AMBON, Siwalimanews – Konsultan Konsultan Perencanaan dan Pengawasan John Lucky Metubun proyek Rp 1,7 miliar milik Dinas Perhubungan yang diduga pekerjaanya asal-asalanya akhirnya buka suara.

Dirinya membenarkan kalau proses pekerjaan yang dilakukan di lapangan berbenturan dengan tokok masyarakat ataupun preman Pasar Mardika yang menentang penggunaan compresor untuk membersihkan kotoran atau debu pada permukaan asphal eksisting.

“Banyak masyarakat yang menyaksikan pertengkaran itu, beta (saya) justru tegaskan bahwa ini sudah standar operasional dan prosedur, kerja sesuai spesifikasi karena jika masyarakat menolak karena banyaknya debu yang berterbangan silahkan menyurat langsung ke pemkot disertai tanda tangan diatas meterai untuk menolaknya biar kita punya bukti penolakan masyarakat terhadap prosedur yang kita jalankan,” terangnya dalam dilis yang diterima Siwalima, Selasa (28/11).

Menurutnya pengaspalan di terminal mardika tidak memerlukan patching karena kedalaman kerusakan hanya 1-1,5 cm.

“Itu tidak bisa dipatching (tambal) karena jenis asphal yang dipakai untuk patching harus sama dengan jenis asphalt pada existing yang ada saat ini,” terangnya.

Baca Juga: Desa Persiapan Masbuar Resmi Dipimpin Leunufna

Dinas perhungan, lanjutnya juga tidak mengetahui histori pengaspalan dalam area terminal tersebut.

Olehnya jika harus dilakukan patching dengan ketebalan hanya 1-1,5 cm tersebut tidak ada satupun jenis aspal dalam Manual Design Perkerasan (MDP) yang membolehkan.

Lanjutnya sebelum patching juga kita harus mengetahui dengan pasti apa penyebab kerusakan asphal existing karena dari jenis kerusakannya barulah kita bisa menentukan metode patchingnya seperti apa.

Hal ini bisa diketahui salah satunya dari pola retaknya juga alur (ruting) pada permukaan asphalt existing serta kedalamannya,” ungkapnya.

Apabilah dilakukan petching, maka harus ada item pekerjaan tersendiri dan harus ada tambahan biaya lagi.

Sementara Pemkot hanya memiliki anggaran tahun 2023 ini sesuai pagu anggaran hanya 1,7 Miliard.

“Idealnya jika mau menyelesikan masalah perkerasan dan drainese pada Terminal Mardika butuh lebih dari 3,5 milard rupiah,” tandasnya.

Untuk mengatasi kekurangan dana, pada saat dilakukan rapat pra pelaksanaan konstruksi disampaikan hal tersebut kepada penyedia jasa pemborongan.

“Mereka bersedia melapis kerusakan aspal tipis diatas lapis pondasi perkrasan jalan yang berupa perkeraaan kaku (rigid pavement) tanpa meminta konpesnasi apapun,” urainya.

Diterangkan pihaknya sengaja memulai pekerjaan asphal pada sisi yang lain sedangkan pada sisi pekerjaan drainese ditinggalkan karena akan dilalui excavator saat membersihkan drainase.

“Aspal yang sekarang dihampar adalah proses yang direkomendasikan oleh spesifikasi umum baik ketebalan, kepadatan, gradasi agregar dan juga kadar aspal yang dikandung dalam perkerasan aspal yang dihampar tersebut. Jika sudah sesuai maka boleh dilakukan penghamparan lapisan aspal berikutnya,” tandasnya.

Dikerjakan Asal-asalan

Diberitakan sebelumnya, diduga perbaikan jalan dan drainase di kawasan Terminal Mardika senilai Rp1,7 miliar milik Dinas Perhubungan Kota Ambon dikerjakan asal-asalan.

Dari pantauan, seperti pada pengaspalan jalan di lokasi sekitar Terminal A1 maupun A2, dilakukan tanpa patching/menambal lubang-lubang sebelum pengaspalan dilakukan.

Sementara diketahui, areal-areal yang berlubang itu merupakan tempat air tergenang. Sehingga jika tidak dilakukan penutupan terlebih dahulu dengan menggunakan material batu kerikil atau lainnya namun langsung diaspal, maka dipastikan akan cepat mengalami kerusakan.

Tetapi yang paling fatal, bahwa dengan anggaran miliaran, Dishub justru tidak memperhatikan kualitas dari proyek tersebut.

Menanggapi hal itu, Penjabat Walikota Ambon, Bodewin Wattimena yang dimintai komentarnya di Baileo Rakyat Belakang Soya, usai mengikuti paripurna, Jumat (24/11) malam mengatakan, pihaknya sudah menggelontorkan anggaran yang cukup besar untuk memperbaiki kerusakan jalan di Terminal Mardika.

Kata Wattimena, jika kemudian dalam pelaksanaannya itu tidak sesuai dengan aturan teknis yang berlaku, maka tentu akan ada sanksi bagi dinas atau pihak yang melakukan itu.

“Kebijakan Pemkot itu memperbaiki Terminal. Kalau memang pengerjaannya tidak betul, ada pemeriksaan dan terbukti, maka tangkap saja,”tegas Wattimena.

Kendati begitu, Wattimena mengaku tidak mau mencampuri lebih jauh terkait pengerjaan proyek itu secara teknis, karena yang memahami itu adalah Dinas Perhubungan Kota Ambon yang punya proyek.

“Prinsipnya kita sudah upayakan penuhi kebutuhan rakyat. Soal teknis itu ada di Dishub. Namun yang saya mau bilang, bahwa setiap proyek yang dikerjakan oleh siapapun dia, yang anggarannya bersumber dari pemerintah, maka pengerjaannya harus sesuai aturan yang berlaku. Harus utamakan kualitas sesuai aturan yang ada. Itu yang kami harapkan,” tandasnya.

Sebelumnya, pengaspalan itu juga telah mendapat sorotan DPRD dan juga civil society di Kota Ambon.

Sorotan itu lantaran proyek yang menelan anggaran Rp1,7 miliar tersebut tanpa didahului proses patching (penambalan).

Padahal, proses patching sangat diperlukan karena berhubungan dengan kualitas dari jalan  di maksud.

Karena tanpa patching, jalan akan mudah rusak dan tidak bertahan dalam waktu yang lama. (S-25)