AMBON, Siwalimanews – Puluhan dokter spesialis RS Haulussy kembali mela­ku­kan aksi mogok kerja ka­rena kecewa hak-hak mereka belum diterima sejak tahun 2020.

Informasi yang berhasil di­himpun Siwalima, aksi mogok kerja dilakukan dokter spe­sialis dengan menutup se­mua poliklinik sebagai bentuk protes terhadap sikap Direktur RS Haulussy, Nazaruddin

Padahal, sesuai hasil per­temuan bersama yang difasi­litasi Sekda Maluku, Sadli Ie dan Kepala Inspektorat Ma­luku, Jasmono telah disepa­kati bah­wa pembayaran akan dila­ku­kan hari ini. “Sesuai keputusan 31 Juli saat per­temuan dengan sek­da dan Ke­pala Inspektorat itu kan di­sam­paikan bahwa 15 Agustus su­dah harus dibayar tapi belum juga,” ujar salah salah satu sumber Siwa­lima yang eng­gan namanya dikorankan.

Menanggapi aksi mogok kerja tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Rovik Akbar Afifuddin mengecam keras ketidak seriusan Direktur RS Haulussy, Nazaruddin yang tidak memiliki itikad baik untuk menuntaskan persoalan jasa dokter spesialis.

“Kejadian-kejadian ini sudah anti klimaks yang dilakukan tenaga dokter. Saya tahu betul tenaga dokter tidak mungkin melakukan hal-hal seperti itu,” ujar Rovik kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Selasa (15/8).

Baca Juga: Produk Lokal UMKM Penuhi Pameran Pembangunan 

Menurutnya, pimpinan RS Hau­lussy hingga saat ini tidak me­miliki solusi terhadap persoalan pemba­ya­ran jasa dokter spesialis, sebab pimpinan RS Haulussy tidak mampu membedakan kebijakan dan keputusan.

Ketidakmampuan pimpinan RS Haulussy dalam melihat mana ke­bijakan dan keputusan tersebut ka­rena pimpinan RS Haulussy selalu berlindung pada aturan yang se­be­narnya tidak perlu, karena me­nyangkut kepentingan banyak orang.

“Persepsi soal bagaimana me­nangani masalah tenaga seperti guru dan dokter yang memiliki implikasi kepada banyak orang harus dipandang berbeda dengan hal lain,” kesalnya.

Rovik mengungkapkan, pihak­nya dalam berbagai kesempatan baik ra­pat komisi hingga badan ang­garan telah menyampaikan persoalan ini tetapi tidak pernah ditindaklanjuti oleh Pemprov Maluku.

Tenaga dokter spesialis lanjut Rovik, hanya membutuhkan kon­sis­tensi dari pemprov artinya, pemba­yaran jasa hanya masalah dokternya saja, tetapi lihat pasien dan mas­yarakat yang hendak datang ke RS.

“Sederhana saja, Pemprov lang­sung intervensi pembayaran jasa dokter spesialis. Kalau alasan BLUD di RS ini baru setengah BL­UD bukan total, artinya masih biasa langkah diambil Pemprov,” tegasnya.

Rovik juga mempertanyakan sikap Pemprov Maluku yang hingga kini masih mempertahankan Nazarud­din sebagai Direktur RS Haulussy ditengah begitu banyak persoalan yang membelenggu RS Haulussy.

“Rumah sakit Haulussy ini su­dah sakit kronis karena manaje­men sudah sakit, maka pemerin­tah harus secepatnya ganti direk­tur. Jangan dibiarkan,” ujar Rofik.

Apalagi, kata Rofik, Direktur RS Haulussy saat ini sedang me­ngikuti seleksi untuk jabatan pimpinan pada salah satu RS di Indonesia, artinya dia sudah tidak punya itikad untuk Maluku. “Dia sudah mengikuti tes menjadi pimpinan di salah satu RS ternama di Indonesia artinya dia sudah tidak ada niat disini, sekda tahu itu jadi ganti saja apa susahnya,” ujarnya. (S-20)