Empat Tahun tak Tempati Rumah Dinas Jabatan, Murad Langgar Aturan
AMBON, Siwalimanews – Gubernur Maluku, Murad Ismail sejak dilantik Presiden Joko Widodo 24 April 2019 lalu, tidak pernah menempati rumah jabatan di Mangga Dua.
Tidak ditempatinya rumah jabatan tersebut, menurut pembina Fraksi Partai Golkar DPRD Maluku, Richard Rahakbauw, adalah bentuk pelanggaran hukum yang tak bisa ditawar-tawar.
Rahakbauw menyebutkan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1994 tentang Rumah Negara pasal 1 poin 5 menyebutkan bahwa, rumah negara golongan 1 adalah rumah negara yang dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut, serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat bersangkutan masih memegang jabatan tertentu.
Selanjutnya pada pasal 10 ayat 2 disebutkan, penghuni rumah negara dilarang a. menyerahkan sebagian atau seluruh rumah kepada pihak lain.
Rumah negara juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2005 dan Peraturan Presiden Nomor 11 tahun 2008 dimana Gubernur Maluku wajib menempati rumah dinas.
Baca Juga: Pemkot Ambon Hentikan Dua Bangunan tak Berizin“Tidak ada tafsiran hukum terhadap peraturan pemerintah dimaksud, karena namanya keharusan dan keharusan berhubungan dengan wajib. Kalau tidak dilaksanakan maka itu merupakan pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan,” tegas Rahakbauw saat konferensi pers di Baileo Rakyat Karang Panjang, Rabu (12/7).
Menurutnya, pejabat negara dilarang mengalihkan rumah negara kepada pihak lain artinya, jika Gubernur tidak menempati dan mengalihkan kepada orang lain termasuk anaknya maka harus ada sanksi bagi Gubernur.
Apalagi pasal 7 PP No 109 tahun 2000 tentang kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara tegas mengatakan, kepala daerah dan wakil kepala daerah disediakan masing-masing sebuah rumah jabatan beserta kelengkapan dan biaya pemeliharaan.
Selanjutnya pada bagian ke empat tentang biaya operasional, Pasal 8 menyebutkan: untuk melaksanakan tugas-tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah disediakan, a. biaya rumah tangga dipergunakan untuk membiayai kegiatan rumah tangga kepala daerah dan wakil kepala daerah.
- Biaya pemeliharaan rumah jabatan dan barang barang inventaris dipergunakan untuk pemeliharaan rumah jabatan dan barang barang inventaris yang dipergunakan oleh kepala daerah dan wakil kepala daerah.
- Biaya pemeliharaan kesehatan dipergunakan untuk pengobatan perawatan rehabilitasi cacat dan uang duka bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah berikut atributnya.
- Biaya penunjang operasional dipergunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah.
“Pernyataan kalau tidak ditempatinya rumah itu bukan pelanggaran hukum, itu adalah pernyataan yang disampaikan asal-asalan tanpa didasari pada aturan aturan hukum yang berlaku di negara kita,” ujar Rahakbauw.
Menurutnya, Indonesia adalah negara hukum maka apapun perbuatan yang di lakukan oleh setiap warga negara termasuk Gubernur harus berdasarkan hukum yang berlaku, agar tidak menimbulkan multi tafsir, yang berakibat pada tanggapan beragam dari masyarakat.
“Intinya kepala daerah adalah pejabat negara, dalam pengambilan keputusan bersandar pada peraturan dan asas asas umum pemerintahan yang baik, dan ketika keputusan untuk tidak menempati rumah dinas adalah perbuatan melawan hukum yang ditunjukan oleh kepala daerah, dan merupakan bentuk dari penyimpangan terhadap aturan hukum yang berlaku,” jelasnya.
Termasuk Gubernur yang tidak berkantor, lanjut dia, melainkan menjadikan rumah pribadi di Wailela sebagai kantor, merupakan pelanggaran hukum sebab tidak mungkin rumah dijadikan sebagai tempat pelayanan publik.
Terhadap bentuk pelanggaran hukum Gubernur tersebut, Rahakbauw menegaskan sesuai dengan Pasal 78 UU Pemda, Kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan.
Selanjutnya, Kepala daerah dan wakil kepala daerah diberhentikan karena, berakhir masa jabatan, tidak melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut turut selama 6 bulan.
Dinyatakan melanggar sumpah dan janji kepala daerah dan wakil kepala daerah, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada pasal 67 huruf, menaati seluruh ketentuan dan lainnya.
Terhadap perbuatan Gubernur, kata Rahakbauw DPRD dapat mengajukan hak menyatakan pendapat dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh 3/4 dan dalam pengambilan keputusan disetujui oleh 2/3 anggota DPRD yang menghadiri rapat paripurna.
“Jika kita kaitkan pasal 67 dan pasal 76 serta Permendagri No 35 tahun 2013, maka DPRD dapat mengajukan pernyataan pendapat dalam sidang paripurna ke MA guna diperiksa dan diambil keputusan, apakah saudara Gubernur Maluku telah melanggar kewajiban dan larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana di maksud dalam pasal 67 dan 76 Undang Undang Nomor 23 tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1994, peraturan pemerintah nomor, peraturan pemerintah 109 tahun 2000, peraturan presiden nomor 11 tahun 2008, dan peraturan menteri dalam negeri nomor 15 tahun 2013,” bebernya.
Apabila terbukti secara sah dan meyakinkan maka pimpinan DPRD akan mengajukan usul pemberhentian kepada presiden melalui menteri dalam negeri untuk memberhentikan gubernur dari jabatannya sebagai gubernur.
Rahakbauw pun memastikan komunikasi masih terus dibangun terkait dengan pengajuan hak menyatakan pendapat DPRD dengan semua fraksi termasuk akan dikomunikasikan dengan pimpinan DPRD.
Golkar Kritisi
Fraksi Partai Golkar DPRD Maluku mengkritisi sejumlah pelanggaran hukum yang dilakukan Gubernur Maluku, Murad Ismail.
Sedikitnya empat point pelanggaran hukum yang diduga dilakukan Murad Ismail sejak dilantik.
Menurut Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Maluku, Anos Yermias sejak awal Fraksi Partai Golkar telah mengkritisi kebijakan yang dilakukan oleh Gubernur Maluku, mulai dari tidak menempati rumah dinas.
“Kami bukan baru pertama kali mengkritisi saudara gubernur atas kebijakan yang dilakukan. Sejak awal kami sudah kritisi pada 14 Desember 2019 lalu terkait dengan gubernur tidak menempati rumah dinas di Mangga Dua Ambon,” ujar Yermias saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (10/7).
Selanjutnya, fraksi Partai Golkar juga mengkritisi gubernur Murad Ismail yang jarang berkantor di Kantor Pemerintah Provinsi Maluku, tetapi di rumah.
Serta dana pinjaman SMI yang ratusan miliar yang tidak diketahui oleh DPRD. Tiga point ini lanjut Yermias, yang diktitisi fraksi Golkar sebagaimana disampaikan oleh anggota fraksi Richard Rahabakuw dalam rapat paripurna DPRD Provinsi Maluku dalam rangka penyerahan Laporan Pertanggungjawaban Gubernur Tahun anggaran 2022 tanpa dihadiri Gubernur Maluku Murad Ismail, Selasa (4/7) yang berlangsung di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon.
Berikutnya Gubernur, Murad Ismail juga jarang menghadiri penyampaikan LPJ di DPRD dan sering wakilkan baik kepada wakil gubernur atau kepada sekretaris daerah.
“Ini beberapa point yang memang merupakan sikap kritisi Fraksi Partai Golkar saat rapat paripurna, Selasa kemarin dan disampaikan oleh anggota fraksi Richard Rahakbauw,” ujarnya.
Sedangkan terkait dengan dana pinjaman SMI, lanjur Yermias, fraksinya partai golkar juga menyoroti itu karena mengapa tidak berkonsultasi dengan DPRD, ternyata pemprov surati ke DPRD tetapi melalui pimpinan dewan yang saat itu ketuai Lucky Wattimury.
“Jadi kita kritik baru diketahui ternyata ada pinjaman dana SMI, sehingga hal ini kembali kami tegas melalui penyampaian yang disampaikan oleh Richrad Rahakbauw,” tegasnya.(S-20)
Tinggalkan Balasan