AMBON, Siwalimanews – Puluhan dokter spesialis di RSUD Haulussy tetap ngotot untuk mogok sepanjang mana­jemen RSUD tidak membayar jasa tenaga kesehatan.

Penegasan ini disampaikan dok­­ter saat menggelar rapat ber­sama Komisi IV DPRD Pro­vinsi Maluku, Direktur RSUD Hau­lus­sy, Nazaruddin dan pihak BPJS Cabang Ambon, Jumat (2/9).

Sikap tegas sejumlah dokter spesialis berawal dari Ketua Komite Medik RSUD Haulussy, dr Helfi Nikijuluw mengingatkan para dokter terhadap kesepa­katan dimana dokter spesialis wajib membuka poliklinik saat jasa  Perda telah dibayar.

Merespon pernyataan Niki­juluw, Dokter ahli Isabella Hu­liselan pun marah sebab pe­r­nyataan tersebut tidak sesuai dengan kesepakatan dimana pembayaran jasa dokter spesialis dan nakes dilakukan pada 15 Agustus.

Menurutnya, manajemen dan komite medik RSUD Haulussy mestinya tidak menunda-nunda pembayaran jasa dokter dan tenaga kesehatan sebab anggarannya telah tersedia.

Baca Juga: MI tak Gubris Surat DPRD Maluku, 140 Ruko Masih Digembok

Dokter Spesialis kata Huliselan tidak membutuhkan apapun selain kepastian dari direktur RSUD Hau­lussy untuk melakukan pembayaran, konsekuensinya sepanjang pembayaran tidak dilakukan maka dokter spesialis tetap mogok kerja.

“kita ini sudah cukup sabar dengan janji-janji palsu yang disampaikan Direktur RSUD Haulussy. Coba kalau direktur di posisi kita apa yang akan dila­kukan,” kesalnya.

Huliselan menegaskan dokter spesialis tidak akan membuka poliklinik jika manajemen RSUD belum juga melakukan pembayaran jasa Perda selama bertahun-tahun.

“Maaf saja kita tidak akan membuka poliklinik sampai jasa kami dibayarkan dan sesuai kesepakatan SMS banking berbunyi baru kita berhenti mogok kerja,” tegasnya.

Sementara itu, dokter Nenoe Mailola juga menolak untuk berhenti mogok kerja sampai dengan pem­bayaran jasa dilakukan.

Menurutnya, dokter spesialis dan tenaga kesehatan selama ini selalu dijanjikan oleh direktur bahwa akan membayar jasa tapi sampai dengan saat ini tidak dibayarkan.

“Kita ini sudah berulang kali dibohongi, kita diberi harapan palsu jadi kita tidak tidak lagi percaya dengan direktur seperti ini,” kecam Mailoa.

Mailoa menegaskan sebagai dirinya dengan sejawat tidak akan membuka poliklinik jika manajemen RSUD Haulussy belum membayar­kan hak tenaga kesehatan dan dokter.

Tutup HFIS

Lantaran tidak terima dengan keputusan mogok kerja, manajemen RSUD Haulussy justru meminta BPJS kesehatan membatasi jam praktek dokter spesialis melalui aplikasi Health Facilities Information System (HFIS).

Parahnya lagi, manajemen RSUD Haulussy dibawah komando Direktur, Nazaruddin menyurati langsung BPJS Cabang Ambon perihal meminta BPJS menegakan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin ASN.

Dalam surat tersebut, manajemen RSUD Haulussy meminta BPJS untuk mengatur seluruh dokter spesialis ASN wajib bekerja sejak pukul 08.00 hingga 16.30 atau 37 jam dalam seminggu.

Konsekuensi dari surat tersebut dokter spesialis wajib berada di RSUD selama jam kantor artinya tidak boleh berpraktek di rumah sakit lain di Kota Ambon.

HFIS yang merupakan aplikasi berbasis situs dengan tujuan monitoring dan pelaporan data profiling faskes yang digunakan BPJS untuk mengontrol dokter di faskes yang bekerjasama.

Sikap arogansi yang ditunjukkan manajemen RSUD Haulussy tersebut mengakibatkan puluhan dokter spesialis mengadu ke DPRD karena merasa kebijakan tersebut tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Dihadapan Pimpinan dan anggota komisi IV, para dokter spesialis mengeluhkan kelakuan direktur yang dinilai sebagai tindakan membungkam dokter spesialis.

Salah satu ahli radiologi, dokter Wini menjelaskan persoalan jasa Perda bukan baru diminta bulan Agustus kemarin tetapi telah diminta sebelum lebaran bahkan dokter spesialis radiologi saat itu menutup pelayanan maka dijanjikan akan dibayarkan.

Namun, janji direktur tersebut tidak kunjung direalisasikan hingga saat ini artinya aksi mogok kerja yang dilakukan bukan tanpa sebab, tetapi terlalu sering diberi harapan palsu oleh direktur.

“Kita sudah cukup sabar, jadi proses ini bukan bicara dua Minggu, kan sudah dari sebelumnya lebaran. Kemudian yang kita ketemu terakhir dengan Sekda dan Inspektorat di Haulussy keluar pernyataan dari ketua tim jasa bahwa ditambah waktu 2 Minggu untuk membayar jasa Perda 2021 dan saat pertemuan itu sudah ada yang ngomong, kalau SMS banking tidak bunyi kita mogok,” jelas Wini.

Menurutnya sebagai dokter spesialis dirinya kecewa dengan sikap Direktur yang menyurati BPJS agar menutup HFIS padahal Maluku masih membutuhkan dokter spesialis.

“Kami kecewa kalau pak Direktur mengatakan memperlakukan kita seperti sejawat, tetapi teman sejawat mana yang membuat surat ke BPJS dalam rangka menutup HFIS kami sedangkan kita semua tahu dokter spesialis di Maluku masih kurang,” kesalnya.

Sementara itu, Dokter Enselin Nikijuluw juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap Direktur RSUD yang mengirim surat ke BPJS agar menutup HFIS dokter spesialis.

Dijelaskan, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin ASN yang digalang manajemen agar ASN harus bekerja dari 08.00 sampai 16.30 atau 37 dalam satu  sangat tidak masuk akal.

“Kami dokter spesialis terutama yang pegang pisau dan dokter anastesi tidak mengenal jam itu, ada operasi yang dilakukan diluar jam itu bahkan Sabtu dan Minggu tetap kita tetap bekerja,” kesalnya.

Menurutnya, keputusan Direktur dengan menyurati BPJS kesehatan tidak tepat sebab Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Hari Kerja dan Jam Kerja secara tegas mengatur tentang fleksibilitas waktu kerja.

“PP itu menjelaskan mengenai fleksibilitas waktu kerja untuk ASN yang melayani langsung masyarakat seperti dokter spesialis. Kami kecewa sebagai pemimpin kami yang bekerja langsung menangani masyarakat tapi tidak tahu ada pengecualian,” tutupnya.

Merespon hal ini, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Rovik Akbar Afifuddin meng­ingatkan BPJS kesehatan Cabang Ambon agar tidak boleh menutup HFIS dokter spesialis.

Rofik menegaskan pihak BPJS sengaja ditarik masuk dalam persoalan RSUD Haulussy padahal keputusan menyurati BPJS merupakan tindakan keliru dari manajemen RSUD.

“Saya ingatkan jangan coba-coba menindaklanjuti surat itu, dokter spesialis itu bebas memilih dimana mereka harus berpraktek, sebab mereka punya SIP, jadi jangan coba-coba, biarkan saja dokter spesialis melayani masyarakat Maluku dimana saja,” tegasnya. (S-20)