Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease kembali melakukan pemeriksaan kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif Pemkot Ambon tahun 2011, yang diduga merugikan negara lebih dari 700 juta rupiah.

Sejumlah pejabat Pemkot Ambon kembali dicecar penyidik. Mereka diantaranya, mantan Kadis Perikanan Piet Saimima, mantan Kepala Bappeda Dominggus Matulapelwa dan mantan Kadis Tata Kota, Novel  Masuku.

Munculnya kasus SPPD fiktif tahun 2011, berawal dari Pemkot Ambon mengalokasikan anggaran sebesar dua miliar untuk perjalanan dinas. Dalam pertanggungjawaban, disebut anggaran tersebut habis dipakai. Namun, tim penyidik polisi menemukan 100 tiket yang diduga fiktif senilai 742 juta lebih.

Kasus SPPD fiktif diusut sejak Mei 2018 lalu. Banyak pejabat Pemkot Ambon dipanggil. Walikota Richard Louhenapessy, istrinya Ny. Leberina Louhenapessy, dan Sekretaris Kota Ambon AG Latuheru juga turut diperiksa.

Setelah menggarap keterangan dari berbagai pihak dan diperkuat dengan dokumen-dokumen yang disita, tim penyidik Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease melakukan gelar perkara di Kantor Ditreskrimsus Polda Maluku, Mangga Dua Ambon, pada Jumat 8 Juni. Gelar perkara saat itu dihadiri Kasat Reskrim Polres Pulau Ambon, AKP Rifal Efendi Adikusuma, Kanit Tipikor Bripka M Akipay Lessy, tim penyidik dan Wakil Ditreskrimsus Polda Maluku, AKBP Harold Wilson Huwae.

Baca Juga: Ambon Kehilangan Kuota CPNS 100 Orang

Hasil gelar perkara, penanganan kasus ini dinaikan ke tahap penyidikan. Dalam gelar perkara itu, tim penyidik memaparkan hasil penyelidikan dan bukti-bukti adanya dugaan korupsi dalam SPPD fiktif tahun 2011 di Pemkot Ambon, termasuk siapa saja bertanggung jawab dalam kasus ini.

Hasil audit kerugian negara dari BPK juga sudah dikantongi polisi. SPDP sudah dikirim, namun belum satupun yang dijerat sebagai tersangka. Polisi juga merahasiakan hasil audit kerugian negara itu. Justru pasca mengantongi hasil kerugian negara, kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon mandek.

Polisi beralasan harus memintai keterangan dari ahli BPK. Namun hingga kini, belum dilakukan. Polisi sudah menyurati BPK, tapi belum ada balasan. Ini adalah alasan klasik yang selalu diutarakan pihak Polresta Ambon. Namun, tak ada langkah proaktif yang dilakukan untuk memeriksa ahli BPK.

Dua tahun lebih jaksa menunggu berkas kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon pasca dikirim SPDP pada medio Agustus 2018 lalu. Hingga kini belum ada berkas yang masuk. Kepala Kejari Ambon, Benny Santoso mengatakan, jaksa hanya bersifat menunggu. Kalau berkas sudah dilimpahkan penyidik polisi maka akan ditindaklanjuti.

Memang jaksa tak punya kewenangan untuk memaksa penyidik polisi melimpahkan berkas kasus SPPD fiktif, tetapi harus diingat kalau SPDP adalah bagian dari rangkaian penyidikan. Karena itu, kalau SPDP sudah dikirim, maka harus disusul juga dengan berkas perkara. Lalu mengapa sudah dua tahun lebih, berkas tak kunjung dilimpahkan?

Penanganan kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon harus tuntas. Apalagi kasus ini sudah di tahap penyidikan. Kerugian negara juga sudah dikantongi penyidik.

Ada apa dengan Polresta Ambon, sehingga dua tahun lebih seakan tak punya kuasa untuk menuntaskan kasus SPPD fiktif Ambon? Apa karena ada dugaan keterlibatan pejabat Pemkot Ambon? Tapi bukankah hukum tidak mengenal diskriminasi? Hukum adalah panglima. Tak boleh tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Pihak Polresta Ambon harus transparan, sehingga tidak menimbulkan penilaian miring dari publik, kalau ada “main mata” untuk mendiamkan kasus ini. Bukti-bukti sudah dikantongi, lalu mengapa tak kunjung dituntaskan? Mengapa belum ada tersangka yang ditetapkan?

Kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon menyedot perhatian masyarakat luas. Jangan sampai citra kepolisian menjadi tercoreng karena dinilai mendiamkan kasus dugaan korupsi. (*)