AMBON, Siwalimanews – Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat edaran tentang kewaspedaan terhadap penemuan kasus Hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya ( Acute Hepatitis of Unknown Aetiology).

Surat edaran dengan Nomor: HK.02.02/C/2515/2022 yang ditandatangani Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI dr Maxi Rein Rondonuwu.

Surat edaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan pemda, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, SDM Kesehatan, dan para pemangku kepentingan, terkait kewaspadaan dini penemuan kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya.

“Sehubungan dengan hal tersebut, berikut beberapa hal yang perlu kami sampaikan untuk ditindaklanjuti sebagai upaya kewaspadaan dan antisipasi,” tulis dr Maxi dalam SE itu, yang copiannya juga diterima redaksi Siwalimanews, Senin (9/5).

Beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti setiap daerah yakni, melakukan pemantauan perkembangan kasus sindrom jaundice akut ditingkat daerah, nasional, dan global, terkait hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya melalui kanal-kanal resmi.

Baca Juga: Dispar Diminta Perhatikan Sarana Ibadah di Lokasi Wisata

Kemudian, memantau penemuan kasus sesuai definisi operasional hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya berdasarkan WHO (23 April 2022), yaitu, pertama, konfirmasi, yang mana untuk saat ini belum diketahui, kedua, probabel: seseorang dengan hepatitis akut (virus non-hepatitis A, B, C, D, E) dengan AST atau ALT lebih dari 500 IU/L, berusia kurang dari 16 tahun, (sejak 1 Januari 2022).

Ketiga, Epi-linked: seseorang dengan hepatitis akut (virus non-hepatitis A, B, C, D, E) dari segala usia yang memiliki hubungan epidemiologis dengan kasus yang dikonfirmasi sejak 1 Januari 2022.

“Oleh sebab itu Dinas Kesehatan Provinsi dan kabupaten/kota diminta untuk memantau dan melaporkan kasus sindrom jaundice akut di sistem kewaspadaan dini dan respon, dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak,” pintanya.

Selain itu, memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat serta upaya pencegahannya melalui penerapan perilaku hidup bersih dan sehat, serta menginformasikan kepada masyarakat untuk segera mengunjungi fasilitas layanan kesehatan terdekat apabila mengalami sindrom jaundice.

Dinas Kesehatan Provinsi dan kabupaten/kota juga diminta untuk membangun dan memperkuat jejaring kerja surveilans dengan lintas program dan lintas sektor, terutama Dinas Pendidikan, Kanwil Kemenag atau Kantor Kemenag kabupaten/kota.

“Dinkes Provinsi dan kabupaten/kota juga harus segera memberikan notifikasi apabila terjadi peningkatan kasus sindrom jaundice akut maupun menemukan kasus sesuai definisi operasional kepada Dirjen P2P melalui public health emergency operation centre melalui Telp/WhatsApp 0877-7759-1097, atau e-mail: poskoklb@yahoo.com,” tandasnya.

Selain itu, Dinkes juga harus menindaklanjuti laporan kasus dari fasilitas layanan kesehatan dengan melakukan investigasi untuk mencari kasus tambahan dengan menggunakan formulir.

Selain Dinkes provinsi dan kabupaten/kota, pihak Kemenkes juga meminta Kantor Kesehatan Pelabuhan untuk, meningkatkan pengawasan terhadap penumpang dan kru, alat angkut, barang bawaan, vektor, dan lingkungan pelabuhan dan bandara, terutama yang berasal dari negara terjangkit saat ini.

Pihak Kesehatan Pelabuhan juga diminta meningkatkan upaya promosi kesehatan bagi masyarakat disekitar wilayah pintu masuk negara (bandara, pelabuhan, dan pos lintas batas darat negara), serta mengkoordinasikan pelayanan kesehatan dengan dinkes dan rumah sakit setempat.

“Kantor Kesehatan Pelabuhan juga harus berkoordinasi dengan otoritas imigrasi dalam penelusuran data ketika ditemukan kasus dari warga negara asing, serta berkoordinasi dengan pihak maskapai penerbangan dalam hal mendeteksi penumpang dengan sindrom jaundice,” paparnya.

Pihak Kesehatan Pelbuhan juga diharapkan untuk segera berikan notifikasi apabila terjadi peningkatan kasus sindrom jaundice akut maupun menemukan kasus sesuai definisi operasional kepada Dirjen P2P melalui public health emergency operation centre lewat telp/whatsApp 0877-7759-1097 atau e-mail: poskoklb@yahoo.com, dan ditembuskan kepada Dinkes provinsi dan kanupaten/kota,

Selain itu, Kemenkes juga minta pihak laboratorium kesehatan masyarakat untuk, berkoordinasi dengan dinkes, rumah sakit rujukan, dan KKP dalam melakukan pemantauan berupa pemeriksaan spesimen darah dan usap tenggorokan dari pasien yang diduga hepatitis akut, kemudian  melakukan asesmen mandiri, terkait kapasitas dan sumber daya yang ada terkait pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan.

Setiap rumah sakit juga diminta untuk meningkatan kewaspadaan di rumah sakit melalui pengamatan semua kasus sindrom jaundice akut yang tidak jelas penyebabnya dan ditangani sesuai tata laksana serta dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Selain itu, pihak rumah sakit juga diminta untuk melakukan hospital record review terhadap kasus hepatitis akut, melaporkan jika ada kasus potensial sesuai dengan gejala hepatitis akut, sesuai definisi operasional kasus kepada Dirjen P2P melalui public health emergency operation centre di telp/whatsApp 0877-7759-1097, atau e-mail: poskoklb@yahoo.com, dan ditembuskan kepada Dinkes Provinsi dan kabupaten/kota.

Untuk diketahu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun, pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah.

Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai kejadian luar biasa (KLB) oleh WHO pada 15 April 2022, jumlah laporan terus bertambah per 21 April 2022 yang mana tercatat 169 kasus yang dilaporkan di 12 negara, yaitu Inggris (114), Spanyol (13), Israel (12), Amerika Serikat (9), Denmark (6), Irlandia (5), Belanda (4), Italia (4), Norwegia (2), Perancis (2), Romania (1) dan Belgia (1).

Kisaran kasus terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16 tahun. 17 anak atau 10% diantaranya memerlukan transplantasi hati, dan 1 kasus dilaporkan meninggal.

Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah, hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah), namun sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam.

Penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui. pemeriksaan laboratorium telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut.

Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus yang setelah dilakukan tes molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus. (S-06)