Pendidikan adalah suatu hal yang penting bagi setiap orang, Pendidikan dimulai dari sejak dini hingga sampai dewasa. Baik yang dimulai dari jenjang TK sampai SMA bahkan sampai dibangku Perkuliahan. Mengapa pendidikan penting bagi kita semua manusia? Pendidikan merupakan hal yang penting bagi kita karena pendidikan sebagai sarana yang bisa membebaskan kita semua dari suatu kebodohan dan hal-hal yang dapat ditimbulkan dari kebodohan itu. Pendidikan dapat menghilangkan seperti contohnya kemiskinan, keterbelelungguan, mudah ditipu, memiliki suatu pola pikir yang sempit, tidak menghargai pendapat orang lain, keserakahan, kebodohan dan lain-lain. Menurut KBBI, Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam upaya mendewasakan menusia melalui sebuah pengajaran maupun pelatihan-pelatihan. Pendidikan tidak selalu mengenai sains, perhitungan, maupun yang lainnya. Namun pendidikan juga dapat membentuk moral dan etika manusia. Kurangnya pembentukan moral dan etika bisa saja terjadi karena kurangnya pendidikan yang diberikan atau  salah dalam penerapan sistim pendidikan yang diberikan dan belum bisa membentuk karakter seseorang. Dengan kurangnya pendidikan itu , maka sifat-sifat manusia yang muncul adalah sifat keserahkahan, dan kurang disiplin. Pendidikan merupakan hak setiap warga Negara Indonesia, hal ini tercantum dalam pasal 31 UUD 1945, maka setiap kebijakan yang akan dikeluarkan oleh penyelenggara Negara atau Pemerintah terkait pendidikan seyogyanya tidak menciderai hak dasar warga Negara terhadap pendidikan. Indonesia sebagai Negara demokratis, maka dalam melakukan pengambilan kebijakan perlu melibatkan tahapan uji public terhadap kebijakan yang akan dipilih dan diputuskan. Pendidikan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Berpijak dari hal tersebut, maka dalam pemenuhan hak dasar warga Negara terhadap pendidikan perlu diupayakan secara sadar dan terencana, termasuk didalamnya dalam rencana anggaran untuk pendidikan. Oleh sebab itu diperlukan penyusunan rencana strategis oleh penyelenggara pendidikan dan satuan pendidikan yang digunakan sebagai kompas dalam mengambil kebijakan terkait bidang pendidikan.

Beberapa tahun yang lalu Kementerian Pendidikan melakukan revitalisasi tugas komite sekolah dalam rangka meningkatkan mutu layanan pendidikan berdasarkan prinsip gotong royong, sehingga mencabut Kepmendiknas nomor 044/U/2002 tentang dewan pendidikan dan Komite sekolah dan digantikan dengan Permendikbud No. 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Hal ini merupakan langkah maju yang diapresiasi, mengingat pada saat itu terjadi gejolak dari beberapa kelompok dan beberapa daerah yang menginginkan agar keberadaan Komite Sekolah dihapuskan. Salah satu langkah revitalisasi yang dilakukan adalah dengan mencegah adanya konflik kepentingan dalam pengelolaan komite sekolah maka dalam Permendikbud 75 tahun 2016 telah diatur bahwa anggota komite sekolah tidak boleh berasal dari pendidik dan tenaga kependidikan dari sekolah yang bersangkutan. Penyelenggara sekolah yang bersangkutan, pemerintah desa, forum koordinasi pimpinan kecamatan, forum koordinasi pimpinan daerah, anggota DPRD atau pejabat pemerintah/pemerintah daerah yang membidangi pendidikan. Kondisi satuan pendidikan yang masih membutuhkan peningkatan sarana, prasarana serta fasilitas sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas peserta didik yang dihasilkan sering sekali menjadi alasan untuk melibatkan masyarakat dalam hal wali murid untuk berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Namun sayangnya hal ini tidak diikuti dengan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik dalam pengelolaan dan pertanggungjawabannya, yang kemudian terjadinya pro dan kontras setiap kali sekolah akan melakukan pungutan atau sumbangan dari wali murid. Permasalahan seperti ini sebenarnya dapat dicegah oleh satuan pendidikan dengan menyusun rencana strategis sehingga wali murid atau komite sekolah mengetahui secara gamblang biaya pendidikan atau kebutuhan sekolah yang sudah dibiayai oleh Pemerintah (baik Pemerintah pusat atau daerah) dan mana biaya pendidikan atau kebutuhan sekolah yang tidak dibiayai oleh Pemerintah, maka kebutuhan yang belum dibiayai itulah yang dapat dicarikan solusinya dengan cara melakukan pungutan atau sumbangan kepada peserta didik atau wali.

Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antar Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat, masyarakat yang dimaksud adalah penyelenggara atau satuan pendidikan yand didirikan oleh masyarakat, peserta didik, orang tua atau wali peserta didik atau pihak lain, Yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. Maka dengan sistim gotong royong yang digunakan pada hakikatnya masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama dalam pendanaan pendidikan, namun dalam pengelolaannya terdapat syarat dan ketentuan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, hal ini yang harus benar-benar dipahami oleh Satuan Pendidikan ataupun Komite Sekolah. Tanggung jawab bersama ini memiliki batasan khususnya dalam penarikan biaya pendidikan kepada peserta didik atau orang tua/wali. Biaya pendidikan meliputi biaya satuan pendidikan, biaya penyelenggaraan dan atau pengelolaan pendidikan atau biaya pribadi peserta didik untuk biaya pendidikan yang sudah ditanggung oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah maka tidak dapat diminta lagi dalam bentuk sumbangan atau pungutan kepada peserta didik atau orang tua/wali. Hal ini tentunya harus disesuaikan dengan batasan-batasan mana yang pengelolaannya dapat dilakukan oleh satuan pendidikan dan mana yang dilakukan oleh Komite sekolah.

Terkait pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar sudah diatur dalam permendikbud nomor 44 tahun 2012 tentang pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar. Sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseroan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.

Praktek pungutan liar atau pungli kerap terjadi di sekolah, berdalih alasan tertentu praktek itu tumbuh subur di setiap satuan pendidikan. Jenis pungutan yang sering terjadi di sekolah tidak bersifat mutlak artinya hal itu bisa saja diperkenankan selama memenuhi sejumlah unsur, yang paling utama situasinya mendesak dan sama sekali tidak ada jalan keluar, dalam situasi itu bisa dilakukan pungutan tapi harus memenuhi syarat. Harus ada persetujuan dan kesepakatan semua pihak supaya tidak muncul keberatan, misalnya ada murid yang berduka atau kebe­tulan murid kena musibah, untuk membantu murid itu sekolah terpaksa menarik pungutan yang kemudian dijadikan bantuan incidental atau pun dana sosial. Nah untuk situasi tersebut bisa diperkenankan karena syaratnya terpenuhi. Selain syarat diatas, ada juga hal lain yang harus dipenuhi untuk menarik pungutan kepada peserta didik. Syarat tersebut menyangkut pertanggung­jawaban pungutan yang akan diambil. Ada 58 Jenis pungutan di sekolah, antara lain : Uang pendaftaran masuk, uang komite, uang osis, uang ekstrakuri­kuler, uang ujian, Uang daftar ulang, uang study tour, uang les, uang buku ajar, uang paguyuban, uang syu­kuran, uang infak, uang fotocopy, uang perpustakaan, uang pemba­ngu­nan, uang LKS, uang buku paket, uang bantuan insidental, uang foto, uang perpisahan, uang sumbangan pergantian kepsek, uang seragam, uang pembuatan pagar dan pembangunan fisik, uang pembe­lian kenang-kenangan, uang pembelian, uang try out, uang pramuka, uang asuransi, uang kelender, uang pertisipasi pening­katan mutu pendidikan, uang ko­perasi, uang PMI, uang dana ke­las, uang denda melanggar aturan, uang UNAS, uang ijazah, uang formulir, uang jasa kebersihan,uang dana sosial , uang jasa penyebe­rangan siswa, uang map ijazah, uang legalisasi, uang administrasi, uang panitia, uang jasa, uang listrik, uang computer, uang jaringan internet, uang meterai, uant tes IQ, uang test kesehatan, uang tahunan, uang gaji guru tidak tetap (sumber;Saber Pungli).

Baca Juga: Beras Bansos dan Krisis Pangan Posman Sibuea

Presiden RI telah membentuk tim SABER PUNGLI (sapu bersih pungutan liar) untuk mencegah dan memberantas praktek “Pungli” disejumlah instansi salah satunya yang paling rawan pungutan liar adalah di sekolah. Sekolah dengan berbagai cara modus oleh Oknum yang tidak bertanggung jawab. Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Perpres Nomor 87 Tahun 2016 tentang satuan tugas sapu bersih pungutan liar. Berda­sarkan Perpres itu, Pemerintah RI telah memberikan legalitas kepada SATGAS SABER PUNGLI untuk memberantas praktek Pungli di Indonesia. Dengan adanya Perpres tersebut, diharapakan masyarakat dapat secara langsung melaporkan praktek-praktek PUNGLI yang dilakukan oleh aparat di Instansi Pemerintah dari Sabang sampai Merauke. Komite sekolah diha­rapkan juga mampu mencegah Pungli dilingkungan sekolah dengan cara meminimalisir pu­ngutan pada pihak orang tua/wali peserta didik, dengan lebih legal seperti mengadakan kegiatan pencarian dana diluar pungutan/sumbangan dari pihak orang tua/wali didik, melalui kegiatan pencarian dana atau aksi seperti membuka kegiatan yang dapat menghasilkan pendapatan untuk menunjang kegiatan sekolah. Disatu sisi kepala sekolah dan bendahara sekolah  pengelola dana Komite dalam membuat perenca­naan pengunaan dana Komite harus mampu dikelola secara transparan dan akuntabel,”…… jangan dana komite hanya untuk “meningkatkan kesejahteraan” oknum kepala sekolah beserta staf guru dan unsur komite sekolah semata, namun tidak mempunyai efek manfaat bagi anak didik dan pendidikan pada umumnya …….” , semoga.