AMBON, Siwalimanews – Ratusan warga tiga dusun di Negeri Waai, yang terkena imbas langsung mega proyek Ambon New Port, menge­luhkan kepemimpinan Gubernur Murad Ismail, yang tidak pro rakyat.

Keluhan warga Dusun Batu Dua, Ujung Batu dan Batu Naga itu di­sampaikan langsung kepada Ang­gota Komisi I DPRD Maluku, yang turun bertemu mereka, Senin (4/10).

Kedatangan wakil rakyat itu, untuk mendengar sejauh mana tindaklan­jut dan kesepakatan yang sudah dibangun oleh Pemerintah Provinsi Maluku, dengan warga sebagai pe­milik lahan.

Tiga dusun itu memang yang paling terdampak dengan rencana pem­bangunan proyek bernilai Rp5 triliun tersebut.

Awalnya, warga Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Te­ngah, sangat bangga dengan ren­cana pembangunan proyek jumbo oleh Presiden Joko Widodo. Namun belakangan, mereka kecewa karena tidak pernah ada pertemuan apalagi kesepakatan, tiba-tiba terdengar kabar akan ada peletakan batu per­tama, atau groundbreaking.

Baca Juga: Terpilih jadi Rektor, Hetharia Janji Maksimalkan Potensi UKIM

Mereka bersikeras tak akan keluar dari tanah yang sudah mereka tem­pati turun temurun. “Katong seng akan pindah dari sini, sebab dusun ini dari katong moyang, katog pung tete dan nene sampai katong pung orang tua, bahkan beta pung anak-anak samua potong pusa di sini begitupun cucu-cucu, jadi beta deng keluarga seng akan pindah dari sini,” ucap salah satu nenek dengan berlinang air mata sambil menggendong cucunya.

Selain menolak pindah, warga juga mengecam sikap dari Pemprov Ma­luku dibawah kepemimpinan Murad Ismail yang dengan otriter, serta tanpa ada sosialisasi bahkan tanpa sepengetahuan warga di tiga dusun ini, langsung datang ingin gusur dan merelokasi warga begitu saja.

Untuk itu warga yang menolak digusur minta kepada agar Gubernur Murad mencari lokasi lain untuk dijadikan sebagai tempat pembangunan Ambon New Port, sebab apapun yang terjadi mereka tidak akan pindah dari lokasi tersebut.

“Dusun Batu Dua, Ujung Batu dan Batu Naga ini bukan kintal kosong, lalu pemerintah seenaknya saja datang langsung main pasang patok atau gusur sana gusur sini. Ini tanah kami, untuk itu kami minta pemda jangan gusur kami,” teriak salah satu demonstran di hadapan Anggota Komisi I DPRD Maluku.

Untuk diketahui, kedatangan Komisi I DPRD Maluku ini disambut aksi demonstrasi yang dilakukan oleh warga yang bermukim pada tiga dusun tersebut, sebagai tanda bahwa mereka menolak untuk dikeluarkan dari tanah mereka sendiri.

Ratusan warga terutama anak-anak dan para ibu terlihat membawa pamflet bertuliskan La Murad Ismail Ale Kamana, investasi besar jadi bencana besar, sapa bale batu batu bale dia, jangan gusur tanah moyang-moyang kami, jangan gusur katong, ini katong pung tanah. Ada pula pamflet yang bertuliskan Dusun Batu Dua, Ujung Batu dan Batu Naga bukan kintal kosong, serta LIN Lumbung Ikan Neraka.

Disesalkan

Ketua Komisi I DPRD Provinsi Malu­ku, Amir Rumra ­menye­salkan sikap Pemprov Maluku yang tidak me­lakukan sosialisasi jelas ter­kait rencana pembangunan Ambon New Port kepada masyarakat.

“Kunjungan komisi meru­pakan bentuk pertanggung jawaban terhadap masyarakat Dusun Ujung Batu, Batu Naga dan Batu Dua,” ungkap Rumra.

Kedatangan Komisi I, katanya bertujuan untuk melihat situasi di lapangan dan langsung mendengar keluhan masyarakat, sebab UU Nomor 2 tahun 2012 maupun Pera­turan Pemerintah Nomor 19 tahun 2021 mewajibkan Pemerintah yang hendak melakukan pembebasan lahan wajib melakukan tahapan ganti untung bukan ganti rugi.

“Karena informasi yang kami dengar terkait dengan belum dila­kukannya sosialisasi, maka kami da­tang untuk mendengar dan melihat langsung,” jelasnya.

Alhasil, masyarakat mengeluhkan belum adanya sosialisasi dari peme­rintah daerah dan sebenarnya pada awal penetapan lokasi Pemerintah Provinsi Maluku seharusnya mela­kukan sosialisasi lebih dahulu baru ditentukan lokasinya.

“Ini yang kami sesalkan, mestinya awal menetapkan lokasi seharusnya disosialisasikan dahulu baru diten­tu­kan lokasinya,” tegasnya.

Menurutnya, apapun yang terjadi hak-hak masyarakat tidak bisa dilangkahi karena sudah diama­natkan UU, karena itu Komisi I sebagai garda terdepan akan mem­perjuangkan hak-hak masyarakat tiga dusun ini.

“Kita tetap mempertahankan hak masyarakat sebagaimana diama­natkan dalam UU sehingga mas­yarakat tidak boleh diintimidasi baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah negeri karena mereka telah mengantongi sehingga tidak boleh ada intimidasi,” jelasnya.

Politisi PKS Maluku ini meminta kepada masyarakat tiga dusun tersebut melaporkan, jika terdapat intimidasi dari pihak dan oknum manapun agar ditindaklanjuti oleh Komisi I, sebab masyarakat yang ada telah berdiam sejak ahun 1921 maka harus diperjuangkan. (S-50)