AMBON, Siwalimanews – Pihak kepolisian diminta untuk transparan dalam mengusut kasus tindak pidana kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan oknum staf pengajar pada Fakultas Hukum Unpatti, Hendrik Salmon terhadap seniornya John Pasalbessy.

Kuasa Hukum John Pasalbessy Buce Hahury menuturkan beberapa waktu lalu, Salmon dengan arogansinya melakukan penganiayaan terhadap Pasalbessy yang adalah senior di fakultas tersebut. Sikap arogansinya ini bukan baru pertama kali, namun sudah berulang kali dan harus berujung ke laporan polisi.

“Jadi klien saya ini mengalami tindakan kekerasan dari Salmon itu sudah berulang kali. Ini yang sangat disayangkan, seorang pendidik dengan arogansinya melakukan tindakan itu di kampus. Passalbessy ini kan guru bagi Salmon. Jadi tindakan kekerasan oleh Salmon sagat disayangkan, ada murid yang tega melakukan kekerasan kepada orang yang mendidiknya,” ucap Hahury.

Atas tindakan Salmon ini, makaa Pasalbessy akhirnya melaporkan ke Polresta Ambon dan Direktorat Reskrimsus Polda Maluku. Sayangnya, sampai sekarang institusi kepolisian terkesan tidak merespon dengan baik laporan tersebut dan terkesan mendiamkan kasus ini.

“Kalau institusi polisi sudah seperti ini, lalu kami masyarakat mau mencari keadilan itu di mana. Jadi kami minta polisi jangan diamkan kasus ini. Proses hukum harus segera dilakukan terhadap Salmon,” pintanya.

Baca Juga: Aniaya Anak Angkat Hingga Tewas, Pasutri Diringkus Polisi

Tindakan Salmon kata Hahury, selain terancam dipidana, juga dikategorikan melanggar kode etik sebagai tenaga pendidik. Paslnya, Salmon terbukti melanggar kode etik sebagai tenaga pendidik sebagaimana tertera dalam Peraturan Senat Unpatti Nomor 01 Tahun 2014 tentang Pedoman Etika Kehidupan Kampus Unpatti.

Dalam pasal 15 Standar Etika Pendidik antara lain menghargai martabat manusia. Pasal 17 Etika Hubungan Pendidik dalam ayat (2) bersikap ramah dan sopan dan berlaku adil terhadap sesama pendidik dan tenaga kependidikan dalam interaksi baik dalam maupun di luar lingkungan universitas; ayat (3) menghormati sesama pendidik yang lebih senior, baik atas dasar usia dan kepakaran; ayat (7) menghormati perbedaan pendapat atau pandangan dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.

Selanjutnya kata Hahury, pasal 19 pendidik, tenaga kependidikan dan tenaga penunjang lainnya di lingkungan Unpatti berkewajiban untuk menciptakan lingkungan kampus yang bebas dari segala macam bentuk pelecehan dan diskriminasi karena setai dosen harus, memperlakukan sesama pendidik, tenaga kependidikan dan tenaga penunjang lainnya serta peserta didik secara sopan dan menghargai segala perbedaan yang ada.

Selain itu menghindari penggunaan kata-kata atau tindakan kotor, keji, tidak sopan, yang tidak semestinya atau pantas diucapkan atau dilakukan atau merendahkan martabat dan harga diri pendidik.

“Sanksi atas pelanggaran kode etik dapat berupa pelanggaran ringan, sedang dan berat, sehingga dapat diberikan sanksi administratif oleh rektor,” jelas Hahury.

Kemudian pada Pasal 32, ketentuan sanksi yang mengandung unsur pidana tetap berlaku walaupun diberikan sanksi kode etik.  Sebab tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yang memiliki kedudukan sebagai tenaga profesional.

Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 pasal 60 kewajiban dalam melaksanakan tugas keprofesionalan dosen berkewajiban menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika.

Pasal 78 dosen yang tidak melaksanakan kewajiban dalam Pasal 60 diberikan sanksi administratif berupa teguran, pengingatan tertulis, penundaan pemberian hak dosen, penurunan pangkat dan jabatan akademik, pemberhentian dengan hormat serta pemberhentian tidak dengan hormat.

Sementara itu, informasi yang dihimpun Siwalimanews dari Fakultas Hukum, Hendrik Salmon tengah menjalani sidang kode etik profesi di Universitas Pattimura. Salmon yang dikonfirmasi Siwalimanews melalui telepon selulernya, Senin (30/11) beberap kali tidak merespon panggilan meskipun  ponselnya aktif. (S-32)