Guru Cabul Minta Keringanan Hukuman
AMBON, Siwalimanews – Cabuli anak dibawah umur, Kaspar Janubi meminta keringanan hukuman dari hakim. Permintaan terdakwa yang adalah seorang guru olahraga di salah satu sekolah menengah pertama di Kabupaten Malteng itu akhirnya ditolak jaksa penuntut umum (JPU) dalam replik atau jawaban terhadap pembelaan (pledooi) terdakwa.
Sidang dengan agenda men-dengarkan pembelaan terdakwa itu digelar di Pengadilan Negeri Ambon secara virtual Kamis (30/4). Sidang tersebut dipimpin majelis hakim yang diketuai Christina Tetelepta, didampingi dua hakim anggota Hamzah Kailul dan Lucky Rombot Kalalo.
Dalam pembelaannya, terdakwa meminta supaya majelis hakim meringankan hukuman lantaran korban sudah memaafkan terdakwa. Meski demikian, JPU, Joze Lopulalan saat ditanya majelis hakim terkait permohonan terdakwa, menyatakan tetap pada tuntutan, yakni menuntut terdakwa dengan hukuman sembilan tahun penjara.
“Yang mulia majelis hakim, terdakwa sudah meminta maaf kepada korban dan sudah dimaafkan. Olehnya itu kami meminta supaya ada keringanan hukuman bagi terdakwa,” ujar Dominggus Huliselan, penasehat hukum terdakwa kepada majelis hakim.
Dalam pembelaannya, terdakwa juga berjanji tidak mengulangi perbuatannya yakni menyetubuhi anak di bawah umur. “Atas tuntutan tersebut terdakwa memohon keringanan yang mulia. Terdakwa sudah mengakui kesalahannya, ia juga menyesal dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya,” harap Huliselan.
Baca Juga: Kasus Penggelapan Pajak Kendaraan Mandek di PolisiTuntut Sembilan Tahun Penjara
Seperti diberitakan sebelumnya, terdakwa kasus persetubuhan terhadap anak dibawah umur, Kaspar Janubi alias Pak Yan (55) dituntut sembilan tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU), Rian Joze Lopulalan pada persidangan online di Pengadilan Negeri (PN) Ambon , Kamis (23/4).
Terdakwa yang berprofesi sebagai guru olahraga di salah satu sekolah itu juga dituntut membayar denda senilai Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Dalam pembacaan tuntutan yang dipimpin majelis hakim yang diketuai Christina Tetelepta, didampingi dua Hakim Anggota Hamzah Kailul dan Lucky Rombot Kalalo itu, JPU menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak dibawah umur.
Perbuatan terdakwa terbukti melanggar pasal 81 ayat (1) Undang Undang RI No. 17 tahun 2016 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang Undang RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam tuntutannya, JPU mengatakan hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa yakni menghancurkan masa depan korban. Selain itu, perbuatan terdakwa telah membuat ibu korban menjadi malu terhadap lingkungan sekitarnya.
Sedangkan hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum. Terdakwa juga bersikap sopan di persidangan. Ia juga mengakui perbuatan dan menyesalinya.
Terdakwa diketahui melakukan persetubuhan sebanyak tiga kali terhadap korban. Kejadian itu bermula di rumah terdakwa di Kabupaten Maluku Tengah saat korban mengungsi di rumah terdakwa karena gempa.
Peristiwa berawal pada November 2019, saat itu korban sedang menulis kisi-kisi tes semester. Dalam bulan yang sama sekitar pukul 17.30 Wit, terdakwa kembali melakukan aksi bejatnya itu. Setelah melakukan aksinya, terdakwa memberikan uang sebesar Rp.100.000 kepada korban.
Selanjutnya persitiwa kembali berulang pada 1 Desember 2019 sekitar pukul 19.30 WIT saat korban hendak mengambil air di rumah terdakwa. Untuk diketahui, sidang dilakukan secara online melalui sarana video conference dengan menggunakan aplikasi zoom.
Majelis hakim bersidang di ruang sidang Pengadilan Negeri Ambon, JPU bersidang di aula kantor Kejaksaan Negeri Ambon. Sedangkan terdakwa didampingi kuasa hukumnya Dominggus Huliselan bersidang di Rutan Kelas II A Ambon.
Sidang kemudian dilanjutkan sampai pekan depan dengan agenda mendengarkan putusan majelis hakim. (Mg-2)
Tinggalkan Balasan