AMBON, Siwalimanews – Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon tahun 2011 sudah di tangan Kejari Ambon  lebih dari dua tahun.

SPDP dikirim penyidik Satres­krim Polres Pulau Ambon pada me­dio Agustus 2018 lalu. Sudah dua tahun lebih, namun berkas kasus ini belum juga dilimpahkan ke jaksa.

Kepala Kejari Ambon, Benny Santoso yang dihubungi Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (2/11), mengatakan, kejaksaan sifatnya menunggu pelimpahan berkas dari penyidik Satreskrim Polres Ambon.

“Prinsipnya kami hanya menu­nggu. Kejaksaan siap apabila berkas perkara sudah ada,” ujarnya.

Sesuai aturan, lanjut Santoso, setelah SPDP dikirim penyidik, harus ditindak lanjuti dengan pengiriman berkas perkaranya ke kejaksaan un­tuk dilakukan telaah atas keleng­kapan formil dan materil terhadap perkara.

Baca Juga: Dua Tahun, Korupsi SPPD Fiktif Pemkot Mandek di Polisi

“Berkas perkara itu kan bagian dari perkara yang diawali dengan pe­nye­lidikan-penyelidikan. Jadi kami kapa­sitasnya sebagai penyidik akan me­nyu­sun formil perkaranya,” jelasnya.

Santoso mengaku tidak bisa banyak berkomentar banyak, karena berkas kasus SPPD fiktif masih di penyidik. “Berkasnya masih di pe­nyidik, jadi tolong cek di penyidik saja,” tandasnya.

Akademisi Hukum Unpatti, Geor­ge Leasa mengaku heran, kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon sudah dua tahun lebih tak tuntas. Padahal sudah di tahap penyidikan.

“Ini patut dipertanyakan kok sudah dua tahun, sudah di tingkat penyidikan, itu berarti sudab harus ada penetapan tersangkanya, siapa yang melakukan tindakan hukum itu, tapi kok belum,” tandas Leasa.

Selain sudah di tahap penyidikan, penyidik juga sudah mengantongi hasil audit kerugian negara dari BPK. SPDP juga sudah dikirim ke jaksa. Karena itu, menurut Leasa, kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon harus segera dituntaskan.

“Memang asas praduga tak ber­salah harus dikedepankan, tetapi jika sudah ditingkatkan ke penyidikan maka seharusnya sudah ada pening­ka­tan kasusnya ke penetapan ter­sa­ngka. Jangan berlama-lama,” ujarnya.

Anggota Komisi I DPRD Maluku, Eddyson Sarimanella juga mengata­kan hal yang sama. Menurutnya, tidak ada alasan bagi Polresta Ambon untuk berlama-lama menyele­saikan kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon.

“Kan SPDP sudah dikirim, maka tidak ada alasan bagi penyidik untuk berlama-lama selesaikan kasus ini,” ujar Sarimanella.

Lanjutnya, apalagi audit telah dikeluarkan oleh BPK yang mene­gaskan jika memang terdapat keru­gian negara. “Makanya harus segera dituntaskan,” tandasnya.

Hal senada ditegaskan Direktur LSM Lira Maluku, Jan Sariwating. Ia meminta polisi tidak berlama-lama menuntaskan kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon. “Polisi harus tun­taskan kasusnya,” ujarnya.

Lamanya penuntaskan kasus ini, kata dia, akan menimbulkan tanda tanya, ada apa sehingga belum juga tuntas. “Kasusnya harus tuntas. Jangan sampai ada intervensi dari pihak manapun,” tandas Sariwating.

Sementara Kapolresta Ambon Kombes Leo Surya Nugraha yang hendak ditemui, Senin (2/11) untuk mengkonfirmasikan perkembangan penanganan kasus ini, tak berada di kantor. Pesan whatsapp yang diki­rim, juga tak dibalas.

Kasat Reskrim, AKP Mido J Manik juga tak berada di tempat. Kasubag Humas, Ipda Izaac Lea­temia yang turut membantu meng­konfirmasikan perkembangan pena­nganan kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon juga tak direspons.

SPDP Dikirim ke Jaksa

Seperti diberitakan, SPDP ka­sus dugaan korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon tahun 2011 sudah di tangan Kejari Ambon. Lalu siapa saja yang ada dalam dokumen itu?.

Nama yang tertera dalam SPDP kasus yang merugikan negara lebih dari Rp 700 juta itu selama ini menjadi misteri.

Sumber Siwalima di Polres Pulau Ambon mengungkapkan, ada tiga nama yang disebutkan dalam SPDP tersebut, yaitu  Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, Sekretaris Kota Ambon, Anthony Gustaf Latu­heru serta mantan Bendahara Pe­ngeluaran Sekretariat Pemkot Ambon, Josias Aulele.

SPDP tertanggal 22 Juli 2018 itu, diteken oleh Kapolres  Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, AKBP Sutrisno Hadi Santoso.

“Jadi ada tiga SPDP, terpisah. SPDP walikota sendiri, sekot punya sendiri dan mantan bendahara juga sendiri,” kata sumber itu.

Sumber itu mengatakan, status ketiga pejabat Pemkot Ambon dalam SPDP tersebut, sebagai terduga. “Ketiga SPDP itu hanya bersifat umum, dalam kronologis kasus me­reka sebagai terduga,” ungkapnya.

Sementara Kepala Kejari Ambon, Robert Ilat yang dihubungi Si­wa­lima, melalui telepon selulernya, Sabtu (8/12) 2018, mengaku telah menerima SPDP kasus korupsi SPPD fiktif pemkot dari penyidik Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, beberapa waktu lalu. Namun SPDP itu hanya bersifat umum.

“Benar, kita sudah menerima SPDP terkait kasus dugaan korupsi SPPD fiktif tahun 2011 namun SPDP ter­sebut masih bersifat umum dan be­lum disebutkan calon tersangka­nya,” ujar Ilat.

Ilat enggan berkomentar banyak terkait kasus ini, karena bukan kewenangannya. Kejari Ambon hanya menunggu pelimpahan ber­kas dari penyidik. “Prinsipnya, kita menunggu saja berkasnya dari penyidik untuk kita teliti,” katanya.

Pejabat Dicecar Lagi

Sejumlah pejabat Pemkot Ambon kembali dicecar penyidik Satreskrim Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, Selasa (27/10) terkait kasus SPPD fiktif tahun  2011.

Para pejabat yang dipanggil pe­nyidik diantaranya, mantan Kadis Perikanan Kota Ambon Piet Sai­mima, mantan Kepala Bappeda Kota Ambon, Dominggus Matu­lapelwa dan mantan Kadis Tata Kota Ambon Novel  Masuku.

Sumber di Polresta Ambon me­nyebutkan, mereka mendatangi Polresta Ambon sekitar pukul 10.00 WIT, dan dicecar puluhan perta­nyaan.

“Iya jadi para pejabat itu hadir di ruang Satreskrim untuk menunjukan atau memasukan bukti-bukti peng­embalian dan penggunaan anggaran perjalanan dinas tahun 2011. Keha­diran  mereka itu untuk mengklari­fikasi,” kata sumber itu kepada Siwalima, yang meminta namanya tak dikorankan.

Sumber itu mengatakan, ada pe­jabat yang sudah diperiksa bebe­rapa waktu lalu, namun dipanggil lagi. “Ada yang sudah diperiksa, lanjut lagi hari ini, karena belum selesai,” ujarnya.

Menurutnya, masih ada lagi saksi-saksi dari Pemkot Ambon yang akan dipanggil. “Pasti adalah, saya tidak bisa sebutkan, ikuti saja ya,” tandasnya.

Munculnya kasus SPPD fiktif tahun 2011, berawal dari Pemkot Ambon mengalokasikan anggaran sebesar dua miliar untuk perjalanan dinas. Dalam pertanggungjawaban, disebut anggaran tersebut habis dipakai. Namun, tim penyidik polisi menemukan 100 tiket yang diduga fiktif senilai 742 juta lebih.

Dalam penyelidikan dan penyidi­kan, sejumlah pejabat telah dipe­riksa, termasuk Walikota Ambon dan Sekot A.G Latuheru. Istri walikota juga turut diperiksa.

SPDP juga sudah dikirim penyidik  ke Kejari Ambon sejak Agustus 2018 lalu. Hasil audit kerugian negara dari BPK pun sudah dikantongi. Namun belum ada satupun ter­sangka yang dijerat.

Pihak Polresta Ambon selalu ber­alasan, masih menunggu peme­riksaan ahli BPK untuk meng­konfirmasikan hasil audit kerugian negara itu.

“Kita masih menunggu dari BPK,” kata Kasat Reskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, AKP Mido J Manik, kepada Siwa­lima, Selasa (22/9), melalui pesan Whatsapp.

Ketika ditanyakan lagi soal koor­dinasi dengan BPK apakah terus di­lakukan, mengingat kasusnya sudah lama ditangani, Mido tetap menja­wab, menunggu pemeriksaan ahli dari BPK. “Kita masih tunggu,” ujarnya.

Diduga penanganan kasus du­gaan korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon mandek, karena ada main mata pejabat Pemkot Ambon dengan oknum polisi.

Walikota Diperiksa Dua Hari

Penyidik Tipikor Satreskrim Pol­res Pulau Ambon Pulau-pulau Lea­se, memeriksa Walikota Ambon, Richard Louhnapessy selama dua hari berturut-turut pada medio Mei 2018 lalu.

Walikota dicecar dengan 61 per­tanyaan, terkait dugaan korupsi SPPD tahun 2011 di Pemkot Ambon senilai Rp 742 juta lebih.

Hari pertama, Senin (28/5), wali­kota tiba sekitar pukul 10.10 WIT, dengan mobil dinas Toyota Fortuner DE 1. Walikota tak datang sendiri. Ia dikawal ajudan serta lima  pe­ngawal pribadi berseragam safari.

Saat tiba, walikota yang menge­nakan safari berwarna coklat lang­sung menemui Kapolres, AKBP Sutrisno Hady Santoso.

Sekitar 20 menit di ruang kapolres, ia lalu diarahkan ke ruang Unit IV Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease.

Kasat Reskrim AKP Rival Efendi Adikusuma yang langsung meme­riksa walikota, bersama Kanit Tipi­kor Bripka M Akipay Lessy.

Walikota dua periode ini diperiksa hingga pukul 14.00 WIT dengan 25 pertanyaan. Ia lalu meminta waktu untuk istirahat makan siang.

Sesuai agenda, pemeriksaan akan dilanjutkan usai makan siang. Namun ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, sehingga walikota meminta pemeriksaannya dilanjut­kan pada Selasa (29/5).

Di hari kedua, Selasa (29/5), walikota datang lebih awal. Ia tiba sekitar pukul 09.00 WIT. Seperti hari pertama, ia dikawal oleh sejumlah pengawal pribadi.

Walikota yang mengenakan safari biru tua lengan pendek dicecar oleh Kasat Reskrim AKP Rival Efendi Adikusuma dan Kanit Tipikor Brip­ka M.Akipay Lessy hingga pukul 12.45 WIT, dengan 36 pertanyaan.

Saat dicegat wartawan, usai di­periksa walikota enggan berkomen­tar banyak. Ia hanya mengaku, dimintai keterangan soal dugaan SPPD fiktif.

“Cuma klarifikasi terhadap in­formasi soal perjalanan dinas tahun 2011,” katanya singkat.

Saat ditanya lagi soal pernya­taannya, bahwa tidak ada SPPD fiktif tahun 2011,  walikota tidak mau ber­komentar. Ia langsung berjalan me­nuju mobil dinasnya, dan mening­galkan halaman Mapolres Ambon.

Istri Walikota Juga Diperiksa

Istri Walikota Ambon Ny. Leberina Louhenapessy juga diperiksa pe­nyidik Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon. Ia diperiksa Kamis (27/9), dan dicecar selama 3,5 jam.

Ny. Debby, sapaan akrabnya, juga terdaftar dalam perjalanan dinas saat itu bersama rombongan walikota.

Sebelumnya, Debby sudah dua kali tak memenuhi panggilan penyi­dik, dengan alasan nama yang di­tulis dalam surat panggilan salah.

Debby mendatangi Polres Ambon sekitar pukul 09.45 WIT, dengan mobil kijang Innova silver berplat merah DE 1086 LM.

Dua ajudan yang mendampingi Debby, saat masuk langsung meng­arahkan mobil ke arah kanan agar dekat dengan ruang satreskrim. Saat turun, Debby langsung diarahkan ke ruangan Kasat Reskrim, AKP Rifal Enfendi Adikusuma.

Mungkin istri walikota, sehingga Debby diistimewakan. Ia tidak di­periksa di ruang unit tipikor, seperti saksi-saksi lainnya, namun di ruang kasat reskrim.

Alhasil, selama pemeriksaan Debby, aktivitas pelayanan reskrim kepada masyarakat terpaksa dila­kukan di luar ruangan.

Debby mulai diperiksa pukul 10.00 WIT oleh penyidik Bripka Akipai Lessy, dengan puluhan pertanyaan.

Usai diperiksa sekitar pukul 13.30 WIT, Debby yang mengenakan blus abu-abu dan rok hitam, terlihat ber­jalan keluar dari ruang kasat. Dikawal salah satu ajudannya dan seorang polwan, langkah kaki Debby begitu cepat, karena menghindari warta­wan. Ajudannya itu, berupaya menghalangi saat wartawan meng­ambil gambar.

Saat dicegat, Debby bungkam. Ia hanya menebar senyum dan lang­sung buru-buru masuk ke mobil, dan dengan cepat mobilnya mening­galkan halaman Polres Ambon.

Sekot Dicecar 8 Jam

Sekot AG Latuheru dicecar tim penyidik Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Rabu  (16/5) selama delapan jam lebih.

Latuheru diperiksa terkait kasus dugaan perjalanan dinas fiktif di Pemkot Ambon tahun 2011, yang diduga merugikan negara Rp 700 juta lebih.

Mantan Kepala Inspektorat Kota Ambon itu, mendatangi Mapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease dengan mobil dinas kijang innova hitam  pukul 09.30 WIT, dan langsung menuju ke ruang penyidik.

Pemeriksaan mulai dilakukan pukul 10.00, dan baru selesai 18.30 WIT, dengan dicecar 23 pertanyaan.

Latuheru yang mengenakan pa­kaian dinas berwarna putih, terlihat agak tegang menjawab  setiap pertanyaan penyidik.

Usai diperiksa, Latuheru diberikan kesempatan untuk membaca kembali berita acara pemeriksaan (BAP), sebelumnya menandatanganinya. (S-19/S-49/S-50)