AMBON, Siwalimanews – Sidang lanjutan kasus du­gaan tindak pidana kejahatan perbankan yang menyeret 6 mantan pegawai PT BPR Modern Express, kembali bergulir di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis (22/11).

Dalam sidang yang dipim­pin Ketua Majelis hakim Harris Tewa, JPU Kejari Ambon menghadirkan 5 orang saksi.

Mereka adalah Sian Siem selaku Ketua Satuan Kerja Audit Internal PT BPR Modern Express, serta 4 saksi lainnya dari pegawai dianta­ranya, Maimuna  Marika, Santi, Glen Silooy dan Ivan Matitawae.

Llima saksi ini memberikan keterangan untuk enam ter­dakwa yaitu, Denny Franklin Saya, mantan Kasi Akunting Kantor Pusat Operasional (KPO) PT BPR Modern Express, Alexander Gerald Pie­terz, selaku anggota dewan komisaris, serta  empat man­tan direksi Walter Dave Engko, Tjance Saija, Frank Harry Tita­heluw dan Vronsky Calvin Sahetapy.

Saksi Siang Siem selaku  Ketua Satuan Kerja Audit Internal dalam keterangan di persidangan mene­rangkan, ia bekerja di Bank Modern sejak tahun 2017 lalu, tahun 2018 saksi diangkat sebagai pegawai te­tap, sedangkan terdakwa Denny Fran­klin Saya, menjabat selaku mantan Kasi Akunting Kantor Pusat Operasional (KPO) dan Alexander Gerald Pieterz, selaku  staf pada PT BPR Modern Express.

Baca Juga: DPRD: Putusan MA Harus Dieksekusi

Pada bulan Juli  2020, ia menjabat sebagai ketua SKAI (Satuan Kerja Audit Internal), lalu diberi tugas pimpinan untuk melakukan audit internal terhadap uang di Bank Modern Express.

“Jadi audit saya lakukan pakai sistem berkala, audit waktu tahun 2022 saat itu diberi tugas oleh pim­pinan untuk melakukan audit. Dari hasil audit, ditemukan ada ketidak cocokan neraca atau pembukuan dengan penarikan cek yang tidak dicatat dalam pembukuan bank. Di dalam cek itu ditandatangani para direksi. Sejak temuan awal ditemui ada dua transaksi saja yang tidak sesuai, dari situ saya laporkan ke direktur utama yakni pak Yance Saija, untuk mengambil sikap lanjut,” ungkap saksi.

Menurutnya, karena ditemui ada transaksi tidak sesuai neraca pada pembukuan bank, ia membentuk tim untuk audit dana pada bank modern tersebut.

“Pada saat audit, baru ditemukan ada sekitar 68 transaksi tidak sesuai dengan neraca pada pembukuan bank, dan disitu kami ketahui siapa yang lakukan hal tersebut, dia adalah terdakwa Denny Franklin Saya, kemudian kami laporkan ke OJK Maluku,” tegasnya.

Karena sudah diketahui, lanjut saksi, ia pernah menghubungi ter­dakwa lalu menanyakan hal tersebut, di situ ketika dikonfirmasi ternyata terdakwa Denny mengakui semua perbuatan yang dia lakukan.

“Dari hasil konfirmasi saya Tanya Denny, dan Denny memang akui bahkan dia sempat tawarkan sesuatu atau ajak saya kerja sama, tapi saya tidak mau, dan saya minta supaya dia kooperatif saja,” imbuhnya.

Selanjutnya, kata saksi, atas pengakuan terdakwa Denny, kalau dia melakukan aksi tak terpuji itu dibantu terdakwa Alexander Gerald Pietersz, dengan diberikan dia uang sebesar Rp5 miliar.

“Jadi sesuai pengakuan Denny, ia dibantu terdakwa Alexander. Ter­dakwa Alexander kesalahannya ada­lah mengetahui perbuatan terdakwa Denny, tapi tidak melaporkan ke pihak Bank, sedangkan untuk 4 terdakwa lain yang merupakan direksi, mereka memang lalai, karena tidak mengecek dokumen sebelum tandatangan cek, tapi untuk semua peristiwa ini otaknya terdakwa Denny,” tandas saksi.

Untuk diketahui, sejak terdakwa menjabat sebagai kepala seksi sampai perubahan jabatan terakhir, terdakwa melakukan pengelolaan terhadap cek dan transaksinya, yang seharusnya dilakukan oleh pejabat yang berwenang dalam pengelolaan cek. Pada periode 28 Juli 2015- 27 Januari 2022 terdapat 85 transaksi pencairan cek BPR di bank Mitra dengan total sebesar Rp73.050.000.000. (S-26)