AMBON, Siwalimanews – Gubernur Maluku, Murad Ismail diingatkan untuk menjaga keharmo­nisan pemerintahan baik antara lembaga eksekutif maupun legislatif.

Hal ini penting, karena sebagai penyelenggara pemerintahan DPRD dan pemerintah sebagai penyeleng­gara pemerintahan daerah sebagai­mana tertuang didalam pasal 58 UU Nomor 32 Tahun 2014

Sehingga sebagai penyelenggara, DPRD merupakan bagian dari pe­merintah daerah sehingga kedudu­kan DPRD dan kepala daerah sama-sama sebagai penyelenggara peme­rintahan daerah, bukan lembaga yang berdiri sendiri sehingga ke­harmonisan dalam pemerintahan perlu dijaga.

Menurut akademisi Fisip UKIM, Amelia Tahitu, pernyataan Gubernur Murad Ismail bahwa Benhur Watu­bun dipaksakan menjadi Ketua DPRD dan belum siap sangatlah ti­dak tepat, karena penyampaian ter­sebut disampaikan didepan publik, apalagi tugas pimpinan dewan itu bersifar kolektif kolegal dimana jika ketua berhalangan hadir maka tugas tersebut bisa diwakilkan kepada pimpinan dewan yang lain.

Dikatakan, gubernur mestinya dapat membedakan antara ruang publik dan ruang privat, sehingga per­nyataan yang dikeluarkan pun sesuai dan tidak menyinggung apalagi yang menjadi objek kritikan itu adalah seorang Ketua DPRD.

Baca Juga: Walikota: Target Pendapatan Daerah Meleset

“Yang muncul itu karena emosi dalam berkomunikasi yang tidak terkendali dalam menghadapi situasi, artinya dari sisi komunikasi memang tidak santun. Gubernur harus bisa membedakan mana persoalan pribadi dan persoalan publik, sehingga pernyataan yang keluar pun tidak menimbulkan polemik,” ujar Tahitu saat diwa­wancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (3/7)

Lebih jauh kata dia, jika pe­mimpin sekelas Gubernur dapat mengelola komunikasi dengan baik maka tidak terjadi ruang komunikasi yang tidak santun seperti yang terjadi.

Katanya, persoalan pribadi tidak boleh dibawah dalam kinerja pemerintahan sebab akan sangat berdampak dan mengganggu ke­harmonisan antar lembaga peme­rintahan, apalagi Gubernur tidak dapat mengelola pemerintahan tanpa ada dukungan politik dari DPRD.

Lagipula untuk menjadi Ketua DPRD tidaklah mudah, tetapi harus melalui proses penilaian oleh DPP dan ketika dengan alasan tidak menghadiri agenda, tidaklah benar jika penilaian itu diberikan kepada Ketua DPRD

“Dalam semangat mengelola pemerintahan kalau ketua tidak hadir bisa diwakilkan, jadi sah-sah saja kalau ketua tidak hadir, sama seperti ketika Gubernur tidak hadir maka diwakilkan kepada Wakil Gubernur,” ujarnya.

Tahitu pun mengingatkan Guber­nur agar kedepannya lebih hati-hati dalam mengeluarkan pernyataan diruang-ruang publik guna men­jaga keharmonisan diantara sesama lembaga penyelenggara pemerintahan di daerah.

“Kedepannya pola komunikasi harus diubah dan gubernur harus saling menjaga harmonisasi agar tidak menjadi pertontonkan publik,” tegasnya.

Terpisah, Ketua GAMKI Cabang Ambon, Josias Tiven mengatakan se­bagai seorang gubernur, Murad Ismail mestinya menjaga hubu­ngan baik diantara lembaga pemerintahan.

Sebab, Gubernur tidak akan mung­kin dapat mengelola peme­rintahan di Provinsi Maluku jika tidak ada dukungan dari DPRD dengan tugas dan fungsi yang telah diberikan UU.

“Sebagai seorang kepala dae­rah harus menjaga harmonisasi antara eksekutif dan legislatif ja­ngan sampai ada tendensi sebe­lumnya yang mungkin membekas sehingga pernyataan dikeluarkan,” ucap Tiven.

Dijelaskan, Gubernur ketika me­ngeluarkan pernyataan seharus­nya bercermin sebab selama ini Gubernur hanya sering menghadiri acara seremonial, sedangkan agenda penting bagi masyarakat Maluku justru di wakili oleh wakil gubernur dan sekda.

Padahal sebagai kepala daerah gubernur seharusnya hadir pada acara yang berkaitan dengan pembangunan Maluku kedepan.

“Sepertinya pernyataan yang dikeluarkan Gubernur kemungki­nan ada dendam pribadi karena kepentingan politik lainnya tapi itu tidak pantas sebab pernyataan dikeluarkan saat pemberian he­wan kurban sehingga tidak men­cerminkan sifat seorang pemim­pin,” tegasnya

Kader Kecam

Sebelumnya, rame-rame kader PDIP Maluku mengecam Gubernur Maluku, Murad Ismail, lantaran menyebut Benhur Watubun tidak siap menjadi Ketua DPRD Maluku.

Tudingan mantan Ketua PDIP Maluku yang dilontarkan saat menyerahkan bantuan hewan qurban Presiden Joko Widodo, di pelataran Masjid Raya Al Fatah Ambon, Rabu (28/6) dinilai sebagai miskin etika.

Pasalnya, dengan semangat kemitraan dalam membangun daerah, Gubernur Maluku mesti­nya menjaga keharmonisan antara eksekutif dan legislatif, bukan sebaliknya menyerang ketua lembaga perwakilan rakyat Maluku.

Wakil Ketua Bidang Kehormatan DPD PDIP Provinsi Maluku, Hen­drik Sahureka mempertanyakan pernyataan yang dikeluarkan oleh Murad Ismail.

“Kalau seorang Murad Ismail mempertanyakan kelayakan se­orang Ketua DPRD, pertanyaannya apakah yang bersangkutan layak untuk menjadi seorang gubernur yang tidak pernah hadir dalam rapat-rapat penting dengan DP­RD,” ujar Sahureka menangapi per­nyataan MI sapaan akrab gu­bernur itu kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (1/7).

Kritikan yang disampaikan MI kata Sahureka, tidak adil sebab pada saat yang bersama Ketua DPRD Provinsi Maluku dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPD PDIP sedang dalam perjalanan usai menghadiri agenda Bulan Bung Karno.

Dijelaskan, DPRD Provinsi Ma­luku memiliki tata kerja yang berbeda dengan lembaga lain, dimana pimpinan di DPRD bersifat kolektif kolegial artinya, jika Ketua DPRD berhalangan maka dapat diwakili kepada para Wakil Ketua yang lain.

Selain itu, penunjukkan Benhur George Watubun sebagai Ketua DPRD Provinsi Maluku, merupakan kewenangan DPP yang telah melalui serangkaian penilaian termasuk dari aspek kemampuan manajerial dan bukan main-main.

Lantas, Sahureka menilai MI dalam kapasitas sebagai Guber­nur Maluku sangat tidak beretika dan menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat, karena masya­rakat akan menilai ketidakhar­mo­nisan dalam birokrasi pemerintah daerah.

“Pernyataan itu tidak berdasar dan tidak dapat diterima kecuali gu­bernur menjalankan fungsi dengan baik. Mengkritisi orang lain itu wajar tetapi selagi dia men­jalankan fungsi pemerintahan tidak baik maka jangan mengkritik orang lain. Jadi bagi kami Gubernur sa­ngat tidak beretika,” tegasnya.

Tak Paham Struktur

Terpisah senior PDIP Maluku, Yusuf Leatemia mengecam per­nyataan MI. Dia menyebut pernya­taan tersebut konyol dan tak mendasar.

Selaku Gubernur, lanjut dia, MI mestinya paham soal struktur kelembagaan DPRD, terutama pada unsur pimpinan yang berlaku kolektif. Jika Ketua DPRD tidak dapat menghadiri suatu acara, maka dapat dihadiri oleh pimpinan lainnya yang adalah wakil-wakil Ketua DPRD.

“Itu pernyataan putus asa, pernyataan konyol, pernyataan tidak simpatik. Itu pernyataan yang memalukan, MI mestinya paham bahwa ketika ketua mengutus pimpinan lainnya dalam suatu acara, berarti mungkin ada tugas atau kesibukan lain. Apalagi melekat pada jabatannya sebagai Ketua DPRD, juga Ketua DPD PDI Perjuangan dan juga anggota DPRD, “ujar Leatemia saat diwa­wancarai Siwalima via telepon selulernya, Sabtu (1/7).

Dikatakan, jika MI menyebut Benhur Watubun tidak mampu, itu sama halnya dengan dia selaku Gubernur Maluku yang juga tidak mampu untuk memimpin daerah ini. Karena hubungan eksekutif dan legislatif haruslah dijaga.

Doakan MI

Terpisah itu, Ketua DPRD Pro­vinsi Maluku Benhur George Wa­tubun memilih untuk tidak ikut mencibir MI dan justru mendoakan agar Murad Ismail berumur panjang dan diberkati selalu dalam tugas pemerintahan.

“Semoga umur panjang dan Tuhan memberkatinya selalu,” ujar Benhur singkat.

Ia pun memastikan DPRD Pro­vinsi Maluku tidak akan terpe­ngaruh dengan pernyataan Gu­bernur Maluku dan tetap menja­lankan tugas-tugas pemerintahan dengan baik

Tak Layak

Diberitakan sebelumnya, Benhur George Watubun dituding belum layak menjadi pimpinan lembaga perwakilan rakyat DPRD Provinsi Maluku.

Tudingan ini diungkapkan langsung Gubernur Maluku yang juga mantan Ketua DPD PDIP, Murad Ismail saat memberikan sambutan dalam acara penye­rahan hewan qurban dari Pre­-siden Joko Widodo dipelataran Masjid Al-fatah, Rabu (28/6).

Awalnya, Murad Ismail memberikan salam kepada para pimpinan forum komunikasi pimpinan daerah namun saat menyapa Ketua DPRD yang diwakili oleh Wakil Ketua, Abdullah Asis Sangkala, Murad pun melontarkan pernyataan kerasnya kepada aketua DPRD.

Di depan tamu undangan, Murad menilai jika Benhur George Watubun belum siap untuk menjadi Ketua DPRD namun dipaksakan untuk menjadi ketua DPRD.

“Belum siap jadi Ketua DPR tapi dipaksakan jadi Jetua DPRD,” ujar Murad.

Menurutnya, akibat dari belum siap menjadi Ketua DPRD berdampak pada kesiapan Benhur dalam menghadirinya acara-acara resmi dan selalu diwakili.

“Dipaksakan jadi Ketua DPRD itu tidak pernah siap dimana pun acara-acara resmi berada berada,” cetus mantan Ketua DPD PDIP Maluku ini.

Usai menyinggung ketidak­hadiran Benhur, Murad pun melanjutkan dengan memberi­kan salah bagi pimpinan OPD yang hadir. (S-20)