Hari Ini Hanubun Diperiksa
Gali Bukti Dugaan Korupsi Dana Covid Malra
AMBON, Siwalimanews – Dipastikan hari ini, Kamis (9/11) penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku akan mencecar mantan Bupati Maluku Tenggara, Taher Hanubun.
Bekas orang nomor satu di kabupaten Larvul Ngabal, dijadwalkan diperiksa pada pagi hari di markas komando Ditreskrimsus Polda Maluku, kawasan Batu Meja, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, terkait dugaan penyalahgunaan dana Covid-19 bernilai ratusan miliar.
Direktur Reserse Kriminal Khusus, Kombes Harold Huwae yang dikonfirmasi Siwalima melalui pesan Whatsapp, Rabu (8/11) membenarkan Taher Hanubun akan diperiksa hari ini. “Ya benar,” singkatnya.
Ditanyakan apakah mantan bupati sendiri saja yang diperiksa, Huwae mengungkapkan, tim penyidik juga akan memeriksa mantan Sekda, Ahmad Yani Rahawarin dan kepala Badan Pengelolaan dan Aset Daerah.
Huwae mengatakan, Hanubun baru tiba di Ambon hari ini (Rabu-red) dan akan menjalani pemeriksaan, Kamis pagi.
Baca Juga: Hadiri Agenda DPRD, Pemeriksaan Hanubun Ditunda“Besok pemeriksaan dilakukan, yang bersangkutan baru tiba di Ambon tadi sehingga dijadwalkan besok,” ujarnya.
Selain Hanubun, terdapat sejumlah OPD lain termasuk mantan sekda yang akan dimintai keterangan.
“Bersama dengan mantan sekda dan BPKAD,” ujarnya singkat sembari menolak berkomentar lebih jauh dengan alasan masih penyelidikan.
Untuk diketahui, mantan Bupati Malra, seharusnya diperiksa pada Senin (6/11) namun karena bertepatan dengan agenda paripurna serah terima Penjabat Bupati Malra di DPRD, sehingga tim penyidik kembali mengundang Hanubun dalam pekan in.
Sebagai mantan orang nomor satu di kabupaten tersebut, Hanubun dinilai bertanggung jawab terhadap dugaan penyalahgunaan dana Covid-19 bernilai ratusan miliar.
Pengelolaan dana tersebut berpotensi korupsi, karena mengalami perubahan dimana perubahan tersebut juga tidak diketahui pimpinan-pimpinan OPD.
Huwae sebelumnya mengatakan, tim penyidik telah mengagendakan pemeriksaan dilakukan terhadap mantan Bupati Malra dalam waktu dekat. “Dalam minggu depan diperiksa,” jelas Huwae kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, Sabtu (4/11) lalu.
Selain pemeriksa mantan bupati, kata Huwae, penyidik juga akan memeriksa Sekda Malra dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. “Sekalian dengan Sekda dan Kepala BPKAD,” ujar Huwae.
Huwae tidak ingin berkomentar lebih jauh soal kasus dana Covid Malra, dengan alasan masih penyelidikan.
Langkah Tepat
Pemeriksaan Hanubun dinilai sebagai langkah tepat. Pasalnya, sebagai mantan Kuasa Pengguna Anggaran di lingkungan Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara, Hanubun diduga kuat mengetahui adanya penggelembungan anggaran Covid-19.
Praktisi Hukum, Djidon Batmomolin menyambut baik komitmen Ditreskrimsus Polda Maluku untuk meminta pertanggungjawaban Hanubun.
“Kalau memang Ditreskrimsus Polda Maluku sudah merencanakan pemeriksaan mantan bupati maka tentunya kita mendukung dan ini merupakan langkah maju sebagai bentuk keseriusan kepolisian dalam membongkar kasus dana covid-19 di Maluku Tenggara,” ungkap Batmomolin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (8/11).
Batmomolin meyakini jika dalam perbuatan penggelembungan anggaran Covid-19, mantan orang nomor satu di Kabupaten tersebut juga mengetahui.
Sebab, tidak mungkin sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, Hanubun tidak mengetahui adanya perbedaan antara hasil refocusing dengan hasil laporan keuangan pada BPKAD dan Inspektorat.
Menurutnya, aparat kepolisian harus secara intensif melakukan pemeriksaan kasus ini guna mendapatkan titik terang.
“Kita berharap polisi tetap komit untuk menggali sejauh mana peran mantan bupati itu sebab tidak mungkin dia tidak tahun adanya penyalahgunaan dana Covid-19,” tegasnya.
Berharap Kooperatif
Terpisah, Aktivis Laskar Anti Korupsi Ronny Aipassa juga menyambut baik keputusan Ditreskrimsus Polda Maluku untuk memeriksa Hanubun.
Dijelaskan, pemeriksaan seseorang dalam kasus pidana merupakan hal biasa, sebab penyidik harus mengetahui dengan pasti duduk perkaranya menentukan pihak-pihak yang paling bertanggungjawab dalam kasus dana covid-19 di Maluku Tenggara.
“Kalau memang dipanggil datang saja untuk memberikan keterangan sejauh mana peran dalam penyusunan anggaran belanja covid-19 itu,” ujar Aipassa saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (8/11).
Menurutnya, Hanubun harus kooperatif dalam memberikan keterangan kepada penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku sebab menyangkut anggaran besar yang diduga disalahgunakan.
Jika, mantan bupati tidak memenuhi panggilan Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku maka dapat dinilai sebagai bentuk upaya menghambat proses penegakan hukum.
“Yang pasti kita berharap pak Mantan Bupati juga kooperatif membantu penyidik agar kasus ini segera tuntas dengan memberikan keterangan yang sejujur-jujurnya kepada penyidik,” jelasnya.
Periksa Sejumlah OPD
Diberitakan sebelumnya, tercatat sedikitnya 13 pimpinan Organisasi Perangkat Daerah di lingkup Pemkab Malra telah dimintai keterangan.
Kombes Harold Huwae mengatakan, sudah 13 pimpinan OPD yang dimintai keterangan.
Menurut mantan Kapolres Ambon ini, dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil 33 OPD lagi untuk dimintai keterangan.
Ditanya soal pemerksaan 13 saksi itu apakah ada temuan yang menjurus kepada perbuatan melawan hukum, Huwae menolak berkomentar dengan alasan masih penyelidikan. “Masih lidik,” ujarnya singkat.
70 M Bermasalah
Sementara itu informasi yang diperoleh Siwalima terindikasi anggaran dana Covid Malra berpotensi korupsi.
Hal ini karena anggaran tersebut mengalami perubahan, dan perubahan tersebut juga tidak diketahui pimpinan-pimpinan OPD.
Kepada Siwalima, Selasa (31/10) sumber yang meminta namanya tak dikorankan ini menyebutkan, dalam laporan pertanggungjawaban dana covid anggaran yang awalnya tertera sebesar Rp36 miliar di tahun 2020.
Selanjutnya anggaran tersebut direvisi menjadi Rp40 miliar.
“Anggaran total awalnya 36 miliar, kemudian direvisi menjadi 40 milar, dalam dokumen pertanggungjawaban keuangan pada BPKAD ternyata jumlahnya bukan lagi 40 miliar tetapi naik 96 miliar, berbeda lagi pada laporan pertanggungjawaban bagian Inspektorat anggaran menjadi 110 miliar,” ujar sumber itu.
Sumber ini kemudian mempertanyakan APBD ditetapkan tahun 2020 lalu datanya bisa berubah-ubah. Dimana tidak ada data tetap refocusing dan alokasi dana Covid tahun 2020 di Kabupaten Malra.
Selain itu dari jumlah anggaran tersebut, lanjut sumber, terindikasi ada selisih 70 miliar yang diduga dikorupsi namun ada dalam dokumen pertanggungjawaban bagian keuangan Pemkab Malra.
Mirisnya lagi, kata sumber itu, rata-rata pimpinan-pimpinan OPD di lingkup Pemkab Malra sama sekali tidak mengetahui anggaran refocusing dan alokasi dana Covid tersebut.
“Contohnya di Dinas Pendidikan yang tidak ada refocusing namun dalam laporan pertanggungjawaban keuangan ternyata ada, sebesar Rp13 miliar. Sehingga mengindikasi bahwa dokumen ini tidak pernah ada di pimpinan OPD. Dan diduga hanya dipegang oleh bagian keuangan dan bupati saja. Karena kalau dokumen-dokumen itu ada, maka tentunya pimpinan OPD mengetahui,” ujar sumber itu lagi.
Dia menyebutkan bahwa sebanyak 20 OPD dari 42 OPD di lingkup Pemkab Malra yang refocusing anggaran dana Covid tersebut.
Selain itu, banyak kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan Covid dimana kegiatan tersebut murni menggunakan dana APBD Malra, tetapi dalam laporan pertanggungjawaban justru menggunakan dana covid.
Tak Bisa Dipertanggung Jawabkan
Seperti diberitakan sebelumnya, penggunaan dana Covid-19 tahun 2020 di Kabupaten Maluku Tenggara, kuat dugaan tak bisa dipertanggungjawabkan.
Adapun penggunaan dan pemanfaatan anggaran yang berasal dari refocusing anggaran dan realisasi kegiatan pada APBD dan APBD perubahan tahun anggaran 2020 yang digunakan untuk penanganan dan penanggulangan Covid 2019 di Kabupaten Kepulauan Aru berbau korupsi.
Dana Rp52 miliar seharusnya digunakan untuk penanggulangan Covid-19, dialihkan Bupati Malra untuk membiayai proyek infrastruktur, yang tidak merupakan skala prioritas sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden No 4 Tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realisasi anggaran, dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
Berdasarkan daftar usulan refocusing dan relokasi anggaran untuk program dan kegiatan penanganan Covid-19 Tahun 2020 kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan sebesar Rp52 miliar.
Padahal, berdasarkan Laporan Pertanggung Jawaban Bupati Malra tahun 2020, dana refocusing dan realokasi untuk penanganan Covid-19 tahun 2020 hanya sebesar Rp36 miliar, sehingga terdapat selisih yang sangat mencolok yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh Pemkab Malra sebesar Rp16 miliar.
Anggaran Rp52 miliar itu bersumber dari APBD induk senilai Rp3,833.000.000 pada post peralatan kesehatan sama sekali tidak dapat dirincikan secara pasti jenis barang yang dibelanjakan, jumlah/volume barang dan nilai belanja barang per peralatan, sehingga patut diduga terjadi korupsi.
Selain itu, pada pos belanja tak terduga, pada DPA Dinas Kesehatan TA 2020 senilai Rp5,796.029.278,51 yang digunakan untuk belanja bahan habis pakai berupa masker kain (scuba) dan masker kain (kaos) sebesar Rp2,6 miliar, sehingga sisa dana pos tak terdua sebesar Rp3.196.029.278,51, sisa dana ini tidak terdapat rincian penggunaannya sehingga patut diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan kerugian Negara senilai Rp3.196.029. 278,51.
Sesuai dengan laporan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Maluku atas laporan keuangan Kabupaten Malra TA 2020 menyatakan bahwa, belanja masker kain pada Dinas Kesehatan tidak dapat diyakini kewajarannya.
Sejumlah kejanggalan yang ditemukan yaitu, pencairan SP2D dari kas daerah dilakukan sebelum barang diterima seluruhnya. Hal ini merupakan bentuk kesalahan yang dapat dikategorikan sebagai dugaan pelanggaran dan/atau perbuatan melawan hukum.
Dengan demikian, diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp9.629.029.278,51 yang berasal dari DPA Dinas Kesehatan Kabupaten Malra TA 2020 pada mata anggaran (1) belanja peralatan kesehatan senilai Rp3.833.000.000.000. (2) belanja tak terduga untuk belanja masker kain scuba dan kai koas senilai Rp2.600. 000.000 dan sisa dana BTT yang tidak dapat dipertanggung jawabkan senilai Rp.3.196.029.278,51.
Tindakan ini dinilai melanggar keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan No. 119/2813/SJ No:177/KMK 07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 dalam rangka penanganan Covid serta pengamanan daya beli masyarakat dan perekonomian nasional serta Instruksi Menteri Dalam Negeri No: 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Covid di lingkungan Pemerintah Daerah. (S-10/S-20)
Tinggalkan Balasan