NAMLEA, Siwalimanews – Penjabat Bupati Buru Djalaluddin Salampes­sy mengakui, eksploitasi emas oleh para pelaku Penambangan Tanpa Izin (PETI) di Gunung Bo­tak yang tidak terken­dali, akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan cukup parah pada 10-15 ta­hun mendatang.

Hal ini diungkapkan Salampessy dalam sam­butannya membu­ka Rakerda DPC Ikatan Alumni Universitas Pattimura (Ikapati) Ka­bupaten Buru, di Aula Kantor Bupati, Kamis (23/6)

Salampessy mengatakan, jika beberapa tahun terakhir ini isu hangat yang kemudian menjadi perhatian regional maupun internasional terkait dengan lingkungan di GB, kini kian memprihatinkan.

“Sangat mem­prihatinkan,” tandas Salampessy.

Kondisi yang sangat memprihatinkan di Gunung Botak itu telah dilaporkan kepada Gubernur Maluku, Murad Ismail.

Baca Juga: Ilyas Hamid Jabat Ketua Ikapati Buru

“Kemarin kami melaporkan kepada pak gubernur, kata pak gubernur harus ada tindakan cepat, kalau tidak lingkungan kita tidak akan bertahan dalam 10-15 tahun ke depan,”sambung Dalampessy.

Salampessy yang akrab dipanggil Djar ini menguraikan, wilayah perkebunan, sawah – sawah maupun wilayah hutan tidak bisa memberikan kehidupan dan kesejahteraan masa depan di negeri ini kalau PETI di GB terus dibiarkan.

Kalau dibiarkan tidak terkendalinya eksploitasi yang tidak terkontrol oleh  PETI , maka penambangan liar yang dilakukan itu  kemudian akan berdampak terhadap lingkungan “Ini bukan peristiwa kecil.Ini peristiwa dunia bapak-ibu,”sentak Djar.

Disentil berbagai history, terkait dengan Teluk Minamata, Peristiwa Nuklir di Chernobyl dan beberapa kejadian yang betul-betul mengharu-birukan kehidupan buat manusia di saat itu.

Dengan cerita history ini, ia mengingatkan, bila eksploitasi di GB tidak dikendalikan, maka dikhawatirkan nantinya Kabupaten Buru bukan lagi bagian dari masa depan.

“Buru ini besar, negeri rete mena bara sehe, maju terus pantang mundur.Tidak pernah berpaling ke belakang. Jadi teman-teman Ikapati mari kita bekerja sama membuka ruang, membuka pintu-jendela daerah itu, membuka pintu pulau Buru yang luasnya sembilan ribu meter lebih menjadi pulau yang memberikan harapan sehingga semua orang ingin datang ke sini,”gugah Djar.

Ditanya wartawan terkait aktifitas PETI di GB yang kini kian marak, Djar lebih jauh menjelaskan, bahwa Gubernur Murad Ismail sangat mengharapkan pengelolaan GB Itu secara profesional, sehingga tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

Jadi kalau dirusak hari ini, maka dampaknya bukan hari ini .Tapi 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun, bahkan beratus-ratus tahun tidak pulih.

Kalau  tidak dikelola dari sekarang, maka akan memberikan kesan buruk terhadap seluruh potensi yang ada di situ. Bukan hanya tentang alamnya saja, tetapi lingkungan manusianya, sosial budayanya dan lain-lain.

Sambung Djar, Itulah yang kemudian diharapkan, harus sesegera mungkin diadakan evaluasi mendasar terhadap kondisi sekarang untuk dilakukan tindakan-tindakan preventif, sehingga pengelolaan ini bisa terkendali.

Djar mengaku telah melakukan beberapa langkah diantaranya, menginstruksikan kepada Kepala Dinas yang memiliki tupoksi untuk secara administratif mengawal migrasi masuk dan keluar arus manusia.

Kemudian mengawasi perdagangan bahan kimia berbahaya yang tidak terkontrol.

“Kami juga malah memberi suatu wilayah administrasi khusus, menginstruksikan untuk dibukanya RW atau RT baru di wilayah itu sehingga lebih mengontrol pada aktifitas administrasi dan aktifitas pembangunan, bahkan perdagangan zat-zat kimia yang beredar tanpa kendali dan tidak dilakukan oleh orang profesional.Nah ini langkah yang sudah sangat tepat, sehingga pengelolaan lingkungannya bisa terjaga,”papar Djar.

Ditanya apakah akan ada petutupan paksa di GB ? Djar mengatakan, penutupan adalah tindakan yang bisa berhadap-hadapan dengan situasi.Kita mengendalikan dari unsur hulunya. Kalau hulunya tertib, maka ke tengah hingga hilir pasti tertib,” tutup Djar. (S-15)