Hentikan Langganan, Gubernur Dinilai Arogan
AMBON, Siwalimanews – Pernah sesumbar kalau tidak anti kritik, namun Gubernur Maluku, Murad Ismail justru menghentikan semua langganan Siwalima di instansi, bahkan BUMD milik Pemerintah Provinsi Maluku.
Kuat dugaan sikap tak ksatria itu dilatarbelakangi pemberitaan Siwalima tentang mobil dinas yang menyerempat namanya.
Sikap arogansi Murad ini, mempertontonkan rezim Orde Baru yang ingin mematikan karya-karya pers.
Mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Maluku, MAH Tahapary mengecam keras sikap arogansi Gubernur Murad Ismail.
Tahapary tidak menyangka pejabat publik selevel gubernur di era transparansi seperti ini, masih menggunakan cara-cara yang tidak elok untuk mengekang pers.
Baca Juga: Jaksa Kembalikan Berkas Oddie Cs ke Polisi“Menghentikan langganan di kantor gubernur hingga ke instansi pemerintah lain, bahkan BUMD milik pemprov akibat intervensi seorang gubernur lantaran dikritik pers, itu menunjukan arogansi yang tidak ternilai. Saya heran, di era keterbukaan seperti ini kok ada pejabat publik yang sampai segitu. Tidak pantas itu,” tandas Tahapary kepada Siwalimanews di Ambon, Selasa (4/5).
Menurut Tahapary, menghentikan langganan koran akibat pemberitaan media, yang bersangkutan menunjukan pejabat publik tersebut bersifat kekanak kanakan.Pejabat tersebut kata Tahapary, butuh advis dari bagian humasnya.
”Kan Kantor Gubernur itu ada Biro Humas. Fungsi Biro itu untuk apa. Harusnya Biro Humas ini berperan memberikan advis yang baik kepada sang gubernur. Ini bahaya. Menghentikan langgganan Siwalima hari ini, bisa saja besok giliran media lainnya. Tidak elok itu. Saya tidak suka mendengar pejabat publik seperti ini,” tegas Tahapary.
Wartawan senior ini, bahkan menyayangkan kebijakan gubernur yang tidak berpihak kepada rakyatnya.
Menurut Tahapary, gubernur harusnya jujur, keberhasilan dirinya dalam menjalankan roda pemerintahan bahkan dapat dibilang saat menjabat Kapolda, hingga mencalonkan diri sebagai gubernur, pers termasuk Siwalima punya peranan penting mendongkrak yang bersangkutan.
“Kalau boleh gubernur itu jujur, pers selama ini termasuk Siwalima sudah banyak berbuat untuk mendongkrak namanya jauh sebelum jadi gubernur. Bahkan kalau boleh jujur, saat dicalonkan diri maju sebagai gubernur pers termasuk Siwalima adalah media yang turut serta mendongkrak namanya. Kan mengkritik dan mengawasi kinerja itu hal biasa. Tapi kalau pejabat tidak terima kritikan itu bahaya,” ujar Tahapary.
Oleh karenanya, ia menghimbau kepada Gubernur Maluku jangan memotong kehidupan pers, sebab dari langganan dan iklan disitulah pers hidup.
“Toh yang membayar langganan itu bukan dibayar menggunakan dana pribadi, tapi itu menggunakan APBD dan itu uang rakyat. Jadi saya mau bilang jangan sekali-kali memotong kehidupan pers. Biro Humas jangan hanya nonton dan melihat sikap gubernur seperti ini,” sarannya.
Dihubungi terpisah, mantan Ketua PWI lainnya Max Aponno mengatakan, selaku pejabat publik apa yang dilakukan oleh Gubernur Maluku tidak dapat dibenarkan.
“Ini sudah salah, selaku pejabat publik mestinya tidak melakukan hal itu,” ujar Aponno kepada Siwalima, Selasa (4/5).
Menurutnya, selama ini Siwalima telah memberikan banyak informasi kepada masyarakat termasuk Gubernur, sehingga secara tidak langsung Siwalima telah memberikan kontribusi untuk membangun daerah.
Selain itu ujarnya, anggaran yang dikeluarkan untuk membayar langganan Siwalima merupakan uang daerah, sehingga tidak elok gubernur melakukan hal demikian.
“Tolonglah pak Gubernur melakukan tindakan sesuai dengan perkataan. Kalau katakan bisa dikritik mesti lakukan itu,” tegas Aponno.
Wartawan senior yang juga eks anggota DPRD Maluku Friets Kerlely juga mengecam keras langkah Gubernur Maluku menghentikan langganan Siwalima.
“Prinsipnya, yang dilansir Siwalima ke publik itu sebenarnya kontrol sosial yang sangat ideal. Tapi lalu kemudian penguasa menggunakan celah untuk mengekang pers itu sangat disesalkan,” kata Kerlely.
Ia mengatakan, dalam negara berdemokrasi, pengekangan terhadap pers adalah sebuah cara atau kekuasaan yang mempertontonkan ketidakpahaman terhadap kebebasan pers. Kekuasaan tambahnya, butuh kontrol sosial agar tidak disalahgunakan (abuse of power).
“Ini lngkah kita selaku masyarakat pers di Maluku untuk mengawal proses kebebasan pers. Insan pers berkomentar itu dalam rangka kebebasan pers yang dilandasi dengan UU Nomor 40 Tahun 1999. Jadi kalau mengekang pers itu namanya sewenang-wenang terhadap kebebasan pers. Dan itu abuse of power. Saya minta teman-teman pers di Ambon yang lain harus memberikan dorongan yang gencar. Siwalima jangan kendor. Karena kalau kendor itu sama artinya dengan mematikan kreatifitas dan kebebasan pers di Indonesia. Jangan takut kalau ditekan oleh kekuasaan. Kalau reaksi itu ada akan terjadi bukan hanya di Maluku, atau Indonesia tapi dunia akan kecam,” sebut Kirlely.
Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Maluku, Dino Umahuk juga menyayangkan penghentian langganan Siwalima di sejumlah kantor dan badan serta BUMD milik Pemprov Maluku, yang diduga atas perintah Murad Ismail.
“Intinya sebagai pemimpin, harusnya pak gubernur melakukan koreksi terhadap dirinya. Apalagi kemarin baru saja kita rayakan Hari Kebebasan Pers Sedunia. Tidak layak seorang pemimpin bersikap otoriter yang bertujuan untuk membungkam media, apalagi ada upaya untuk mengkriminalisasi media hingga menghentikan langganan. Zaman itu sudah lewat, ini bukan zaman orde baru yang segala sesuatu itu dikontrol,” tandas Umahuk.
Pers selaku pilar keempat demokrasi, harus ditempatkan pada posisi yang sama dalam rangka membangun dan memajukan Maluku kedepannya.
“Harusnya pak Murad sebagai pemimpin sipil mendorong tumbuhnya penguatan terhadap pers di daerah. Beliau kan gubernur bukan kapolda. Bukan Dankorp Brimob. Harusnya sadar diri dan menempatkan diri bahwa saya pemimpin sipil yang dipilih oleh rakyat bukan Komandan Brimob yang ditunjuk dan dipilih oleh komandan tertingginya,” pungkas Umahuk.
Anggota DPRD Provinsi Maluku, Alimuddin Kolatlena juga mengatakan, Gubernur jangan pertontonkan arogansi kekuasaan kepada rakyat.
“Sedikit-sedikit main lapor rakyat sendiri. Apalagi yang dilaporkan adalah pers. Ada hak jawab yang harus dipakai gubernur untuk menjawab atau mengklarifikasi pemberitaan beberapa media terkait belanja mobil dinas gubernur dan wakil gubernur dengan APBD tahun 2020. Bukan ancam melapor,” ujar Alimudin.
Menurutnya, polemik laporan belum selesai kini Gubernur kembali membuat polemik dengan memutuskan langganan pada beberapa instansi pemerintah. Tindakan tersebut tandasnya, sangat etis dan tidak dapat dibenarkan.
Dikatakan, apa yang diberitakan media Siwalima merupakan fakta dan bukan fitnah atau hoaks.
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi Perindo Amanat Berkarya, Jantje Wenno sangat menyayangkan sikap Gubernur Maluku yang telah memutuskan langganan Siwalima dengan Pemprov Maluku dan beberapa instansi.
“Kami sangat menyayangkan sikap pak Gubernur seperti itu,” ujar Wenno.
Menurutnya, sikap yang dilakukan oleh Gubernur Maluku tidak akan bisa mematikan pers, apalagi di zaman orde baru saja tidak mampu untuk bisa membunuh pers.
“Menghentikan langganan Siwalima, bukan langkah yang bijak, karena media merupakan pilar demokrasi di negara ini, apalagi pers itu salah satu pilar demokrasi di dunia. Langkah itu, bukan sebuah pendidikan politik dan sudah terbukti rezim tidak mampu untuk membunuh pers hanya dengan memutus langganan,” tegasnya.
Untuk diketahui, Pemprov Maluku melalui Beny Siahaya menghubungi Siwalima pekan kemarin dan mengatakan tidak lagi melanjutkan langganan koran dengan alasan efisiensi anggaran.
Hal itu juga disampaikan perwakilan Bank Maluku, Edwin, kalau bank milik pemprov itu tak lagi melanjutkan langganan koran dengan alasan yang sama yakni efisiensi anggaran. (S-32/S-50)
Tinggalkan Balasan