seluruh nomor kontak dan telepon rekanan, seperti yang diminta KPK,” ujar satu sumber Siwalima di Pemkot Ambon.
Dikatakannya, semua OPD rata-rata sudah memasukan nomor telepon rekanan yang diminta KPK, kepada sekot.
“Semua nomor sudah dikasikan ke pak sekot,” ujarnya.
Kendati begitu, Sekot Latuheru yang dihubungi melalui sambungan telepon Kamis malam, mengelak untuk menjawab pertanyaan Siwalima. “Maaf saya lagi rapat,” ujar dia sambil memutus sambungan telepon.
Proyek Dinas PU
Sebelumnya, pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Melianus Latuihamallo, dicecar mengenai proyek infrastruktur di dinas yang dia pimpin.
Sumber Siwalima di KPK mengatakan, pemeriksaan itu terkait dengan proyek infrastruktur di Dinas PU, sejak Richard Louhenapessy menjabat sebagai Walikota Ambon. Karenanya, semua data yang diminta adalah sejak 2011 hingga 2019.
Richard Louhenapessy menjabat sebagai Walikota Ambon sejak tahun 2011 lalu.
Bersama Wakil Walikota MAS Latuconsina, Richard dilantik Gubernur KA Ralahalu tanggal 4 Agustus 2011, menggantikan MJ Papilaja yang habis masa jabatannya.
Richard kemudian terpilih lagi kedua kalinya bersama Syarif Hadler dan dilantik Gubernur Said Assagaff, di Lapangan Merdeka Ambon, pada 22 Mei 2017 lalu.
Mely, begitu Plt Kadis PU biasa disapa, dipanggil penyidik KPK untuk menghadap Selasa (19/1) lalu.
Saat dipanggil, KPK meminta Mely datang dengan membawa sejumlah dokumen meliputi semua proyek infrastruktur yang ada di Dinas PU.
Sebelum ditunjuk penjadi Plt Kadis, Mely adalah Sekretaris di Dinas PU. Mely juga tercatat pernah menjadi Kepala Bidang Cipta Karya di Dinas PU.
Mely juga adalah PPK pada sejumlah kegiatan strategis di Dinas PU Kota Ambon, kala Brury Nanulaita masih menjadi Kadis.
Kepada Siwalima, Mely membenarkan dipanggil penyidik KPK. “Saya dipanggil betul. Dengan, jabatannya sebagai Plt Kadis. Saya hadir disana, dan saya jelaskan saya baru menjabat selaku Plt pada tanggal 8 Januari 2021,” tandas Mely di ruang kerjanya, Rabu (3/2) lalu.
Dalam pemeriksaan itu, tambah Mely, dia dikonfirmasi terkait tugasnya sebagai sekretaris di Dinas Pekerjaan Umum.
“Mereka hanya menanyakan tugas saya sebagai apa ketika itu, jadi saya jelaskan saya selaku sekretaris dan bertugas untuk membantu kepala dinas,” ulasnya.
Diakuinya, tugas yang diembannya sewaktu menjabat sekretaris yang mendampingi kepala dinas guna membantu pembuatan surat keputusan untuk pejabat pembuat komitmen (PPK). “Saya cuma tugas untuk membantu kadis membuat, SK PPK,” ujar Latuihamallo.
Dia juga mengaku menghadap penyidik KPK dengan membawa sejumlah dokumen pelelangan proyek yang dikerjakan tahun 2011 hingga 2019.
Seluruh proyek diatas Rp 200 juta yang dilelang pada periode 2011 hingga 2019, tambahnya, dibawa ke hadapan penyidik.
“Saya bawa data dari 2011 sampai 2019, dengan nilai di atas 200 juta, saya kasih semua,” ungkapnya.
Menurut Mely, kebanyakan proyek itu adalah proyek infrastruktur di Kota Ambon. “Seperti pekerjaan jalan aspal, talud dan jembatan,” pungkas Latuihamallo.
Selain Mely, penyidik KPK juga memanggil salah satu kelompok kerja pelelangan di Dinas PU Kota Ambon, Jimmy Tuhumena.
Sama halnya dengan Mely, Jimmy juga ditanyai seputar proyek di Dinas PU, sejak tahun 2011 hingga 2019.
Periksa ULP
Selain dinas PU, penyidik KPK juga mencecar sejumlah pejabat di Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang ada di Pemkot Ambon.
Koordinator ULP Kuncoro dan Charles Tomasoa, juga ikut diperiksa penyidik KPK.
Kuncoro membenarkan pemanggilan KPK. Namun diakuinya, pemanggilan tersebut hanya membahas tugas dan kerjanya.
“Mereka hanya tanya soal proses-proses pengadaan saja. Terkait saya punya tugas 2017-2019 dengan data-data pokja. Hanya itu saja,” beber Kuncoro.
Berbeda dengan Kuncoro, Charles Tomasoa yang dikonfirmasi menolak berkomentar dan mengarahkan untuk mengkonfirmasi lebih lanjut kepada petinggi yang berwenang untuk menjawab.
“Ade saya tidak bisa bicara karena ada pimpinan tertinggi toh. Kalau itu ade mesti tanya humas saja, karena saya tidak bisa berikan keterangan,” elaknya.
Jangan Gertak Sambal
DPRD Kota Ambon diminta untuk tidak gertak sambal, harus komitmen dengan janjinya untuk interpelasi walikota, terkait kebijakan walikota yang sejak tahun 2018 hingga saat ini belum mengembalikan sejumlah pejabat Pemkot yang dinonjobkan ke jabatan semula.
Akademisi Fisip Unpatti, Said Lestaluhu menilai, interpelasi merupakan salah satu salah satu hak lembaga legislatif untuk meminta keterangan pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis yang berdampak pada kepentingan publik.
Katanya, jika interpelasi itu harus dilakukan akibat walikota hingga saat ini belu mengembalikan sejumlah pejabat yang dinonjobkan itu ke jabatan semula, maka itu harus dilakukan.
“Jika sejumlah fraksi mengancam akan melakukan interpelasi itu sah-sah saja karena itu juga bagian dari hak dewan terhadap eksekutif, tetapi itu harus betul-betul komitmen dengan janjinya dan dilaksanakan,” ujar Leslatuhu.
Hal yang sama juga diungkapkan akademisi Fisip Unidar, Zulkifar Leslatuhu. Sulkifar juga meminta sejumlah fraksi di DPRD yaitu, Fraksi PDIP, Gerindra dan PKB untuk komitmen dengan janjinya melakukan interpelasi terhadap walikota dan jangan hanya gertak saja.
“Harus ditelusuri apa sebenarnya, ini bukan like in dislike, terhadap person, tetapi soal tertib administrasi dan kepentingan struktur dan sepanjang itu memenuhi syarat maka boleh-boleh saja melakukan interpelasi,” ujar Sulkifar saat dihubungi Siwalima, Minggu (11/4).
Katanya interpelasi yang dilakukan yang penting itu logis dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, terutama kepada mereka yang dinonjobkan. (S-52/S-19)
Tinggalkan Balasan