AMBON, Siwalimanews – Kasus dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen lahan Dinas Kesehatan Maluku dalam hal menempatkan keterangan palsu pada akta otentik dengan terlapor Tan Kho Hang Hoat alias Fat, kini diambil alih oleh Mabes Polri.

Mabes Polri dipastikan akan mengambil alih kasus tersebut dan segera melakukan gelar perkara, pasca beredarnya informasi bahwa, kasus tersebut akan di SP3 oleh pihak Ditreskrimum Polda Maluku.

Kepada wartawan di Ambon, Selasa (9/4) kemarin, kuasa hukum ahli waris dari pemilik lahan Jhon Berhitu saat didampingi rekannya Lieberth Huwae dan ahli waris Nimrot Soplanit mengungkapkan, kasus yang ditangani Polda Maluku itu mestinya tidak ditangani Mabes Polri, hanya saja beredar isu bahwa, kasus ini bakal dihentikan alias SP3.

Untuk itu, tak tanggung-tanggung pihaknya langsung melaporkan hal ini ke pihak Mabes Polri dan alhasil laporan tersebut langsung direspon dan kini telah diambil alih oleh Mabes Polri.

“Ini berawal dari isu yang kami dapat, bahwa kasus itu akan di SP3, yang pasti kami berikan apresiasi yang tinggi kepada Mabes Polri yang telah menindaklanjuti pengaduan kami. Ini suatu langkah maju dalam menuntaskan kasus klien kami,” ungkap Berhitu.

Baca Juga: Tahanan Polda Maluku Kebagian Bingkisan Idul Fitri

Ia mengaku, terdapat fakta baru dalam kasus yang dilaporkan kliennya, dimana fakta tersebut berkaitan langsung dengan minuta akta Nomor 9 tahun 2014 tentang Pelepasan Hak dan Ganti Rugi yang dibuat oleh Notaris Nicolas Pattiwael.

Dalam minuta itu, ada termuat pihak pertama yakni Ishak Baltasar Soplanit dan Ludya Papilaya, namun dalam minuta tersebut tidak tertera pihak kedua. Selain itu, dalam minuta tersebut, tak sesuai fakta dimana tertulis bahwa pekerjaan dari Ludya Papilaya adalah seorang ASN, kenyatanya sesuai KTP milik kliennya, pekerjaan Ludya Papilaya tercatat sebagai ibu rumah tangga.

Anehnya, dalam salinan akta yang dibuat berdasarkan minuta, tercatat nama Tan Kho Hang Hoat alis Fat sebagai pihak kedua. Padahal salinan akta tersebut dibuat berdasarkan minuta yang ada. Minuta akta nomor 9 tahun 2014 itu sendiri, didapat ahli waris Izak Baltasar Soplanit dari Michael Molle anggota Reskrimum Polda Maluku yang menjadi penyidik dalam kasus ini.

“Sangat tidak masuk akal, dimana pada minuta tidak ada pihak kedua layaknya suatu akta, akan tetapi secara ajaib pada salinannya ada identitas pihak kedua. Apakah mungkin pihak kedua dalam minuta itu adalah jin atau setan?, ” cetus Berhitu.

Menurutnya, kasus yang telah bergulir begitu lama di Polda Maluku itu kini telah ada bukti bukti yang terang benderang. Dimana berdasarkan LP2HP yang diterima Ludya Papilaya dan kuasa hukumnya beberapa waktu lalu, penyidik dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi maupun terlapor.

Saksi saksi yang diperiksa tersebut yakni, dua pegawai pada Kantor Notaris Nicolas Pattiwael, dimana kedua saksi tersebut mengaku, mengetahui tentang pembuatan akta tersebut. Namun para saksi sebagaimana terlampir dalam minuta itu, tidak pernah hadir dengan Ludya Papilaya saat pembuatan akta dan tidak pernah mengetahui tentang pihak-pihak dalam akta tersebut.

Penyidik juga menyatakan dalam SP2HP itu bahwa, terlapor Tan Kho Hang Hoa alias Fat tidak dapat membuktikan kehadiran Ludya Papilaya saat pembuatan akta pada Kantor Notaris Nicolas Pattiwael dan atas dasar bukti itulah, maka penyidik meningkatkan status kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan.

“Bukti ini sudah sangat terang benderang, lantaran penyidik menyatakan telah ada perbuatan pidana dalam kasus tersebut sebagaimana SP2HP yang kami terima,“ ucapnya.

Ditempat yang sama Lieberth Huwae yang juga kuasa hukum Ludya Papilaya menyentil tentang spesimen sidik jari milik kliennya.

Dimana berdasarkan keterangan pada dokumen sidik jari penghadap sesuai pemeriksaan tertanggal 14 Januari 2014, tercatat bahwa sidik jari yang diberikan Ludya Papilaya adalah sidik jari pada jari jempol tangan kanan. Namun jika dilihat secara saksama, maka terlihat bahwa motif atau struktur atau lekukan sidik jari tersebut adalah sidik jari jempol tangan kiri.

“Secara kasat mata bisa dilihat bahwa spesimen jempol adalah jari kiri dan bukan kanan. Disini tertera sidik jari tangan kanan sudah jelas, tapi kalau kita orang awam melihatnya secara kasat mata, sepertinya ini sidik jari jempol kiri dan bukan kanan. Nah kita orang awam bisa berspekulasi seperti itu,” tutur Huwae.

Berikutnya kata Huwae, pada saat pemeriksaan, tidak pernah sekalipun penyidik mengkonfrontir keterangan antara pihak pelapor dan terlapor, mungkin ini yang menjadi sangat penting juga soal keterangan tersebut, karena ini berbicara soal adanya kesepakatan pada notaris, sehingga seharusnya penyidik dengan subjektivitasnya bisa menghadirkan kedua belah pihak dan mempertanyakan soal kejelasan pada saat itu, apakah benar peristiwa itu terjadi atau tidak.

“Sampai sekarang belum pernah dilakukan suatu keteranagan antara kedua belah pihak,“ tegasnya. (S-26)