Ambon – Pihak DPRD Pro­vinsi Maluku men­dukung sepenuh­nya langkah Gu­ber­nur, Murad Is­mail untuk mela­wan kebijakan Men­teri Kelautan dan Pe­rikanan, Susi Pu­djiastuti yang me­rugikan Maluku.

Menteri Susi me­ngizinkan 1.600 kapal ikan beroperasi di Perairan Arafura, namun Maluku tak dapat apa-apa.

“Tentu kita mendukung kebijakan gubernur untuk melawan kebijakan Menteri Susi. Ini menjadi kegelisa­han kita semua masyarakat Maluku, termasuk pemerintah daerah dalam hal ini gubernur dan DPRD, karena kebijakan pemerintah pusat tidak menguntungkan daerah,” tandas Ketua DPRD Provinsi Maluku, Edwin Huwae, kepada wartawan, di ruang kerjanya, Selasa (3/9).

Huwae mengatakan, Maluku yang berada di urutan empat provinsi ter­miskin, butuh pembukaan lapangan kerja. Kalau kebijakan pemerintah pusat tidak berpihak kepada daerah, wajar kalau gubernur menolak.

“Kami sebagai wakil rakyat men­dukung sikap gubernur berkaitan dengan kebijakan perikanan tang­kap,” tegasnya.

Baca Juga: SAR Temukan Tumpahan Minyak MV Nur Allya

Huwae mengaku, kecewa dengan janji-janji Menteri Susi yang hingga kini tak pernah terealisasi bagi Maluku.

“Ibu Susi dari awal menjadikan Maluku LIN  tetapi tidak jadi, kemu­dian ibu Susi membuat kebijakan yang merugikan daerah, salah sa­tunya adalah berkaitan dengan kewenangan melakukan uji mutu perikanan,” tandasnya.

Uji mutu perikanan, kata Huwae, termasuk sumber pendapatan bagi daerah tetapi sekarang sudah dipin­dahkan ke Sorong. Hal ini membe­rikan dampak bagi PAD Maluku.

“Kebijakan-kebijakan yang dibuat merugikan kita, dan membuat kita tambah terpuruk. Oleh karena itu sebagai lembaga DPRD yang men­jadi unsur penyelenggara pemerin­tah daerah, kami bersama-sama me­nyatakan sikap untuk menggugat kebijakan pemerintah pusat itu,” tandasnya.

Komisi B Bahas

Komisi B DPRD Maluku melaku­kan rapat dengan pimpinan OPD membahas langkah gubernur me­lawan kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti, Selasa (3/9).

Hadir dalam rapat itu, penjabat Sekda Maluku Kasrul Serang, Kadis ESDM Fauzan Khotib, Kadis Ke­hutanan Sadly Ie, dan Kadis Kelau­tan dan Perikanan, Romelus Far-Far.

“Langkah pak gubernur ini  harus ditopang dengan langkah stategis yang diambil oleh setiap OPD,” tandas Ketua Komisi B DPRD Ma­luku, Everd Kermite.

Hal yang sama juga diungkapkan, Anggota Komisi B, Lutfy Sanaky. Ia mengatakan, Maluku harus tegas terhadap regulasi pemerintah pusat yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat Maluku.

“Kalau regulasi dari pempus mem­beratkan, kita harus lawan dengan regulasi yang dikeluarkan daerah seperti misalnya regulasi adat,” tandas Sanaky.

Kadis Kelautan dan Perikanan, Ro­melus Far-Far, kepada wartawan, usai rapat tersebut mengaku, ber­bagai cara sudah dilakukan pemprov agar manfaat laut Arafura dapat dirasakan juga oleh masyarakat Maluku, baik dari segi ketenagaker­jaan maupun hasil laut, namun re­gulasi membatasi hal tersebut.

Menyikapi hal itu, kata Far Far, gubernur telah mengambil langkah dengan melakukan pertemuan de­ngan pihak pengelola 1.600 kapal yang beroperasi di Laut Arafura.

“Gubernur mau untuk 1.600 kapal ini mereka harus bangun kantor cabang di Maluku, dan setiap kapal minimal dapat memperkerjakan ABK asal Maluku,” jelasnya.

Rugikan Daerah

Sadar atau tidak sadar, saat ini pemerintah pusat memegang kendali terhadap seluruh hasil laut Maluku. Kebijakan moratorium sampai kepada penentuan 12 mil dari lepas pantai, jelas-jelas sangat merugikan daerah.

“Kebijakan-kebijakan pempus itu tidak mensejahterakan Maluku. Contoh  uji mutu perikanan dulu ditangani langsung Dinas Ke­lautan dan Perikanan. Sekarang ti­dak lagi, uji dilakukan di Sorong, Papua Barat. Kebijakan seperti ini aja, Maluku sudah rugi  4-7 miliar per tahunnya.  Artinya PAD dari sek­tor ini hilang. Itu karena apa, ya semua dibawa kendali peme­rintah pusat,” tandas Akademisi Fa­kultas Perikanan Unpatti, Yusuf Wattimury kepada Siwalima di Ambon, Selasa (3/9).

Wattimury menyayangkan kebi­jakan tersebut. Salah satu sisi nega­tif dari kebijakan pempus itu, sumber daya manusia Maluku dari sektor perikanan ini tidak dipakai karena pempus lebih banyak merekrut lulusan dari luar Maluku atau Indonesia Bagian Timur.

“Salah satu sisi negatif, itu sum­ber daya kami orang Maluku dari lu­lusan-lulusan terbaik tidak dipa­kai, tetapi yang dipakai lulusan dari luar Maluku,” ujar Wattimury.

Ia sangat mendukung kebijakan gubernur untuk melakukan sasi laut Maluku asalkan ditopang dengan regulasi yang mumpuni.

“Saya mendukung keinginan gubernur untuk sasi laut Maluku. Tetapi harus diingat, sasi harus ditopang dengan regulasi yang baik, sehingga menjadi dasar pijak untuk pengambilan keputusan yang arif dan bijaksana guna pengembangan daerah Maluku ke arah yang lebih baik lagi,” tandasnya.

Menurutnya, akibat kebijakan pusat, Maluku dirugikan lantaran pendapatan daerah tidak ada sama sekali.

“Jadi memang kebijakan gubernur tepat sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan daerah. Konsep 12 mil itu sangat memiliki titik lemah terhadap pendapatan daerah,” tandas Watti­mury.

Kebijakan itu, membuka peluang dan jalan lebar untuk untuk meng­ambil kekayaan laut Maluku tanpa melibatkan Maluku selaku daerah penghasil.

“Padahal seharusnya izin itu dike­luarkan ke daerah, supaya kita men­dapatkan hasil untuk pembangunan daerah khusus masyarakat agar keluar dari kemiskinan,” pungkas Wattimury.

Kritik Keras

Seperti diberitakan, Gubernur Malu­ku, Murad Ismail mengkritik keras ke­bijakan Menteri Kelautan dan Peri­kanan, Susi Pudjiastuti yang membe­rikan izin bagi 16.000 kapal ikan ber­operasi di perairan Arafura.  Kebijakan itu sangat meru­gikan Maluku.

Maluku tidak mendapat apa-apa. Tidak satupun ABK asal Maluku yang berada bekerja pada belasan ribu kapal itu. Padahal selama ini 400 kontainer ikan dibawa keluar untuk ekspor ke luar negeri.

“Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, ibu Susi Pudjiastuti de­ngan membawa ribuan kapal ikan beroperasi dari laut sangat meru­gikan masyarakat Maluku,” tegas­gubernur dalam sambutannya ketika melantik penjabat Sekda Maluku, Kasrul Selang di Lantai 7 Kantor Gubernur Maluku, Senin (2/9).

Gubernur Murad mengatakan, se­belum dilakukan moratorium, uji mutu perikanan ditangani langsung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan. Saat ini dilakukan di Sorong. Aki­batnya Maluku tidak dapat apa-apa. Kebi­jakan seperti ini harus dilawan.

“Sekarang uji mutu sudah dila­kukan di Sorong, dan kita tidak dapat PAD dari sektor perikanan, kalian tahu kita perang,” tegasnya.

Tidak hanya itu, gubernur juga menyentil soal kebijakan 12 mil hak wilayah laut merupakan kewena­ngan dari pemerintah daerah, se­dangkan diatas 12 mil adalah kewenangan pemerintah pusat.

“12 mil lepas pantai itu punya pusat,  suruh mereka buat kantor di 12 mil lepas pantai,  ini daratannya punya saya,” tegasnya lagi.

Untuk itu,kata gubernur,peraturan tentang sasi laut akan segera dibuat, sehingga PAD bisa ditarik dari sektor perikanan.”Kita punya laut yang luar biasa, tetapi tidak dapat apa-apa, sehingga kita akan buat undang-undang sasi laut,” tandasnya.(S-16/S-19/S-32)