AMBON-Siwalimanews – Anggota Komisi VI DPR dapil Maluku, Hendrik Lewerissa melaporkan nasib karyawan Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) cabang di Maluku ke Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir.

Sudah setahun mereka tak mendapatkan gaji, padahal karyawan ini mengabdi di BUMN dengan penuh rasa tanggung jawab dan loyalitas yang tinggi.

“Pada kesempatan ini juga pak saya ingin sampaikan nasib karyawan PNRI di Maluku, dimana 12 bulan mereka belum digaji.  Kemarin baru dibayar 1 bulan, masih tinggal 11 bulan dan ini tunggakan kewajiban yang harus dibayar ke karyawan PNRI Cabang Maluku,” ucap Hendrik dalam rapat kerja Komisi VI bersama Menteri BUMN di gedung Nusantara I DPR, Senayan, Jakarta, Sabtu (5/6).

Nasib karyawan PNRI Maluku harus disampaikan langsung ke Menteri BUMN kata Hendrik, dikarenakan mereka ini bekerja dengan sungguh-sungguh demi menghidupkan BUMN ini namun nasib mereka terlunta-lunta.

“Sebagai wakil mereka saya wajib menyampaikan hal ini ke pak menteri agar dapat melihat nasib mereka,” ucap Hendrik.

Baca Juga: Minggu Ini Pemkot Lunasi TPP Pegawai

Ketua DPD Partai Gerindra Maluku ini juga mengusulkan agar Perum PNRI merger dengan Perum Peruri dengan dua divisi yakni divisi cetak uang dan divisi non cetak uang.

Perum Peruri menurutnya yang masih sehat ini dapat mengcros­sing atau memberikan subsidi silang untuk menghidupkan PNRI. “Kenapa demikian, sebab PNRI ini merupakan BUMN tertua, bahkan lebih tua dari PT Asuransi Jiwa Seraya, sehingga kalau dibiarkan mati sangat disayangkan, untuk itu sebaiknya di merger atau akuisisi saja dengan Perum Peruri,” usulnya.

Dalam rapat itu juga politisi Partai Gerindra ini juga minta agar adanya bantuan pemberdayaan bagi para pemuda gereja, pemuda katolik dan pemuda Hindu dan Budha, sama seperti yang pemerintah lakukan bagi pemberdayaan ekonomi pesantren.

“Saya sangat setuju dengan pemberdayaan ekonomi pesan­tren, sebab ini satu kebijakan yang baik, namun yang jadi per­-tanyaan, apakah kebijakan yang sama juga dilakukan kepada pemuda gereja misalnya atau pemuda Katolik, Hindu dan Budha, sebab mereka juga punya unit-unit bisnis di jemaat, sebab kita ini NKRI pak menteri,” katanya.

Ia menegaskan, hal ini harus disampaikannya lantaran ia juga mendapat masukan dari konsti­tuen yang meminta agar dirinya menanyakan hal ini ke Menteri BUMN. “Saya dapat masukan dari konstituen saya bahwa, pak Hendrik tolong tanyakan ke pak menteri, kalau ada kebijakan pemberdayaan ekonomi pesantren mengapa kita tidak dapat. Kita pahami kita minoritas, tapi proposional yah, kalau pesantren dapat 8 yah kita dapat 2 juga ngak apa-apalah, tapi jangan tidak ada sama sekali,” pungkasnya. (S-51)