BERGANTINYA tahun membawa asa dan semangat baru, termasuk bagi pembangunan pendidikan di Indonesia. Di atas permukaan, berbagai terobosan kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) kerap menyisakan kontrovesi. Evaluasi dan refleksi atas sejumlah kebijakan pun telah dilakukan, utamanya evaluasi ter­hadap sembilan program prioritas meliputi platform digital pendidikan, Kurikulum Merdeka, assesmen na­sional, guru penggerak, sekolah penggerak, Merdeka Belajar Kampus Merdeka, literasi, tiga dosa pendidikan, dan BLU Museum Nasional.

Evaluasi terhadap implementasi kebijakan program prioritas tersebut tentunya perlu diapresiasi, khususnya terhadap berbagai keberhasilan atau output dan outcome dari setiap program. Meski demikian, jangan sampai terjadi ironi kebijakan karena ambisi elite sehingga kerap terjadi gonjang-ganjing sejumlah kebijakan Kemendikbud-Ristek seperti tahun lalu. Posisi ini tak lantas menyatakan kebijakan Kemendikbud-Ristek gagal. Namun, masih perlu penguatan berbagai kebijakan dan fokus pada rekomendasi yang harus dijalankan ke depan.

Mengkritisi kebijakan

Salah satunya, alternatif yang perlu dikembangkan ke depan ialah dibentuknya standar digitalisasi pendidikan guna mengoptimalkan program platform digital pendidikan. Digitalisasi pun tidak hanya mengakomodasi platform-platform bagi setiap program pendidikan di Kemendikbud-Ristek. Lebih jauh dari itu, perlu dipikirkan bagaimana upaya digitalisasi diterapkan di seluruh aspek kegiatan pendidikan di semua wilayah, khususnya di daerah terpencil, tertinggal, dan terluar (3T).

Akses-akses digital di wilayah 3T tersebut memiliki urgensi agar pemenuhan hak-hak dasar pendidikan warga negara dapat berjalan secara berkeadilan. Tanpa adanya standar digitalisasi yang jelas dan terukur, cukup sulit menghadapi era disrupsi yang berjalan serbacepat.

Baca Juga: Perppu Ciptaker dan Pelecehan MK

Di saat yang sama, implementasi program Kuriku­lum Merdeka masih perlu diperbaiki dan dikomu­nikasikan serta disosialisasikan secara efektif. Pasalnya, belum seluruh pemangku kepentingan pendidikan, terutama para guru, memahami secara holistik esensi dari Kurikulum Merdeka. Hal itu terbukti dari hasil evaluasi yang dilakukan Kemendikbud-Ristek sendiri, bahwa salah satu kendala dalam implementasi Kurikulum Merdeka ialah perlu waktu bagi guru untuk belajar menerapkan Kurikulum Merdeka dengan baik.

Hasil asesmen nasional pun masih perlu diperkuat dan dievaluasi, khususnya dalam aspek asesmen kompetensi minimum dalam hal literasi dan enumerasi para peserta didik yang masih relatif rendah. Kemendikbud-Ristek sendiri telah melakukan program penyusunan, pencetakan, dan pengiriman buku pendukung Gerakan Literasi Nasional (GLN) untuk jenjang PAUD dan SD, terutama di kawasan 3T. Di samping itu, ke depan, upaya penguatan literasi pun perlu dikembangkan dengan memperkuat literasi media dan literasi digital bagi peserta didik serta para guru dalam menghadapi era post truth.

Begitu pun dengan hasil asesmen nasional dalam aspek survei lingkungan belajar, masih ditemukan kasus-kasus perundungan dan kekerasan seksual yang mengganggu iklim keamanan sekolah. Kemendikbud-Ristek sendiri telah memiliki komitmen guna mengatasi tiga dosa pendidikan, yakni intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual. Namun, masih perlu adanya upaya penguatan dan pemantapan, baik dari aspek regulasi, edukasi, sosialisasi, maupun kerja sama berbasis kemitraan, guna mengatasi kasus-kasus kekerasan di lingkungan pendidikan.

Implementasi program guru penggerak pun masih perlu dievaluasi. Utamanya, dalam hal bagaimana program ini mampu memberikan kesejahteraan dan jaminan kepastian status bagi para guru. Di satu sisi, adanya program guru penggerak dapat menjadi upa­ya pengembangan kualitas guru dalam mengim­plementasikan pembelajaran yang berkualitas.

Akan tetapi, di sisi lain, program ini belum mampu menjawab kepastian status guru honorer, jaminan kesejahteraan dan perlindungan guru, serta profe­sionalisme guru melalui pendidikan profesi guru.

Di samping menjalankan program guru penggerak, alangkah bijaknya jika pemerintah mengoptimalkan upaya-upaya penguatan profesi guru melalui pengangkatan guru sebagai ASN, memperluas program PPG, dan memperkuat regulasi terkait jaminan kesejahteraan dan perlindungan guru agar menjadi kekuatan penyatu bagi peningkatan kualitas guru secara nasional.

Berbagai kelemahan dan kendala itu menunjukkan jika program prioritas yang diimplementasikan Kemendikbud-Ristek masih belum sepenuhnya berjalan secara optimal. Adapun aspek-aspek yang perlu diperbaiki dan diperkuat Kemendikbud-Ristek dari sisi proses kebijakan, misalnya, perlu adanya keberlanjutan dan konsistensi. Hasil evaluasi dari program-program yang tengah berjalan dapat menjadi feedback untuk memperkuat program tersebut ke depannya. Bahkan, berbagai praktik baik dari kebijakan kementerian sebelumnya perlu diadopsi dan dikembangkan guna memperbaiki program yang tengah berjalan.

Keterlibatan publik

Aspek lainnya, yang perlu diperkuat Kemendikbud-Ristek ialah terkait keterlibatan publik, khususnya para ahli dari berbagai perguruan tinggi dalam merumuskan kebijakan pendidikan. Begitu pun dengan transparansi perumusan kebijakan, masih perlu diperkuat. Kedua aspek itulah yang kerap disorot publik secara luas sehingga program-program yang dicanangkan Kemendikbud-Ristek justru menuai kontroversi atau pro-kontra di kalangan publik.

Ada semacam kegaduhan yang terjadi dalam hampir setiap kebijakan. Komunikasi kebijakan yang dilakukan Kemendikbud-Ristek perlu dievaluasi secara menyeluruh. Karena itu, setiap kebijakan yang dibentuk mampu dipahami dan diterima publik dengan landasan-landasan yang rasional, terukur, valid, sesuai regulasi, dan terarah.

Kemendikbud-Ristek pun perlu mengukur kembali sejauh mana capaian kinerja yang telah diperoleh jika dibandingkan dengan anggaran dana yang melimpah. Berapa persen keberhasilan dari setiap program yang tengah dijalankan apakah selaras dengan anggaran yang digelontorkan? Jangan sampai anggaran yang begitu besar menguap begitu saja tanpa adanya efisiensi dan efektivitas dari setiap kebijakan yang diimplementasikan. Residu kebijakan jangan mengakibatkan kerugian bagi publik.

Terakhir, upaya revisi UU Sisdiknas pun masih perlu didorong dengan catatan melibatkan partisipasi publik, khususnya para ahli dari berbagai perguruan tinggi secara bermakna, dilakukan secara transparan, menerima masukan dari berbagai elemen pendidikan, dan mampu memperkuat aspek-aspek pendidikan masa kini serta proyeksi pendidikan di masa depan. Itu disebabkan revisi UU Sisdiknas memiliki urgensi yang amat penting bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan dalam menyongsong Indonesia Emas 2045.

UU Sisdiknas yang berlaku saat ini perlu direkonstruksi secara ideal dan komprehensif melalui pendekatan omnibus law sebagiamana amanat konstitusi Pasal 31 ayat (3) tentang pentingnya satu sistem penyelengaraan pendidikan nasional. Dengan demikian, adanya evaluasi dan refleksi perlu diterjemahkan ke dalam resolusi-resolusi yang harus dilakukan ke depannya. Jangan sampai hasil evaluasi yang ada tidak menjadi evidence based policy yang bermanfaat bagi masukan-masukan kebijakan pendidikan ke depan. Oleh: Cecep Darmawan Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia dan Sekjen Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara. Sumber: https://mediaindonesia.com/opini/551369/evaluasi-kebijakan-pendidikan-nasional