AMBON, Siwalimanews – DPRD Maluku meminta tim penyidik Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease mengusut tuntas, dugaan  penculikan kader HMI, Muhammad Syahrul Wadjo.

Anggota Komisi I DPRD Malu­ku, Eddyson Sarimanella mengata­kan, dugaan penculikan kader HMI harus diproses oleh penyidik kepolisian hingga tuntas, agar memberikan kepastian hukum.

“Menyangkut penculikan aktivis HMI harus diproses oleh penyelidik hingga tuntas agar ada kepastian hukum,” ujar Eddyson.

Menurutnya, dalam proses hukum tidak ada yang tebang pilih, karena semua orang harus diperlakukan sama. Sehingga kepolisian harus menyikapi persoalan ini dengan lebih baik sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Kata Eddyson, jika kasus ini tidak diselesaikan melalui mekanisme hukum yang berlaku, maka akan menjadi preseden buruk bagi proses hukum bagi kepolisian.

Baca Juga: Polisi: Kasus Syahrul Wadjo Masih Terus Didalami

Selaku anggota DPRD Maluku, Sarrimanella sangat menyayangkan cara-cara premanisme yang diguna­kan untuk mengkerdilkan demokrasi dalam menyampaikan pendapat di Indonesia, karena itu kasus ini harus diusut secara transparansi dengan ketentuan siapapun yang terlibat harus ditindak.

Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Maluku lainnya, Alimudin Kolatlena kepada Siwalima, Kamis (10/9) mengatakan pihak kepolisian wajib mengusut masalah dugaan pendulikan tersebut sampai tuntas agar terang benderang.

“Selaku mitra, kami minta kepo­lisian untuk mengusut masalah itu sampai tuntas sehingga terang ben­derang,” tegas Kolatlena.

Menurutnya, kasus dugaan pen­culikan yang dilakukan oleh orang tertentu ini telah mendapatkan per­hatian dan sorotan dari masyarakat luas, termasuk Komisi I DPRD Ma­luku, dengan  minta supaya kasus itu dapat diungkap sampai tuntas dengan tujuan menangkap para pelaku dan otak dibalik perbuatan itu.

“Memang dari keterangan polisi keterangannya tidak tetap atau berubah-ubah, tetapi polisi harus menyikapi itu, karena ini publik dibuat bingung karena logika publik dengan kasus ini seperti ada reka­yasa,” ujarnya

Karena itu, Kolatlena mengharap­kan agar proses hukum terhadap ka­sus itu tidak boleh berhenti sampai disitu, karena sudah menjadi perha­tian masyarakat, sehingga polisi harus penyelidikan kasus ini sampai terungkap.

Masih Didalami

Pihak Satreskrim  Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease me­ngaku, masih terus mendalami du­gaan penculikan kader HMI, Mu­hammad Syahrul Wadjo.

Dua pemuda yang berada di da­lam mobil saat membawa secara paksa Syahrul sementara diidenti­fikasi.

“Kasus Syahrul Wadjo masih te­rus didalami. Untuk dua orang di­mobil juga sementara diidentifikasi. Prinsipnya kami masih berproses,” tandas Kasat Reskrim Polresta Pu­lau Ambon, AKP Mido J Manik saat dikonfirmasi Siwalima, di Mapol­resta, Rabu (9/9).

Syahrul Wadjo, yang menjadi orator saat aksi demo di Kantor Gu­bernur, Rabu (2/9), diculik sekelom­pok orang tidak dikenal di kawasan Poka, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon.

Aksi penculikan itu terjadi Rabu malam, tak jauh dari Sekretariat HMI Ekonomi Universitas Pattimura.

Sejumlah rekan korban kepada Siwalima, menuturkan penculikan itu terjadi saat Syahrul sementara melakukan pembicaraan dengan seseorang lewat telepon seluler, tak jauh dari Sekretariat HMI Eko­nomi sekitar pukul 22.30 WIT.

“Kita banyak di depan sekretariat, tiba-tiba dua mobil pribadi warna hi­tam muncul dan langsung menculik Syahrul yang sedang menelepon seseorang,” kata Fadel Rumakat.

Dia menuturkan, kelompok pen­culik tersebut membawa sebilah parang dan menodong korban. Saat itu, Fadel mendengar Syahrul teriak minta tolong. “Beta minta ampong, jang potong beta,” kata Fadel meni­rukan teriakan Syahrul.

Tak hanya dirinya yang melihat kejadian itu, sejumlah temannya juga melihat kejadian penodongan itu. Selanjutnya, korban langsung dibawa dengan mobil.

Fadel dan teman-temannya tidak kuasa mengejar mobil tersebut. Pasalnya, salah seorang dari ke­lompok penculik itu mengancam mereka dengan sebilah parang.

Pun mereka tidak bisa mengenali wajah para pelaku, karena mereka semuanya menggunakan masker dan topi. Selain itu, karena lampu mobil diarahkan ke mereka. “Jadi kami tidak tahu siapa pelaku,” kata Fadel lagi.

Ngaku tak Diculik

Anehnya, setelah pemeriksaan lanjutan oleh penyidik Satreskrim, Syahrul justru mengaku dirinya tidak diculik.

Pernyataan itu diungkapkan Syah­rul saat dihadirkan dalam konferensi pers di ruang command center Pol­resta Ambon, yang dipimpin Ka­polresta, Kombes Leo Surya Nug­raha Simatupang, didampingi Kabid Humas Polda Maluku Kombes Roem Ohoirat, Jumat (4/9).

“Peristiwa penculikan seperti yang beredar tidak benar alias hoax, saya tidak diculik saya dikeluarkan secara baik baik,” ungkap Syahrul.

Syahrul menjelaskan kronologis, saa itu dirinya hendak menuju ke Sekterariat HMI Komisariat Fakul­tas Ekonomi Unpatti bersama dua rekannya yakni Fahmi dan Haikal.

Saat berada di depan sekretariat, Syharul melihat sebuah mobil men­curigakan yang mendekat, sehingga dirinya menyuruh kedua temannya itu untuk lebih dulu ke sekretariat.

Selanjutnya mobil mencurigakan tersebut berhenti dan terlihat dua orang yang turun dan langsung menggiring dirinya ke dalam mobil.

“Saat dimasukan ke dalam mobil, sudah ada dua orang di dalam mobil, salah satu diantaranya saya kenali karena pernah ke sekretariat sekitar 3 tahun lalu dan mereka mengakui sebagai kader HMI,” ujar Syahrul.

Syahrul mengaku, dirnya dibawa ke Passo dan diinterogasi di sana. Kedua orang ini mengungkapkan kekesalan mereka atas orasi Syahrul di Kantor Gubernur.

“Mereka menyampaikan keke­cewaan terkait narasi saya saat demo, bahasa itu seakan-akan me­reka marah, karena bertujuan ke Gubernur Maluku yang merupakan orang Jazirah dan saya diminta untuk minta maaf ke pak gubernur,” jelasnya.

Usai diinterogasi, kata Syahrul, dirinya diperlakukan secara baik baik, bahkan ia diajak makan sebe­lum akhirnya diturunkan di kawasan bundaran Patung Leimena sekitar pukul 00.00 WIT.

Disana Syahrul bertemu salah satu kenalan dan diminta untuk dian­tarkan ke sekretariat. Namun saat tiba di depan gapura pemda 3, ia ber­temu dua rekannya yang meng­hadang perjalannya ke sekretariat dengan alasan ada polisi di sana.

Mendengar penjelasan dua re­kannya itu, ia kemudian pergi dan menginap di salah satu rumah seniornya. “Saya niatnya mau ke Sekretarita HMI, namun saat dengar polisi saya lari, Saya kira akan ditangkap karna aksi saya di Kantor Gubernur,” ujarnya.

Keterangan yang disampaikan Syahrul ini bertolak belakang de­ngan keterangan awal saat ia di­periksa. Polisi menilai, keterangan­nya berbelit-belit.

“Setelah kejadian polisi lakukan rekonstruksi, dan kita cek posisi HP korban, hasilnya di jam 12 itu kor­ban berada di kawasan patung Lei­mena, sementara di keterangan awal, korban mengaku dipulangkan jam 06.00 pagi, nah ini membingungkan, ada beberapa keanehan dari kete­rangan Syahrul yang perlu kita telu­suri,” ujar Kapolresta Kombes Simatupang kepada wartawan.

Dari keterangan Syahrul, penyidik akan mendalami dan melakukan pengembangan lebih lanjut

“Kita masih selidiki dua orang yang ada bersama dengan korban saat berada di dalam mobil, kesuli­tannya korban hanya mengetahui nama, sementara marga dan tempat tinggal korban tidak tahu. Prinsip­nya kita dalami, masih banyak fakta-fakta yang masuk materi penyelidi­kan, sehingga belum bisa kita sam­paikan secara terperinci pada kesempatan ini,” jelasnya

Kalangan akademisi hukum dan praktisi hukum meminta polisi trans­paran mengusut kasus dugaan penculikan Syahrul Wadjo.

Dikhawatirkan Wadjo memberi­kan keterangan berbelit-belit dan mem­bantah, kalau dia tidak diculik karena dalam  tekanan. Penyelidikan harus tetap dila­kukan. Terlalu prematur jika menyim­pulkan, kader HMI ini tidak diculik. (Cr-2)