AMBON, Siwalimanews – Sekretaris daerah Maluku, Saldi Ie menga­takan, Pemerintah Pro­vinsi Maluku belum melakukan pembayaran sisa lahan RS Haulussy disebabkan karena ma­sih menelaah sertifikat lahan rumah sakit tersebut.

Sikap ini diambil Pe­merintah Provinsi Ma­luku ditengah tindakan penutupan lahan RS Haulussy yang dilaku­kan oleh pemilik lahan Yohannes Tisera mela­lui kuasa hukumnya, Adolof Suryaman.

Pemprov bersikukuh belum dibayarkannya sisa lahan RS Haulussy sebesar Rp49.987.­000.000.

Sadli Ie kepada wartawan di Kantor Gubernur di kawasan jalan Pattimura, Kamis (4/1) membantah jika Pemprov tidak beritikad baik untuk membayar sisa lahan RS Haulussy.

Menurutnya, Pemerintah Provinsi harus berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait pembayaran sisa lahan RS Haulussy sebab me­nyangkut keuangan negara.

Baca Juga: Pemprov Belum Miliki UPTD Pasar Mardika

“Pemerintah daerah bukannya tidak mau bayar tapi kita harus berhati-hati dalam melakukan pembayaran sebab ini menyangkut keuangan negara. Kalau kita salah bayar pasti kita bermasalah kede­pan,” ujar Sekda.

Sekda mengakui, pasca tindakan penutupan lahan RS Haulussy, Pemprov telah memanggil seluruh pihak terkait guna mencari solusi termasuk BPN.

Hal ini bertujuan agar ada kepa­stian terkait pemilik lahan sesung­guhnya yang harus menerima sisa pembayaran lahan RS tersebut.

Apalagi menurut sekda, diatas lahan RS Haulussy terdapat be­berapa sertifikat yang harus diteliti kembali sebelum Pemprov meng­ambil keputusan pembayaran.

“Kita masih minta para pihak untuk mengkaji sebab ada beberapa sertifikat dalam areal itu termasuk kita akan panggil pertanahan untuk dilihat benar atau tidak itu terkait dengan sisa pembayaran yang diklaim oleh Tisera,” jelasnya.

Mantan Kadis Kehutanan Ma­luku ini tidak menampik adanya putusan pengadilan terkait tetapi untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dalam pembayaran.

“Pokoknya kita akan cari solusi supaya dilakukan pembayaran tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari,” tutur Sekda.

Gembok RS Haulussy

Seperti diberitakan sebelumnya, setelah menyegel RS Haulussy, Jumat (22/12) lalu, pemilik lahan Johanes Tisera kembali mengamuk dan menggembok rumah sakit yang berdiri di lahan seluas 31.880 meter persegi itu.

Tindakan ini dilakukan akibat tidak adanya itikad baik dari Pemerintah Provinsi Maluku untuk menyelesaikan pembayaran lahan yang terletak di kawasan Kudamati tersebut.

Pantauan Siwalima di RS Hau­lussy, aksi penggembokan RS tersebut dimulai sekitar 07.30 WIT, pada pintu gerbang utama dan pintu keluar oleh kuasa hukum pemilik lahan, Adolof Gerrit Suryaman.

Kepada wartawan usai RS Hau­lussy digembok Adolf menjelaskan, penutupan akses masuk RS Hau­lussy merupakan langkah yang diambil sebab, sejak Jumat, 22 Desember lalu ketika dipasang plang pemberitahuan tersebut, Pemerintah Provinsi Maluku sama sekali tidak menggubrisnya.

“Untuk tindakan kami ini, kami fokus kepada bagaimana Pemerintah Provinsi Maluku membuka mata mereka untuk segera menyelesaikan masalah pembayaran ini dengan kami,” ujarnya.

Dikatakan, tuntutan pihaknya cukup jelas yakni selesaikan pembayaran sebab pihaknya sudah cukup berikan kelonggaran untuk masalah tersebut.

“Ketika kami melakukan ini, terlepas dari sisi kemanusiaan yang telah kami lakukan kemarin, karena beri dispensasi dan kelonggaran waktu biar ada etiket baik dari pihak Pemerintah Provinsi, namun dalam hal ini dibiarkan terus. Kami merasa kami tidak dipedulikan oleh pemprov, oleh karena itu harapan kami adalah biar ini cepat selesai,” tandasnya.

Adolof mengungkapkan, Pem­prov Maluku tidak memiliki itikad baik untuk melakukan pembayaran lahan.

“Tuntutan kami jelas, kami meminta Pemerintah Provinsi Maluku membayarkan lahan kami ada 31 miliar lebih, jika tidak kami tetap melakukan penyegelan sampai Pemerintah Provinsi membayarkan lahan. Jika ditanya sampai kapan, ya kami tunggu Pemerintah Provinsi tergantung dari mereka kalau mereka cuek ya kami akan ada di sini terus”, tegas Adolof.

Tisera Segel

Diberitakan sebelumnya, akibat tidak adanya itikad baik dari Pemerintah Provinsi Maluku untuk menyelesaikan pembayaran lahan dimana berdirinya RS  Haulussy, maka Yohannes Tisera yang mengklaim sebagai pemilik lahan tersebut menyegel rumah sakit itu dengan menutup akses masuk.

Aksi penutupan lahan RS Haulussy itu dilakukan sekitar pukul 10.45 WIT dan dilakukan langsung oleh kuasa hukum Tisera Adolof Gerrit Suryaman, Jumat (22/12).

Kepada wartawan di sela-sela penyegelan itu, Adolof menjelaskan, penutupan akses masuk RSUD Haulussy merupakan langkah terakhir, sebab  upaya secara birokrasi baik persuasif maupun hukum sudah dilakukan.

“Sudah berulang-ulang klien kami dijanjikan, tapi semuanya hanya janji palsu yang disampaikan Pemerintah Provinsi Maluku, baik sekda, Biro Hukum, bahkan kita sudah rapat dengan tim asistensi yang dibuat gubernur untuk membahas pembayaran, namun tidak pernah terealisasi,” kesal Adolof.

Dijelaskan, berdasarkan putusan pengadilan, luas lahan yang dimiliki Yohannes Tisera yaitu 43.880 meter persegi dan 12.000 meter persegi tanah dihibahkan kepada peme­rintah provinsi, maka yang menjadi kewajiban pemerintah untuk mem­bayar hanya lahan seluas 31.880  meter persegi yang diatas­nya berdiri RS Haulussy, bangsal mayat, bangsal gila, asrama putri, asrama putra, rumah generator dan rumah dinas.

Total yang harus dibayarkan pemerintah provinsi atas lahan seluas 31.880 meter persegi tersebut sebesar Rp65 miliar, namun saat melakukan pertemuan dengan klien Yohannes Tisera, Pemerintah Provinsi menyampaikan kesang­gupan membayar dibawah Rp50 miliar, sehingga disepakati dengan harga Rp49.987.000.000.

Nilai tersebut wajar sesuai dengan hasil perhitungan harga tanah yang dilakukan tim appraisal dari Ke­menterian Keuangan, dimana satu meter persegi dikenai dengan harga Rp.1.568.000.

“Yang sudah dibayar itu sebesar Rp18.329.000.000 artinya masih tersisa 31.658.000.000,” jelasnya.

Ditanya soal waktu batas waktu penutupan rumah sakit, Adolof mengungkapkan, sepanjang tidak ada itikad baik dari Pemerintah Provinsi Maluku, maka pihaknya akan tetap menutup lahan tersebut.

Bahkan, jika tidak dilakukan pembayaran, maka kliennya Yoha­nnes Tisera mungkin saja akan mempertimbangkan menjual tanah tersebut kepada pihak lain untuk kepentingan seperti pembangunan sekolah dan sebagainya. (S-20)