Harusnya Polisi dan APIP Bersatu Usut Penyelewengan di Satgas Covid
AMBON, Siwalimanews – Dugaan mark up data pada jumlah orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP), serta jumlah tenaga kesehatan (nakes) yang bertugas di 22 Puskesmas di Kota Ambon yang hak-haknya dipotong harusnya diusut polisi dan APIP secara bersama.
Menurut Praktisi Hukum, Nelson Sianressy, temuan polisi saat pendampingan atau asistensi menjadi pintu masuk bersama Aparat Pengawas Interen Pemerintah (APIP) mengusut dugaan mark up tersebut.
“Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Kombes Leo Simatupang harusnya mendukung anak buahnya mengusut tuntas dugaan mark up data dan dana insentif penanganan Covid-19 oleh Gugus Tugas Kota Ambon,” kata Sianressy kepada Siwalima Kamis (15/10).
Sianressy meminta polisi tetap melanjutkan penanganan terhadap kasus ini. Dia menilai polisi yang telah menyelidiki kasus ini harusnya diapresiasi. Bahkan APIP juga seharusnya mendukung kerja polisi.
“Ini harus diusut karna melanggar aturan,” kata Sinaressy.
Baca Juga: Akademisi: Kode Etik Jalan, Mark Up Satgas Covid Jangan DitutupiSianressy mengatakan, apalagi sudah ada bukti adanya manipulasi data jumlah pasien hingga data nakes hanya untuk mendapatkan anggaran penanganan Covid-19.
“Kapolresta harusnya mendukung karena anak buahnya sudah menemukan ada manipulasi data dan anggarannya,” pungkas Sianressy.
Seharusnya tambah Sianressy, polisi menangani kasus itu setelah ada laporan dari internal terkait. Tapi apabila sudah temuan, penanganannya tidak boleh dihentikan.
Bahkan lanjut Sianressy, adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan dalam mengungkap ketidakberesan penanganan Covid-19 tidak boleh dijadikan alasan untuk menghentikan kasus.
Praktisi hukum Djidon Batmamolin juga mengatakan hal yang sama. Dia menyebut, polisi harus mengusut tuntas dugaan penyelewengan di gugus tugas Covid-19. “Memang banyak kejanggalan. Tanpa ada temuan dari kepolisian tersebut, masyarakat sudah tahu kalau ada penyelewengan di gustu. Ada banyak kasus misalnya orang-orang divonis positif tanpa bukti. Ini kan sudah menunjukkan kalau ada yang salah. Buat apa orang-orang sebanyak itu divonis kalau bukan untuk dana?,” ujar Batmomolin.
Batmomolin juga meminta, pihak kepolisian tidak berusaha menutupi kasus ini dengan melakukan mutasi terhadap polisi yang menemukan bukti adanya penyelewangan.
Jalani Kode Etik
Anggota Satreskrim Polresta Ambon yang memalsukan tanda tangan Kasat Reskrim AKP Mido J. Manik adalah urusan internal polisi. Silakan dia diproses sesuai kode etik. Tetapi dugaan mark up di Satgas Covid-19 Kota Ambon jangan ditutupi.
Memang tugas yang diberikan adalah asistensi terhadap Satgas Covid-19 dan Dinas Kesehatan Kota Ambon. Walaupun melalui prosedur yang salah, namun anggota Satreskrim itu harus diajungkan jempol, karena hendak melakukan penyelidikan atas dugaan penyelewengan yang ditemukan.
“Kalau ada pelanggaran kode etik, maka hal itu masuk dalam ranah internal, tetapi masalah hukum tidak boleh dikaitkan dengan masalah internal,” tandas, Akademisi Hukum Unpatti, George Leasa, kepada Siwalima, Rabu (14/10).
Leasa yakin, anggota Satreskrim itu menemukan dugaan penyelewengan saat melakukan asistensi. Hanya saja, menyelidikan yang hendak dilakukan tanpa melalui mekanisme di internal kepolisian.
“Mungkin harus menyampaikan kepada pimpinan untuk ditindaklanjuti. Tetapi harusnya prosedur hukum tidak boleh berbelit-belit, sehingga tidak sesuai dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan,” ujarnya.
Praktisi hukum Henry Lusikooy juga mengatakan, dugaan mark up di Satgas Covid-19 harusnya ditindaklanjuti dengan penyelidikan.
“Sudah tidak menjadi rahasia umum, penggunaan dana di gugus tugas, tidak pernah transparan. Setiap orang yang divonis positif hanya bilang-bilang. Tapi hasilnya tidak diberikan. Lalu menyatakan seorang positif itu berdasarkan apa?. Kami mencurigai itu hanya dibuat-buat untuk mendapatkan anggaran,” tandas Lusikooy.
Menurutnya, anggota Satreskrim Polresta Ambon yang dimutasikan diduga sebagai upaya menutupi dugaan penyelewengan yang ditemukan di Satgas Covid-19 Kota Ambon.
“Memang ada dugaan pelanggaran kode etik, tetapi temuan harus ditindaklanjuti karena itu masalah hukum,” ujarnya.
Tak Temukan Penyimpangan
Kapolresta Kombes Leo Surya Nugraha Simatupang mengaku, selama tim bentukan Polresta melakukan pendampingan belum menemukan adanya penyimpangan di Satgas Covid-19.
“Sesuai petunjuk dari Mabes Polri, selama masa pandemik kita lakukan pendampingan terhadap kegiatan covid, termasuk masalah yang ditemukan, mekanismenya, jika ada masalah kita akan koordinasikan ke penggunaanya untuk segera diperbaiki, namun sejauh ini belum ada penyimpangan,” jelas Simatupang kepada wartawan di Mapolresta Ambon, Rabu (14/10).
Dijelaskan, jika ditemukan ada masalah, penanganan awal akan dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah (APIP) Kota Ambon. Nantinya, ketika APIP mengalami kesulitan dan tidak dapat mengatasi masalah, barulah Polresta Ambon yang melakukan penindakan.”Kan ada APIPnya, kalau ditemukan ada penyimpangan ditangani oleh APIP, kalau APIP tidak bisa tangani opsi terakhir baru kita yang melakukan penindakan,” ujarnya.
Ditanya soal anggota yang dimutasi, Kapolresta mengaku, mutasi anggota yang dilakukan dikarenakan anggota tersebut melakukan tugas diluar kewenangan dengan memalsukan tanda tangan Kasat Reskrim untuk melakukan penyelidikan.
“Kita tidak pernah keluarkan surat penyelidikan, surat yang dikeluarkan adalah surat untuk asistensi. Setelah kita telusuri kenapa surat itu beredar, ternyata ada salah satu anggota kami yang melakukan pemalsuan tanda tangan, dan dikirimkan sehingga membuat heboh,” bebernya.
Mutasi juga dilakukan kata Kapolresta, hanya terhadap satu anggota, yang sebelumnya menjabat Kanit Reskrim.
“Hanya satu anggota yang dimutasi jabatannya Kanit. Yang bersangkutan juga sementara ini menjalani proses kode etik oleh Propam,” ujarnya.
Seperti diberitakan, saat melakukan asistensi anggota Tipikor Satreskrim Polresta Ambon menemukan dugaan mark up data jumlah kasus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), jumlah tenaga kesehatan (nakes), dan pemotongan insentif nakes.
Namun saat hendak diselidiki, anggota Tipikor itu dimutasikan karena melanggar kode etik. (Cr-1)
Tinggalkan Balasan