AMBON, Siwalimanews – Pembangunan di Maluku boleh dibilang mengalami kegagalan, akibat pinjaman hutang Provinsi Maluku dari PT Sarana Multi Infrastruktur sebesar 683 miliar lebih tak mampu menyelesaikan ma­sa­lah infrastruktur di Maluku.

Pinjaman dana dari PT Sarana Multi Infrastruktur ke Maluku sebesar 683.360. 991.474 untuk pemulihan ekonomi masyarakat pasca Covid-19 yang melanda dunia termasuk Provinsi Maluku juga tidak digunakan sebaik mungkin.

Hal ini membuat sejumlah anggota dewan mengkritisi kebijakan Pemprov Maluku yang justru berdampak ga­galnya proses pembangunan di Maluku.

Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Maluku, Anos Yermias menegaskan, kebi­ja­kan Pemerintah Provinsi Maluku meminjam dana dari PT Sarana Multi Infrastruktur dinilai menjadi penyebab gagalnya pembangunan di Maluku.

Yermias mengatakan begitu banyak kebutuhan masyarakat khususnya terkait infrastruktur jalan dan jembatan yang hingga saat ini tidak mampu diselesaikan oleh Pemprov.

Baca Juga: Data Terpadu Jadi Penentu Arah Pembangunan

Menurutnya, kegagalan dari proses pembangunan di Maluku diakibatkan keputusan Pemerintah Provinsi yang meminjam anggaran sebesar 683 miliar lebih, yang dilakukan tanpa adanya perenca­naan yang matang.

“Memang kalau mau dilihat kegagalan pembangunan di Ma­luku ini adalah dampak dari utang daerah yang besar,” kesal Yermias saat diwawancarai wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon, pekan lalu.

Bagi daerah-daerah yang tidak mengajukan pinjaman SMI, lanjut Yermias sangat bersyukur sebab proses pembangunan terus berja­lan tanpa harus memikirkan pem­ba­yaran cicilan hutang kepada PT SMI.

Pemprov Maluku kata Yermias, setiap bulannya harus membayar cicilan hutang sebesar 11 miliar rupiah lebih, sehingga sangat ber­dampak bagi kebutuhan masya­rakat berkaitan dengan kerusakan infrastruktur.

Kata Yermias, tindakan yang dilakukan masyarakat seperti yang terjadi di ruas jalan Saparua menuju Haria merupakan bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah hari ini.

“Saya pernah duduk dengan salah satu anggota DPR RI dapil Maluku dan beliau mengatakan betapa bersyukurnya daerah yang tidak meminjam uang dari SMI, sebab tidak ada beban bagi daerah untuk harus membayar cicilan, bayangkan saja satu bulan kita harus menyetor 11 miliar, ini kan bikin susah masyarakat,” tegasnya.

Masyarakat Lanjut Yermias jangan terlalu berharap kepada Pemerintah Provinsi saat ini

sebab huang daerah telah habis untuk membayar hutang SMI.

“Mudah mudahan ada mujizat bagi daerah ini sebab pinjaman SMI kemarin telah mengabaikan kepentingan rakyat,” pungkasnya.

Minta Jaksa Usut

Terpisah, Ketua Fraksi Perindo Amanat Berkarya Jantje Wenno juga mengkritik pinjaman dana SMI yang tidak berdampak apapun bagi proses pembangunan di Maluku.

Kepada Siwalima, pekan lalu  melalui sambungan selulernya, Wenno meminta agar pinjaman dana ini juga diusut Kejaksaan Tinggi Maluku.

Bagi dia, kejaksaan yang saat ini se­dang mengusut pengelolaan da­na Covid menjadi pintu masuk jaksa usut juga penggunaan dana SMI.

Wenno yang juga sebagai Wakil Ketua Komisi I DPRD Maluku ini mendukung langkah kejati yang dinilai sangat tepat membidik pengelolaan anggaran dana Covid tahun 2020-2021 yang diduga diselewengkan, tetapi juga harus mengusut dana SMI, karena itu bagian yang tidak bisa dipisahkan.

“Dana covid dan dana pinjaman SMI itu sebenarnya sama, dua sisi mata uang yang tidak bisa dipi­sahkan, dana covid itu digunakan untuk penanganan covid, sedang­kan dana pinjaman SMI 680 miliar itu juga dipinjam untuk pena­nganan pasca Covid yang tujuan­nya pemulihan ekonomi masya­rakat, namun sayangnya dana SMI ini kurang menyentuh masyarakat,” ungkap Ketua Fraksi Perindo Amanat Berkarya ini.

Wenno berpendapat, langkah Kejati mengusut anggaran Covid di Provinsi Maluku merupakan langkah yang tepat, tetapi peril juga ditindaklanjuti dengan mengusut dana pinjaman SMI.

“Jadi beta berpendapat kalau Kejati sudah masuk di Covid, ting­gal lanjut saja dengan dana SMI. Karena dana pinjaman 680 miliar rupiah itu juga peruntukannya untuk penjaringan pengamanan sosial dan pemulihan ekonomi masyarakat pasca Covid,” ujarnya.

Wenno menegaskan, pengusu­tan anggaran Covid ratusan miliar Provinsi Maluku yang dibidik Kejati itu sebenarnya merupakan pintu masuk bagi Kejati Maluku mem­bidik pinjaman dana SMI yang kurang menyentuh masyarakat. Dana ini lebih banyak diperuntukan bagi pembangunan infrastruktur, sementara pemulihan ekonomi masyarakat dan pengamanan jaringan sosial kurang terasa di seluruh wilayah.

“Mestinya dana SMI pasca Covid itu untuk kesehatan, pendidikan dan jaringan pengamanan sosial. Tetapi ternyata dana pinjaman SMI itu lebih banyak diarahkan untuk pembangunan infrastruktur dan juga sepenuh tidak menyentuh masyarakat. Lebih banyak di Ambon dan tidak sampai di wilayah KKT, MBD, Aru, SBT, SBB  sehingga banyak orang merasa penggunaan pinjaman dana SMI itu belum menyentuh,” paparnya.

Prinsipnya tambah Wenno, mendukung proses hukum yang dilakukan Kejati Maluku, tetapi juga berharap, kejati usut pinjaman dana SMI. “Karena dana Covid ini dan dana SMI itu dua sisi mata uang. Tetapi prinsip kami mendu­kung supaya bisa menjadi terang benderang,” sebutnya.

Pemprov tak Mampu

Anggota Komisi III DPRD Ma­luku, M Hatta Hehanussa menyem­prot Pemprov tidak mampu mena­nggani infrastruktur jalan yang rusak pada sejumlah wilayah di negeri seribu pulau ini.

Pernyataan keras terhadap kebijakan pembangunan Maluku ini dilontarkan Hehanusa sebagai bentuk kekecewaannya atas sejumlah persoalan infrastruktur jalan yang hingga kini tidak mampu ditangani pemprov.

Kata Hehanussa, semua per­soa­lan infrastruktur yang dihadapi masyarakat hari ini karena hutang sebesar 683 miliar rupiah yang harus dibayarkan.

Padahal, jika pinjaman 683 miliar rupiah tersebut diarahkan untuk membangun infrastruktur jalan, maka ratusan kilometer jalan selesai dibangun.

“Ini karena Pemprov tidak punya perencanaan, dimana kebijakan-kebijakan ngawur  semua, ini sangat miris,” tegasnya kepada Siwalima pekan lalu.

Lanjutnya, sebagai anggota DPRD dirinya merasa sedih melihat kondisi daerah seperti ini, karena DPRD tidak punya per­panjangan tangan serta dibatasi soal  kewenangan.

Bahkan DPRD saja dibatasi dengan pengawasan terkait kebi­jakan, artinya anggota DPRD tidak bisa menyentuh kebijakan.

Karenanya, masyarakat tidak da­pat berharap banyak selain mukjizat dan tetap berdoa kita agar Peme­rintahan ini besok bisa ber­ubah dan ada pemimpin baru,” kata Hatta

Awalnya Hehanusa geram dengan sikap tidak peduli yang ditunjukkan Pemerintah Provinsi Maluku maupun kabupaten/kota terkait dengan Inpres penanganan jalan daerah dimana tidak ada keseriusan dari pemerintah untuk mengusulkan jalan-jalan di daerah

Pasalnya, pertemuan terkait dengan Inpres Penanganan Jalan Daerah dilakukan sebanyak 20 kali baik di Maluku maupun mengha­dap langsung ke Komisi V DPR RI dan Kementerian PUPR tetapi tidak ada tindak lanjut dari peme­rintah daerah.

“Bayangkan saja kita sudah rapat 20 kali terkait dengan Inpres ini, baik di Jakarta maupun di Ambon hasilnya nol, kesalahannya hanya soal  detail engineering design (DED) setelah di hitung-hitung, mungkin anggarannya cuma Rp 20 juta untuk  membuat perencanaan, saja tidak bisa,” kesalnya.

Pemerintah daerah lanjut He­hanusa jangan menganggap Inpres penanganan jalan daerah ini sebagai barang khayalan, tetapi tugas Pemda adalah mengaman­kan instruksi presiden tersebut.

“Bikin DED saja susah dapat  kepengnya, kalau mau wara-wiri kemana-mana itu kepeng banyak pun tidak ada masalah, susah ini daerah,” kecamnya.

Tak Sampai 700 Miliar

Pinjaman dana dari PT Sarana Multi Infrastruktur ke Maluku Rp700 miliar seperti yang diberitakan selama ini ternyata hanya 683. 360.991.474

Informasi yang diperoleh Siwa­lima di Pemprov Maluku membe­narkan bahwa dana pinjaman SMI yang masuk ke Maluku hanyalah 683 miliar lebih sesuai dengan nilai yang dikontrakan dan bukan Rp700 miliar seperti yang dipole­mikan selama ini.

Rincian transfer dari PT SMI yang masuk ke rekening Pemprov Malu­ku adalah tahap pertama, tanggal 28 Desember 2020 sebesar Rp175 miliar. Selanjutnya transfer kedua dilakukan pada tanggal 2 Februari 2021 dengan nominal Rp315 miliar, sisanya tahap terakhir tanggal 31 Maret 2021 sebesar Rp193.360.991.474

Dengan demikian kata sumber itu, total anggaran yang dipinjam dari PT SMI yang masuk ke kas daerah Maluku sebesar Rp683. 360.991.474. (S-20)