AMBON, Siwalimanews – Anggota Satreskrim Polresta Ambon yang memalsukan tanda tangan Kasat Reskrim AKP Mido J. Manik adalah urusan internal polisi. Silakan dia diproses sesuai kode etik. Tetapi dugaan mark up di Satgas Covid-19 Kota Ambon jangan ditutupi.

Memang tugas yang diberikan adalah asistensi terhadap Satgas Covid-19 dan Dinas Kesehatan Kota Ambon. Walaupun melalui prosedur yang salah, namun anggota Sat­res­krim itu harus diajungkan jempol, karena hendak melakukan penyeli­dikan atas dugaan penyelewengan yang ditemukan.

“Kalau ada pelanggaran kode etik, maka hal itu masuk dalam ranah internal, tetapi masalah hukum tidak boleh dikaitkan dengan masalah internal,” tandas, Akademisi Hukum Un­patti, George Leasa, kepada Siwa­lima, Rabu (14/10).

Leasa yakin, anggota Satreskrim itu menemukan dugaan penyele­wengan saat melakukan asistensi. Hanya saja, menyelidikan yang hendak dilakukan tanpa melalui mekanisme di internal kepolisian.

“Mungkin harus menyampaikan kepada pimpinan untuk ditindak­lanjuti. Tetapi harusnya prosedur hukum tidak boleh berbelit-belit, sehingga tidak sesuai dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan,” ujarnya.

Baca Juga: Desakan Usut Mark Up di Satgas Covid

Praktisi hukum Henry Lusikooy juga mengatakan, dugaan mark up di Satgas Covid-19 harusnya di­tindaklanjuti dengan penyelidikan.

“Sudah tidak menjadi rahasia umum, penggunaan dana di gugus tugas, tidak pernah transparan. Se­tiap orang yang divonis positif hanya bilang-bilang. Tapi hasilnya tidak diberikan. Lalu menyatakan seorang positif itu berdasarkan apa?. Kami mencurigai itu hanya dibuat-buat untuk mendapatkan anggaran,” tandas Lusikooy.

Menurutnya, anggota Satreskrim Polresta Ambon yang dimutasikan diduga sebagai upaya menutupi du­gaan penyelewengan yang ditemu­kan di Satgas Covid-19 Kota Ambon.

“Memang ada dugaan pelang­garan kode etik, tetapi temuan harus ditindaklanjuti karena itu masalah hukum,” ujarnya.

Tak Temukan Penyimpangan

Kapolresta Kombes Leo Surya Nugraha Simatupang mengaku, selama tim bentukan Polresta melakukan pendampingan belum menemukan adanya penyimpangan di Satgas Covid-19.

“Sesuai petunjuk dari Mabes Polri, selama masa pandemik kita lakukan pendampingan terhadap kegiatan covid, termasuk masalah yang ditemukan, mekanismenya, jika ada masalah kita akan koordi­nasikan ke penggunaanya untuk segera diperbaiki, namun sejauh ini belum ada penyimpangan,” jelas Simatupang kepada wartawan di Mapolresta Ambon, Rabu (14/10).

Dijelaskan, jika ditemukan ada masalah, penanganan awal akan dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah (APIP) Kota Ambon. Nantinya, ketika APIP mengalami kesulitan dan tidak dapat mengatasi masalah, barulah Polresta Ambon yang melakukan penindakan.”Kan ada APIPnya, kalau ditemukan ada penyimpangan ditangani oleh APIP, kalau APIP tidak bisa tangani opsi terakhir baru kita yang melakukan penindakan,” ujarnya.

Ditanya soal anggota yang dimu­tasi, Kapolresta mengaku, mutasi anggota yang dilakukan dikarena­kan anggota tersebut melakukan tugas diluar kewenangan dengan memalsukan tanda tangan Kasat Reskrim untuk melakukan penyeli­dikan.

“Kita tidak pernah keluarkan surat penyelidikan, surat yang dikeluar­kan adalah surat untuk asistensi. Setelah kita telusuri kenapa surat itu beredar, ternyata ada salah satu ang­gota kami yang melakukan pemal­suan tanda tangan, dan dikirimkan sehingga membuat heboh,” beber­nya.

Mutasi juga dilakukan kata Ka­polresta, hanya terhadap satu anggota, yang sebelumnya menjabat Kanit Reskrim.

“Hanya satu anggota yang dimutasi jabatannya Kanit. Yang bersangkutan juga sementara ini menjalani proses kode etik oleh Propam,” ujarnya.

Seperti diberitakan, saat mela­ku­kan asistensi anggota Tipikor Sat­reskrim Polresta Ambon menemukan dugaan mark up data jumlah kasus orang dalam pemantauan (ODP), pa­sien dalam pengawasan (PDP), jumlah tenaga kesehatan (nakes), dan pemotongan insentif nakes. Na­mun saat hendak diselidiki, anggota Tipikor itu dimutasikan ka­rena me­langgar kode etik. (S-45/C-1)