Illegal Logging di Serut, Jaksa Panggil Lagi Sadli
MASOHI, Siwalimanews – Penyidik Kejari Malteng memanggil lagi Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, Sadli Ie untuk diperiksa terkait kasus illegal logging di Desa Solea, Kecamatan Seram Utara.
Sadli sudah pernah diperiksa, namun keterangannya masih dibutuhkan lagi. Olehnya dalam surat panggilan, ia diminta untuk menghadap penyidik Kejari Malteng pada Selasa (10/3).
“Untuk kadis sudah kita agendakan diperiksa Selasa depan nanti. Kami harap yang bersangkutan kooperatif dan menghadiri panggilan yang telah kami layangkan itu,” kata Kasi Intel Kajari Malteng, Karel Benito kepada Siwalima di Masohi, Kamis (5/3).
Ditanya soal dugaan keterlibatan Sadli, Benito mengatakan, perannya masih didalami. Kalau terbukti terlibat, ia tidak akan lolos.
“Kita tidak boleh berspekuasi, prinsipnya pemeriksaan masih berlanjut dan jika kemudian dapat dibuktikan yang bersangkutan terlibat dan turut bermain dalam kasus ini, pasti tidak akan kita loloskan. Intinya semua masih berjalan dan kami pastikan hukum tetap harus ditegakan,” tandasnya.
Baca Juga: Pengungkapan Kasus BNI tak JelasDikatakan, penyidik saat ini fokus untuk menuntaskan kasus ini. Kalau dalam pengembangan penyidikan ditemukan ada pihak lain yang terlibat, maka pasti dijerat.
“Kita konsen dulu, pemeriksaan masih terus berjalan, saya pastikan tidak akan meloloskan siapapun dalam kasus ini. Jadi nanti kita lihat dulu hasilnya, penyidik tidak boleh berandai-andai. Hasilnya harus sesuai dengan fakta dan alat bukti yang ada. Jadi tunggu saja, intinya kita konsen dulu menuntaskan kasusnya,” ujarnya.
Sadli tak Gentar
Sebelumnya, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, Sadli Ie menyatakan tak gentar menghadapi proses hukum kasus illegal logging di Desa Solea, Kecamatan Seram Utara.
Sadli mengaku sudah diperiksa dan menjelaskan perannya kepada penyidik Kejari Malteng.
“Tak ada masalah kalau nama saya disebut oleh Fence Purimahua, karena mungkin saja ada hubungan kerja. Fence itu mantan staf saya yang terhitung sejak bulan November dimutasikan di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku,” tandas Sadli, kepada wartawan, di Kantor DPRD Maluku, Selasa (3/3).
Disinggung soal arahan dirinya kepada Fence untuk memback up PT Kalisan Emas, Sadli membantahnya. “Oh, itu tidak benar. Nanti kita buktikan saja karena saya juga sudah diperiksa dua minggu lalu oleh jaksa Kejari Malteng,” tegasnya.
Prinsipnya, kata dia, mendukung proses hukum yang dilakukan oleh Kejari Malteng terkait kasus illegal logging itu.
“Prinsipnya, saya mendukung proses hukum di Kejari Malteng, hal ini ditandai dengan menghadiri panggilan jaksa untuk diperiksa, dua minggu yang lalu,” ujarnya.
Nama Sadli Disebut
Seperti diberitakan, nama Kadis Kehutanan Provinsi Maluku, Sadli Ie disebut dalam kasus illegal logging di Desa Solea, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Malteng saat tersangka diperiksa jaksa.
Tersangka yang mengungkap nama Sadli adalah anak buahnya sendiri, Fence Purimahua.
Aktivitas illegal logging yang dilakukan PT Kalisan Emas sudah diketahui oleh Sadli Ie sebagai Kepala Dinas Kehutanan Maluku. Namun diduga sengaja didiamkan.
“Diduga ada arahan dari Kadis Kehutanan kepada Fence untuk memback up PT Kalisan Emas,” ujar sumber di Dinas Kehutanan Maluku, kepada Siwalima, Senin (2/3).
Sumber itu juga mengungkapkan, ada upaya lobi yang dilakukan oleh Sadli agar ia tidak diseret oleh Kejari Malteng. “Nanti cek aja ke jaksa,” ujarnya.
Purimahua Praperadilan
Fence Purimahua melalui kuasa hukumnya, Wahyudin Ingratubun menempuh langkah hukum dengan mempraperadilankan Kejari Malteng. Ia tak terima ditetapkan sebagai tersangka illegal logging di Desa Solea.
Praperadilan didaftarkan di Pengadilan Negeri Masohi, Kamis (5/3). Usai mendaftar, Ingratubun kepada wartawan mengungkapkan, langkah hukum diambil sebab penetapan Fence Purimahua yang adalah eks Kepala Bidang Pengelolaan pemasaran dan Penerimaan Negara bukan pajak Dinas Kehutanan Provinsi Maluku sebagai tersangka prematur, terkesan subjektif serta arogan.
“Tugas dan jabatan klien kami berkaitan dengan tugas melaksanakan undang undang, dimana ketika pihak pihak yang berkompeten datang berkonsultasi berkaitan dengan pajak dan hal-hal yang yang menyangkut dengan izin usaha kehutanan dengan beliau maka otomatis sesuai dengan tupoksi beliau menjelaskan. Masa atas tugas dan fungsinya itu, klien kami kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Oleh sebab itu kami perlu mengambil langkah hukum mengugat penyidik,” tegasnya.
Alasan jaksa menetapkan Fence sebagai tersangka dengan tuduhan melakukan kolaborasi atau turut bersama-sama merencanakan illegal logging, kata Ingratubun, adalah tindakan tidak benar dan prematur.
“Jika benar maka mestinya klien kami sejak awal sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh PPNS. Perlu kami tegaskan bahwa Kejari Malteng pada saat mengambil alih kasus ini dari PPNS Gakum, saat itu sudah ada 3 orang tersangka tidak termasuk Fence Purimahua. Artinya klien kami adalah satu satunya tersangka yang ditetapkan penyidik Kejari Malteng,” jelasnya.
Menurutnya, hal itu melanggar azas hukum. Sebab penyidik Kejari Malteng menggunakan berkas awal yang diterima dari penyidik PPNS Kehutanan, kemudian menerbitkan Sprindik dan menetapkan Fence sebagai tersangka.
“Kami menilai sudah tidak jelas dan inkonsistensi hukum atau pelanggaran prosedur, sebab terhadap satu berkas dua lembaga yang berbeda menerbitkan Sprindik. Jadi ini arogansi, proses hukum seperti ini tidak bisa dibenarkan,” tegasnya.
Sementara Kepala Kejari Malteng, Juli Isnur yang dikonfirmasi mempersilakan Fence Purimahua mengambil langkah hukum praperadilan.
“Silakan saja, itu hak mereka. Hukum memberikan ruang bagi mereka, kita siap saja. Intinya prosedur yang kami lakukan sudah benar dan akan kita hadapi nanti,” ujarnya.
Jerat Empat Tersangka
Seperti diberitakan, Kejari Maluku Tengah menjerat empat orang sebagai tersangka kasus dugaan illegal logging di Desa Solea, Kecamatan Seram Utara.
Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka masing-masing Pegawai Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Fence Purimahua, Direktur PT Kalisan Emas Riky Apituley, pemodal dari Surabaya Abdullah dan Juanda Pacina, pemilik somel di Wahai Seram Utara.
Kasi Intel Kejari Malteng, Karel Benito menjelaskan, penetapan keempat tersangka dilakukan dalam ekspos pada Selasa (25/2) sore.
“Kita maraton kemarin siang hingga kemudian ekspos sampai dengan pukul 20.00 WIT semalam dan langsung menetapkan keempat orang tersebut sebagai tersangka dalam kasus dugaan illegal logging itu,” kata Benito kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Rabu (26/2).
Benito menjelaskan, keempat tersangka memiliki peran strategis dalam kasus ini, mulai dari merencanakan penebangan kayu hingga proses suplai kayu ke Surabaya.
“Kegiatan ini sudah dilakukan sejak tahun 2019 lalu. Jadi mereka berempat adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini. PT KE sebagai pemilik izin memiliki ikatan kontrak dengan pihak somil, tapi pada kenyataannya mereka melakukan penebangan di luar area izin serta berada dekat dengan daerah penyangga kawasan konservasi hutan,” ungkapnya.
Keempat tersangka diancam dengan pasal 94 dan 82 UU Nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pengrusakan hutan dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara.
Para tersangka telah ditahan di Rutan Masohi untuk mencegah mereka melarikan diri, dan menghilangkan barang bukti.
“Kita punya waktu 50 hari kedepan untuk merampungkan dan menyiapkan tuntutan, serta untuk menghindari masalah yang tidak diinginkan seperti melarikan diri dan kelancaran penyidikan, para tersangka langsung kita tahan di Rutan Masohi,” tandas Benito.
Sebelumnya kasus ini ditangani pihak Balai Gakum Wilayah Maluku Papua, namun kemudian diambil alih oleh Kejari Masohi sejak Januari 2020 lalu.
“Jadi langkah yang kita lakukan adalah untuk menyelamatkan hutan dari pengrusakan yang bakal menyebabkan bencana alam dan lain sebagainya,” tandas Benito lagi. (Mg-4)
Tinggalkan Balasan