DALAM politik tak ada peristiwa yang terjadi kebetulan. Semua ”by design”. Semua direncanakan. Bahkan momentum pun dapat diciptakan.

Itulah bagian dari strategi. Kata Sun Tzu (544-496 SM), strategi adalah senjata paling ampuh dalam perang.

Diberitakan, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri secara langsung menegur Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam acara Pelatihan Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami yang digelar DPP PDIP secara virtual, beberapa waktu lalu. Megawati menegur Ganjar soal penanganan banjir rob di Semarang.

Publik tak bisa melepaskan teguran Megawati itu dari teguran Bambang Pacul Wuryanto beberapa waktu lalu.

Keduanya saling berkaitan. Bambang Pacul, ketua DPP PDIP dan Ketua DPD PDIP Jawa Tengah itu menegur Ganjar yang ia nilai ”kamajon” (terlalu maju) dan ”keminter” (sok pintar). Diduga teguran Bambang Pacul ini dilancarkan setelah melihat elektabilitas Ganjar terus meroket sebagai kandidat calon presiden 2024, jauh di atas Puan Maharani. Di sisi lain, Bambang Pacul mendesakkan Puan sebagai capres dari PDIP. Dia menilai Ganjar bukan siapa-siapa, sedangkan Puan adalah putri mahkota.

Baca Juga: BMW Kembali Sambangi Warga Kota

Kini baliho Puan, ketua DPP PDIP yang juga Ketua DPR RI itu bertebaran di mana-mana, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Ponorogo bahkan area yang semula ditempati baliho Ganjar kini ditempati baliho Puan. Akhirnya muncul asumsi di PDIP terjadi perang internal antara Ganjar dan Puan dalam memperebutkan tiket capres 2024.

Labu Emas

Perlakuan berbeda PDIP terhadap Ganjar dan Puan ini mengingatkan kita akan kisah Bawang Merah-Bawang Putih, dongeng asal Riau.

Ganjar adalah (seakan-akan) Bawang Putih, Puan adalah (seakan-akan) Bawang Merah. Ganjar anak tiri, Puan anak emas.

Maklum, Ganjar hanyalah anak ideologis, sedang­kan Puan adalah anak ideologis sekaligus anak biologis Megawati. Ibarat anak tiri, Ganjar disiasiakan. Sedangkan Puan disayangsayang. Bagaimana elektabilitas politik mereka?

Hasil survei Indostrategic, 23 Maret-1 Juni 2021, misalnya, menempatkan Ganjar di urutan ke-3 capres 2024 dengan angka 8,1 persen, di bawah Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (17,5 persen) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (17 persen). Sementara Puan ada di posisi ke-12 dengan angka 0,6 persen. Hasil survei Litbang Kompas, elektabilitas Prabowo 16,4 persen, Anies 10 persen, dan Ganjar 7,3 persen.

Hasil survei Voxpol Center bahkan menempatkan Ganjar Prabowo sebagai kandidat capres yang memiliki elektabilitas tertinggi, yakni 19,2 persen.

Ganjar mengungguli Prabowo (18,9 persen). Sementara posisi ketiga dan keempat masing-masing ditempati Anies (14,1 persen) dan Sandiaga Uno (8,3 persen). Nama Puan tidak masuk. Di kalangan milenial, Ganjar juga diunggulkan.

Hasil survei Center for Political Communication Studies (CPCS) menunjukkan pemilih milenial dan Gen Z dikuasai Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil. Elektabilitas Ganjar bertengger di angka 17,7 persen, ditempel RK (16,0 persen). Menyusul Prabowo (12,8 persen), Anies (7,6 persen), dan Agus Harimurti Yudhoyono (7,3 persen). Maka masuk akal bila kemudian baliho Puan bertebaran di manamana untuk mendongkrak elektabilitasnya.

Elite-elite PDIP yakin, elektabilitas Puan akan segera terkerek. Sayangnya, keyakinan itu tak paralel dengan fakta di lapangan. Baliho Puan menjadi sasaran vandalisme.

Alkisah, ketika mencuci pakaian keluarga di sungai, pekerjaan rutinnya sehari-hari, tak sengaja selendang ibu tirinya hanyut. Bawang Putih pun mencarinya ke sepanjang aliran sungai itu, hingga sampailah ia di sebuah gua.

Di dalam gua itu, Bawang Putih bertemu seorang nenek tua yang kemudian menawarinya dua labu sebagai hadiah karena telah membantunya bekerja. Namun Bawang Putih memilih labu yang kecil. Sesampai di rumah, ketika labu itu dipecahkan oleh sang ibu yang sedang marah karena Bawang Putih terlambat pulang, ternyata isinya perhiasan emas berkilauan.

Demi mendapat emas, Bawang Merah pun me­ngikut jejak Bawang Putih. Ia sengaja menghanyutkan selendang ibunya saat mencuci pakaian yang seumur-umur baru dia lakukan.

Ia pun mencarinya sampai ke gua. Di gua, ia ber­temu nenek tua yang menawarinya dua labu. Bawang Merah pun memilih labu yang besar yang ia asumsikan lebih banyak isi emasnya.

Sesampai di rumah, ketika dipecahkan, ternyata labu itu berisi ular-ular berbisa. Apakah nenek tua itu bisa dianalogikan sebagai Pemilihan Presiden 2024 di mana Ganjar ibarat Bawang Putih yang akan mendapat labu emas berupa dukungan rakyat?

Tak mudah bagi Ganjar untuk meraih tiket capres dari PDIP. Ada Puan sang putri mahkota. Kecuali jika Megawati masih istikomah dengan rasionalitas politiknya. Pada Pilpres 2014, meski dirinya bisa maju dengan mudah, namun Megawati memberikan tiket capres kepada Joko Widodo yang elektabilitasnya tak tertandingi.

Akankah hal yang sama terjadi pada Pilpres 2024, di mana Megawati memberikan tiket capres kepada siapa pun kadernya yang elektabilitasnya paling tinggi? Hanya Tuhan dan Megawati yang tahu. (Karyudi Sutajah Putra, Analis politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI) Jakarta.)