Adegan perkelahian di ruang sidang kembali dipertontonkan oleh wakil rakyat yang terhormat. Insiden tidak terpuji itu terjadi di ruang sidang paripurna DPRD Kabupaten Malteng, 12 Agustus 2021.

Paripurna dengan agenda penyampaian kata akhir fraksi atas Laporan Pertanggungjawaban Anggaran dan Nota Keuangan APBD 2020 berubah ricuh dan tak terkontrol.

Wajah lembaga terhormat sontak berubah, dimana suasana yang tadinya diatur berdasarkan protokoler di pemerintahan bagaikan pasar yang dikacaukan sekelompok preman.

Pimpinan sidang yang adalah Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malteng, Demianus Hattu menjadi sasaran empuk amukan anggota dewan yang terhormat itu. Hattu nyaris kena bogem mentah salah satu anggota Fraksi PKB.

Mentalitas anggota dewan di Malteng menjadi buah bibir rakyat yang memilih mereka. Harusnya menjadi suri dan teladan, tetapi sayangnya perilaku tidak terpuji dipertontonkan saat rapat berlangsung.

Baca Juga: Idealnya Pemilihan Rektor Dikelola PT Secara Mandiri

Menjadi wakil rakyat adalah tugas mulia, karna memperjuangkan kepentingan rakyat di lembaga yang terhormat. Kinerja dan tindak tanduknya akan menjadi perhatian publik.  Dalam tata tertib anggota DPRD tidak tertulis secara jelas soal sanksi bagi mereka yang berkelahi. Namun ada pasal yang mengatur sanksi bagi mereka yang melanggar disiplin, mulai dari sanksi lisan, tertulis hingga pemberhentian.

Terkait tata cara penyampaian pertanyaan dalam rapat, diatur secara tertulis. Ketua rapat atau pimpinan sidang berhak mengatur durasi seorang anggota berbicara.

Pimpinan sidang memperingatkan dan memintanya supaya pembicara mengakhiri pembicaraan apabila seorang pembicara melampaui batas waktu yang telah ditentukan.

Anggota Fraksi PKB DPRD Malteng merasa tersinggung, lantaran Demianus Hattu buru-buru skor sidang sementara yang bersangkutan masih menyampaikan pendapat.

Disinilah luapan emosi para anggota DPRD Malteng tersulut. Sangat disayangkan, anggota DPRD Malteng menunjukan sikap tidak terpuji ke Demianus Hattu selaku pimpinan sidang. Harusnya DPRD yang dicap terhormat itu menggunakan cara-cara yang lebih elegan sebagaimana nama “lembaga terhormat” yang dialamatkan kepada mereka.

Kondisi ini menunjukan kedewasaan para politisi untuk melihat perbedaan khusus di Malteng rendah. Kedewasaan bermuara pada tumbuhnya kesadaran, bahwa persatuan perlu dibangun di atas kemajemukan.

Kesadaran dan semangat persatuan dalam bingkai kebersamaan merupakan ciri khas hidup orang basudara di Kabupaten Malteng. Keberhasilan para founding fathers merawat rasa kebersamaan dan persatuan dalam budaya “pela dan gandong” mampu meretas diri dari belenggu hegemoni kerakusan.

Oleh karena itu, untuk mempertahankan eksistensi Malteng kedepan, maka kebersamaan di tengah keragaman dan kolektivitas di tengah heterogenitas, menjadi  kunci utama.

Sebagai sebuah daerah dengan usia paling tua di Maluku, DPRD Malteng harus tetap bersatu pendukung kebijakan pemerintah dengan mengedepankan kebersamaan tanpa mengorbankan kerberagaman. Etika dan moral bukan sekedar konsepsi, tetapi harus terimplementasi dalam sikap dan perilaku politik yang berorientasi pada kepentingan masyarakat tanpa terkecuali, bukan kepentingan primordial belaka.

Politisi beradab adalah politisi yang memiliki etika dan moral yang dituntut untuk berperilaku mementingkan kebaikan bersama, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. (**)