AMBON, Siwalimanews – Direktur PT Nusa Ina Pratama, Yusuf Rumatoras menyerahkan diri ke Kejati Maluku. Ia langsung dieksekusi ke Lapas Kelas II Ambon.

Terpidana kasus kredit macet Bank Maluku tahun 2005 senilai Rp 4 miliar ini menyerahkan diri  pada Sabtu (19/12) malam.

“Kami eksekusi terpidana Rumatoras. Dia serahkan diri,” kata Kasi Pidsus Kejari Ambon, Ruslan Mara­sabessy, saat dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (19/12).

Marasabessy enggan ba­nyak berkomentar. Ia me­minta untuk mengkonfi­rmasi Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette.  “Iya, ke Lapas, lebih lengkapnya nanti tanya Kasipenkum saja,” katanya.

Samy Sapulette saat dihubungi men­jelaskan, Yusuf Rumatoras me­nye­rahkan diri ke Kejati Maluku sekitar pukul 20.30 WIT. Setelah menandatangani sejumlah berkas, ia kemudian digiring ke Lapas Kelas II Ambon.

Baca Juga: Pengacara Laitupa: UIP PLN Harus Tersangka

Rumatoras dibawa dengan pe­nga­walan ketat jaksa yang dipimpin Kasi Penyidikan Kejati Maluku, Oceng Ahmadaly dan Kasi Pidsus Kejari Ambon Ruslan Marasabessy.

“Sudah dieksekusi ke Lapas sekitar pukul 20.30 WIT,” ujarnya.

Awalnya Rumatoras divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Ambon. Jaksa tak terima. Korps Adhyaksa menuntut Rumatoras dihukum delapan tahun penjara, denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti senilai Rp4 miliar.

Jaksa kemudian mengajukan kasasi. Mahkamah Agung menghukum Rumatoras 5 tahun penjara.

Saat hendak diesekusi, Rumatoras menghilang. Kejati Maluku kesulitan melakukan pencarian, sehingga akhirnya memasukannya dalam daftar pencarian orang (DPO) pada medio November 2018 lalu.

Dalam kasus ini, selain Yusuf Rumatoras Kejati Maluku juga menjerat Matheus Adrianus Matitaputty, Eric Matitaputty, dan Markus Fengahoe.

Mahkamah Agung menghukum Eric Matitaputty tujuh tahun penjara, dan denda Rp 500 juta subsider delapan bulan kurungan. Markus Fengahoe dan Matheus Adrianus divonis delapan tahun penjara, dan denda masing-masing Rp 500 juta subsider delapan bulan kurungan.

Kasus kredit macet ini berawal, ketika Jusuf Rumatoras yang adalah Direktur PT. Nusa Ina Pratama yang pada 2006 mengajukan permohonan kredit modal kerja pembangunan KPR Poka Grand Palace lewat surat permohonan nomor 99/ABN/NIP/200 tanggal 22 Maret 2006 kepada pimpinan PT.Bank Maluku Cabang Utama Ambon sebesar Rp 4 miliar.

Rumatoras kemudian melakukan wawancara dengan terdajwa Eric Matitaputty selaku analis kredit. Eric lalu menyampaikan ke pimpinan bank, kalau a dana kredit bagi PT. NIP diperlukan segera mungkin untuk membangun perumahan Pemprov Maluku di kawasan Poka guna menanggulangi korban kerusuhan atau bencana sosial Ambon yang tidak memiliki rumah.

Dalam mengajukan permohonan kredit, Rumatoras melampirkan sejumlah dokumen diantaranya IMB 648.3.1240 tanggal 26 Oktober 2005 atas nama Pemprov Maluku dan Walikota Ambon sebanyak 137 unit KPR tipe 75, 54, serta tipe 43. Namun IMB tersebut bukan atas nama PT. Nusa Ina Pratama.

Rumatoras juga menggunakan sertifikat hak pakai nomor 02 atas nama Pemprov Maluku sebagai jaminan tambahan dalam permohonan kredit.

Rumatoras lalu bekerjasama dengan terdakwa Eric selaku analis kredit. Bukti kepemilikan atas jaminan tambahan dicatat dengan status SHGB atas nama PT. Nusa Ina Pratama milik Jusuf. Padahal status tanah seluas 18.220 meter persegi itu masih sebatas hak pakai dan pemiliknya adalah Pemprov Maluku.

Permohonan kredit ini akhirnya disetujui terdakwa Matheus Adrianus Matitaputty selaku kepala cabang utama tanggal 30 April 2007. Namun sampai akhir tahun 2008, Rumatoras belum mengembalikan pinjaman tersebut.

Rumatoras juga mengajukan permohonan perpanjangan waktu pengembalian kredit, namun yang dikembalikan hanya sebesar Rp 300 juta.

Markus Fangohoy juga berperan membantu Rumatoras dengan cara menerbitkan dokumen pengusulan kredit untuk perpanjangan waktu kredit bagi PT. Nusa Ina Pratama selama satu tahun tanpa dasar jaminan yang jelas. (S-49)