AMBON, Siwalimanews – Gubernur Maluku Murad Ismail diminta untuk turun melakukan eva­luasi terhadap birokrasi pemerintahan daerah guna lebih optimal dalam mem­berikan pelayanan kepada masyarakat.

Hal ini disampaikan ang­gota Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Edison Sari­manella menanggapi dia rapor merah yang diberikan Kementerian Dalam Negeri terhadap kinerja Pemprov Maluku.

“Gubernur harus turun langsung mengeva­luasi persoalan yang dapat untuk melihat ken­dalanya sejauhmana,” ungkap Sarima­nella.

Diakuinya, dari sisi Inovasi memang Provinsi Maluku sangat terbelakang jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia sehingga harus ada peningkatan kinerja dari birokasi khususnya OPD terkait.

“Maluku sangat terbelakang dari sisi inovasi karena harus dieva­luasi,” tegasnya.

Baca Juga: Realisasi Pendapatan Maluku Capai 99 Persen

Komisi I, kata Sarimanella juga secara internal telah panggil mitra menyangkut persoalan rendahnya inovasi pemerintah Provinsi Ma­luku sebagaimana yang dirilis oleh Kemendagri.

Apalagi terkait penyerapan anggaran yang diperuntukkan bagi penanganan Covid-19, karena penyerapan anggaran yang lemah akibatnya berpengaruh terhadap pemberdayaan masyarakat dite­ngah pandemi Covid-19.

“Penyerapan anggaran yang di­peruntukkan bagi Covid-19 itu juga penting, karena masyarakat saat ini susah terlebih khusus insentif tenaga kesehatan,” jelas Sari­manella.

Apalagi pemberlakuan PPKM berbasis mikro yang dilakukan saat telah mengakibatkan masya­rakat semakin susah, sedangkan Pemerintah Pusat menyediakan anggaran yang dapat digunakan untuk melihat masyarakat ter­dampak.

Politisi Hanura ini berharap gu­bernur dapat melakukan evaluasi terhadap semua masalah yang menjadi peringatan dari Kemen­dagri.

Dua Rapor Merah

Seperti diberitakan sebelumnya, akademisi Fisip Unpatti, Said Lestaluhu mengatakan ketika suatu pemerintahan mendapat rapor merah dari pemerintah pu­sat, maka sesungguhnya peme­rintahan tersebut kurang sehat dari segi pelayanan yang dilakukan.

Penyebab Provinsi Maluku men­dapat rapor merah dari pemerintah pusat kata Lestaluhu, terletak pada kepemimpinan yang lemah akibat pemerintahan yang terlalu kaku.

“Jadi soal kepemimpinan, guber­nur kelihatan kurang memberikan arahan dan instruksi kepada OPD, akibatnya OPD lamban untuk mengambil kebijakan,” ungkap Lestaluhu kepada Siwalima, Rabu (21/7) siang.

Menurutnya, salah satu indikator yang disebabkan lembahnya koor­dinasi pimpinan daerah dapat ter­libat dari realisasi penyerapan anggaran tidak terwujud.

“Ada kelemahan dari sisi kepe­mimpinan dari kepala daerah dimana kordinasi dan komunikasi yang tidak maksimal sebab kondisi ini mengharuskan OPD untuk meminta arahan dan tidak boleh diam kalau tidak diberikan arahan,” tegasnya.

Lestaluhu menegaskan, guber­nur seharusnya dapat memberi­kan instruksi kepada OPD agar me­ngambil kebijakan, jangan sampai semua berdiam diri dan waktu berjalan terus tapi anggaran tidak terealisir.

Diakuinya, situasi saat ini masih berada dalam masa pandemi Covid-19 tetapi itu tidak boleh men­jadi alasan untuk tidak memper­hatikan pemerintah terutama da­lam kebijakan publik, karena itu pemerintah dituntut dimasa pan­demi harus ada inovasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Terkait penyerapan anggaran, Lestaluhu beranggapan pemerin­tah daerah terlihat kaku karena menunggu perintah padahal jelas dalam APBD maupu APBD sudah jelas dan tinggal dieksekusi.

Selain itu, Lestaluhu juga meng­kritisi DPRD Provinsi Maluku yang dinilai sangat lemah dalam men­jalankan fungsi pemerintahan, se­hingga ketika birokasi pemerin­tahan daerah lambat mengambil kebijakan, DPRD kurang mela­kukan kontrol akibatnya, semua pihak berdiam diri.

Dihubungi terpisah, akademis Fisip UKIM, Ongky Samson me­ngatakan seharusnya Pemerintah Provinsi Maluku membenahi diri dengan hadiah dua rapor merah tersebut. “Pemerintah daerah ha­rus berbenah diri,” ungkap Sam­son.

Menurutnya, dari segi kebijakan pemerintah Provinsi Maluku baik gubernur dan pimpinan organisasi perangkat daerah harus meng­ambil kebijakan-kebijakan yang bersentuhan langsung dengan indikator pelayanan yang maksi­mal. Termasuk penyerapan angga­ran yang telah disediakan akan oleh pemerintah pusat agar se­muanya dapat dinikmati oleh masyarakat di Maluku.

Preseden Buruk

Kekesalan Menteri Dalam Ne­geri, Tito Karnavian terhadap Gu­bernur Maluku yang berujung tegu­ran dinilai sebagai suatu preseden yang buruk dalam pengelolaan keuangan oleh Pemerintah Pro­vinsi Maluku.

Akademisi Ekonomi Unpatti, Erly Leiwakabessy mengatakan, jika Pemerintah Provinsi Maluku ditegur langsung oleh pemerintah pusat maka hal itu menjadi preseden bu­ruk dalam pengelolaan keuangan daerah.

“Kalau pemerintah daerah dite­gur oleh pemerintah pusat maka itu satu preseden yang buruk da­lam pengelolaan,” ungkap Erly.

Dijelaskan, dari aspek ekonomi fungsi pemerintah untuk mena­ngani masalah sosial di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini sangatlah penting, sehingga se­harusnya pemerintah daerah da­lam kondisi seperti saat ini harus melakukan semua fungsi de­ngan baik terutama untuk menang­gulangi Covid-19.

Namun, jika pemerintah tidak men­jalankan fungsi dengan baik memang harus di pertanyakan se­jauh mana akuntabilitas Peme­rintah dalam pelaksanaan kegiatan itu. Sebab, anggaran telah dise­diakan oleh Pemerintah Pusat dan tinggal digunakan saja, apalagi rakyat saat ini sedang sakit se­hingga Pemerintah Daerah harus menjalankan fungsi dengan baik bukan sebaliknya.

Dirinya tidak mengetahui ken­dala apa saja yang dihadapi peme­rintah Provinsi Maluku sehingga tidak optimal dalam menyerap ang­garan penanganan Covid-19, tetapi jika memang ada kendala mestinya diselesaikan agar tidak mengorbankan masyarakat.

“Beta seng tahu kendalanya apa, padahal sudah sekian banyak tim yang dibentuk untuk penanggu­langan Covid-19, jadi harus ada koordinasi yang baik,” ujar Erly.

Menurut Elry, seharusnya peme­rintah Provinsi Maluku jika telah diberikan kewenangan untuk me­lak­sanakan program penanggu­langan berdasarkan anggaran yang telah disediakan maka mereka harus serius melakukan itu.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpatti ini lantas menilai jika pemerintah tidak peka terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat, sebab setiap saat banyak masyarakat yang menderita ditambah setiap hari adanya korban tetapi tidak ditanggulangi dengan baik oleh pemerintah sehingga itu cukup disayangkan.

Karena itu, Elry meminta pemerintah daerah agar dapat menggunakan semua cara dengan kebijakan yang baik untuk penanggulangan ini, termasuk dengan optimal menyerap anggaran penanganan Covid-19 yang disediakan pemerintah pusat.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Nataniel Elake menilai pemerintah Provinsi Maluku sangat lemah dalam pengelolaan keuangan daerah.

Dalam pengelolaan pemerintahan Mendagri sebagai top manager dengan salah satu fungsinya dapat melakukan pengawasan dan kontrol terhadap kinerja pemerintah daerah.

Kelemahan tersebut terletak pada pendekatan management pengelolaan keuangan daerah dimana indikatornya terletak pada penyerapan anggaran yang belum maksimal atau baru 26 persen dan tersisa 74 persen.

Elake menegaskan sebagai mas­yarakat pihaknya sangat kecewa dengan kinerja pemerintah daerah Provinsi Maluku, sebab banyak orang yang terkena Covid-19 maupun terdampak Covid-19 akibat kebijakan pemerintah untuk membatasi pergerakan masyarakat baik mikro maupun sebelumnya.

“Terasa tidak efektif yang dibuktikan dengan anggaran yang disediakan pemerintah pusat tidak dapat diserap dengan baik dan optimal. Itu berarti program penanganan menjadi tidak efektif,” cetusnya. (S-50)