AMBON, Siwalimanews – Penolakan warga terhadap kebijakan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang memakai sejumlah gedung sekolah sebagai tempat karantina perlu disikapi serius. Sosialiasikan harus dilakukan secara baik kepada masyarakat, sehingga mereka paham.

Anggota DPRD Provinsi Maluku Daerah pemilihan Kota Ambon, Jantje Wenno menyayangkan penolakan warga. Namun begitu, ia meminta gugus tugas melakukan sosialisasi sebelum gedung-gedung sekolah dijadikan tempat karantina.

“Selaku pribadi jujur saya menyayangkan terjadinya penolakan ini,” kata Wenno kepada Siwalima, melalui pesan WhatsApp, Sabtu (25/4).

Wenno mengaku tidak mengetahui secara pasti, apakah penolakan, karena belum disosialisasikan kepada masyarakat. Olehnya ia meminta pemerintah melakukan sosialisasi terlebih dahulu, sebelum penetapan lokasi karantina agar dapat mengetahui reaksi dari masyarakat.

“Saya kira kalau masyarakat setempat dikasih tahu dan memahami, mungkin penolakan itu tidak akan terjadi,” ujarnya.

Baca Juga: Hasil Rapid Test, Enam Mahasiswa Aru Negatif

Lanjutnya, sosialisasi yang dilakukan juga harus berkaitan dengan status seseorang dalam protokol penanganan Covid-19, seperti pelaku perjalanan, orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), sehingga masyarakat dapat memahami.

Kalau sudah disosialisasikan, ia berharap jangan ada lagi penolakan dari masyarakat, karena ini berkaitan dengan upaya pemerintah menekan penyebaran Covid-19 di Kota Ambon.

Wenno juga meminta kepada pihak-pihak tertentu untuk tidak memprovokasi masyarakat.

Hal senada disampaikan Jelly Toisutta, Anggota Komisi I DPRD Kota Ambon. Menurutnya, Pemkot perlu memberikan pemahaman yang baik bagi masyarakat mengenai pentingnya karantina dalam upaya pencegahan Covid-19.

“Jangan langsung menentukan tempat karantina, tanpa memberikan pemahaman dan edukasi  yang baik bagi masyarakat,” kata Toisutta.

Jika diberikan edukasi soal protokol penanganan Covid, Toisutta yakin tidak terjadi penolakan oleh  warga.

“Masyarakat harus memahami yang dinamakan, ODP dan PDP ataupun pelaku perjalanan, sehingga tidak salah kaprah,” ujarnya.

Dikatakan, semua orang pastinya takut, karena dari awal pemberitaan untuk virus corona membuat masyarakat memiliki sugesti yang buruk untuk virus ini. Tetapi jika diberikan pemahaman, misalnya soal karantina bagi pelaku perjalanan selama 14 hari atau ODP, pasti masyarakat paham.

Minta Warga Dukung

Anggota Komisi I DPRD Kota Ambon, Christianto Laturiuw menegaskan Pemkot perlu memberikan pemahaman yang baik bagi masyarakat mengenai pentingnya karantina dalam upaya pencegahan penularan Covid-19.

“Yang harus dipahami tempat karantina yang di Desa Air Louw itu bukan untuk orang yang sakit Covid-19, tetapi hanya untuk transit artinya untuk orang yang datang dari luar,” ujar Laturiuw.

Jika ada orang yang memeliki gejala sakit,  kata Laturiuw, baru akan dirujuk ke rumah sakit. “Langkah yang ditempuh Pemerintah Kota Ambon memiliki tujuan yang sangat baik untuk menghentikan penyebaran Covid-19,” tandasnya.

Ia berharap, masyarakat dapat menggunakan hati dan pikiran yang baik dan bijaksana untuk mendukung pemerintah mencegah penyebaran Covid-19.

“Mari katong saling baku bantu dan saling mendoakan, semoga Tuhan menjaga dan selalu menyelamatkan katong di Provinsi Maluku dan juga di Kota Ambon manise tercinta,” paparnya.

Warga Airlouw Ngamuk

Seperti diberitakan, puluhan warga Dusun Airlouw, Desa Nusaniwe Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon ngamuk gedung SMP Negeri 22 dijadikan tempat karantina pelaku perjalanan atau orang dalam pemantauan (OPD) virus corona.

Mereka berbondong-bondong keluar ke jalan Kamis, (23/4) pagi, setelah mendengar informasi, kalau tim gugus tugas Covid-19 akan membawa fasilitas karantina ke gedung SMP 22 yang berada di Dusun Airlouw.

Warga bergegas memblokade akses masuk ke sekolah, dengan menebang pohon menutupi badan jalan. Tak hanya itu, mereka juga memasang spanduk yang bertuliskan, “Kami RT 12/03 menolak dengan tegas SMP Negeri 22 dijadikan tempat karantina Covid-19”.

Salah seorang warga Airlouw, Jacky Leatemia menegaskan, warga marah dan merasa tidak dihargai, karena tidak diberitahu oleh RT jika SMP Negeri 22 akan dijadikan tempat karantina.

“Kami marah, karena RT ambil keputusan sendiri untuk sekolah ini dipakai sebagi tempat karantina,” tandas Jacky kepada Siwalima, di Airlouw.

Menurut lelaki 38 tahun ini, sudah ada pertemuan antara Pemerintah Desa Nusaniwe dengan RT terkait rencana gedung SMP Negeri 22 dijadikan tempat karantina. Namun belum mencapai kesepakatan. Tetapi RT sudah mengambil keputusan sepihak

“Memang betul ada pertemuan dengan pemerintah desa, tapi belum dapa keputusan pasti, tapi RT tanpa koordinasi dia ambil keputusan sendiri,” ujar Jacky.

Setelah ditolak oleh warga Dusun Airlouw, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Ambon, akhirnya mengalihkan tempat karantina ke Desa Amahusu, Kecamatan Nusaniwe.

Penolakan juga sebelumnya terjadi di Kayu Tiga, Desa Soya, Kecamatan Sirimau. Warga setempat yang baru pulang dari perjalanan ke Bali dan Jakarta ditolak untuk dikarantina di gedung SDN 94 Ambon. Warga juga memalang pintu masuk sekolah dengan kayu.  Pelaku perjalanan tersebut akhirnya dibawa untuk dikarantin di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Maluku, Wailela Ambon. (Mg-4/Mg-5)