AMBON, Siwalimanews – Pegawai Bank Maluku-Malut merasa miris dan prihatin de­ngan kondisi bank yang dililit banyak masalah, namun direksi lebih banyak di luar daerah.

Anehnya, mereka berada di luar daerah dengan status perjalanan dinas, padahal kegiatan yang diikuti tidaklah penting.

Kepada Siwalima, Selasa (29/8), salah satu pegawai Bank Maluku-Malut mengatakan, hampir seluruh perjalanan dinas yang akan dilakukan oleh pegawai khusus di kantor pusat, harus menyertakan direksi. Padahal sama sekali tidak diperlukan kehadiran direksi dalam kegiatan tersebut.

“Mestinya kegiatan itu hanya melibatkan pelaksana saja tanpa perlu ada kehadiran direksi. Hal ini yang menyebabkan biaya perjalanan dinas terjadi over budget, padahal baru triwulan pertama,” ujar pegawai senior yang bekerja di lantai 3 bank daerah itu.

Menurut dia, inti persoalan yang dirasakan karyawan saat ini bukan pada persyaratan administratif yang telah terpenuhi sebagai pertang­gung­­jawaban perjalanan dinas ter­sebut, tetapi pada sistem yang dila­kukan sebelum perjalanan dinas dilakukan.

Baca Juga: PUPR: Anggaran 6.3 M Gedung Pramuka Sesuai Perencanaan

“Masa untuk mendapatkan perse­tujuan perjalanan dinas, harus ada keterlibatan direksi. Kalau wartawan mau bukti, silahkan lakukan penge­cekkan terhadap berkas sebelum perjalanan dinas itu,” ujarnya.

Menurutnya persoalan perjalanan dinas, sudah terbangun secara sis­tematis dan terstruktur semacam jadwal piket direksi.

“Artinya sudah diatur bahwa dalam minggu ini siapa yang giliran melakukan perjalanan dinas, dan siapa yang harus standby di kantor. Jadi semacam pembagian jatah dalam melakukan perjalanan dinas oleh direksi. Dan biasanya yang ter­jadi, pasti ada 1 orang direksi yang standby dan yang lain me­la­kukan perjalanan dinas, nanti di minggu berikut dioplos lagi. Begitu seterus­nya,” rinci sumber yang min­ta namanya jangan ditulis itu.

Kredit Terhambat

Perjalanan dinas direksi, juga menghambat penyaluran kredit ke­pada nasabah potensial.

Salah satu debitur Bank Maluku-Malut kepada Siwalima mengaku kecewa dengan pelayanan diberikan bank pelat merah itu.

“Apa yang diberitakan koran itu betul. Katong tunggu persetujuan seng turun-turun, alasannya direksi masih di luar daerah,” katanya, Senin (28/8), dengan logat Ambon kental.

Dia lalu menceritakan pengala­man­­nya beberapa waktu lalu, di­mana permohonan kredit yang diajukan, tak kunjung dibahas lebih dari sebulan. Padahal mereka terikat de­ngan waktu pelaksanaan kegiatan.

“Katong tunggu persetujuan direksi bisa lebih dari sebulan, itu pun seng turun-turun. Padahal ka­tong dikejar waktu pelaksanaan,” jelasnya.

Banyak Masalah

Saat ini Bank Maluku-Malut dililit banyak masalah. Satu yang gencar diberitakan adalah pemberian remu­nerasi kepada direksi dan dewan komisaris yang bernilai fantastis.

Intinya, pengendali utama mana­jemen mencoba untuk mengelabui pemegang saham dan menutupi kesalahan mereka, dengan menyele­nggarakan circular letter, sebagai pengganti forum RUPS.

Pelaksanaan RUPS secara sirkuler ini, pada intinya meminta persetu­juan para pemegang saham tentang remunerasi bersifat variabel, berupa bonus triwulan atau dalam bentuk apapun, yang telah kurun 2021 hingga saat ini, namun belum men­dapat persetujuan dari pemegang saham.

Hal ini tentu saja melanggar keten­tuan dan berdampak pada tingkat kerugian bank secara material.

Pada Peraturan OJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 dise­butkan, “bank dapat menunda pem­bayaran remunerasi yang bersifat variabel yang ditangguhkan (malus) atau menarik kembali remunerasi yang bersifat variabel yang sudah dibayarkan (clawback) kepada pihak yang menjadi material risk takers dalam kondisi tertentu,” Sesuai bunyi POJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 tersebut, maka seluruh remunerasi yang telah dibayarkan ke direksi dan komisaris berupa bonus triwulan, harus dikem­balikan ke bank atau disetor kembali, karena dalam aturan tersebut tidak mengatur tentang pemutihan atas apa yang telah dibayarkan.

Dukung Lapor APH

Langkah Mollucas Corruption Watch untuk melaporkan kasus pembayaran remunerasi bagi direksi dan komisaris PT Bank Maluku-Malut merupakan langkah tepat.

Demikian diungkapkan Praktisi Hukum Djidon Batmomolin meres­pon upaya MCW yang akan mela­porkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan direksi.

Menurut Batmomolin, seharusnya aparat penegak hukum berinisiatif untuk melakukan pengusutan terha­dap dugaan penyalahgunaan wewe­nang dalam pembayaran remunerasi.

Namun, jika aparat penegak hu­kum lamban dalam melakukan peng­usutan maka masyarakat melalui LSM dapat mengambil peran untuk melaporkan kasus ini kepada ke­jaksaan atau kepolisian.

“Kami kira langkah untuk mela­porkan kasus pembayaran remune­rasi ke aparat penegak hukum ini langkah yang tepat sebab selama ini aparat belum menunjukkan keseriu­san untuk mengusut kasus terse­but,” ujar Batmomolin kepada Siwa­lima melalui telepon seluler, Rabu (30/8).

Lanjutnya, pembayaran remune­rasi yang dilakukan direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut sudah tidak dapat dibenarkan, sebab bertentangan dengan hukum dan berpotensi menimbulkan keru­gian bagi bank.

Perbuatan dimaksud kata Batmomolin harus ditindaklanjuti dengan proses hukum yang dilakukan aparat kepolisian atau kejaksaan, sehingga pertanggungjawaban hukum dari direksi dan komisaris harus dimintakan.

“Tidak ada orang yang kebal hukum jadi kalau ada indikasi penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan daerah mengalami kerugian maka harus diusut tuntas, jadi memang kasus ini harus ditangani secepatnya demi penyelamatan bank,” tegasnya.

Sebelumnya Direktur MCW, Hamid Fakaubun mengaku prihatin dengan persoalan yang melilit Bank Maluku-Malut terkait dengan pemberian remunerasi bagi direksi dan komisaris.

Menurutnya, patut diduga telah terjadi penyelewengan anggaran Bank Maluku-Malut yang dilakukan oleh direksi dan komisaris, sehingga menimbulkan kerugian bagi daerah sebab uang yang ditempatkan pada Bank Maluku merupakan uang daerah.

“Selaku aktivis anti korupsi, kami tetap akan mendorong dan meminta aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti temuan dari otoritas jasa keuangan, terkait permasalahan pembayaran remunerasi,” ujar Fakaubun kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (29/8)

Perlu Diusut

Sementara itu, Praktisi Hukum Alfaris Laturake mendukung penuh upaya pelaporan kasus pembayaran remunerasi yang dimotori oleh Mollucas Corruption Watch.

Laporan tersebut kata Laturake merupakan bentuk pengawasan terhadap penggunaan uang daerah yang disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

“Saya kira ini langkah baik guna memberikan efek jera kepada semua pihak yang sengaja melakukan perbuatan yang melawan hukum seperti pembayaran remunerasi,” terang Laturake kepada Siwalima melalui telepon seluler, Rabu (30/8).

Dijelaskan, dalam penegakan hukum pidana aparat penegak hukum dapat bertindak tanpa harus menunggu laporan dari masyarakat, namun sampai dengan saat ini justru belum ada tindakan apapun.

Publik hingga saat ini masih menunggu tindakan aparat penegak hukum untuk melakukan pengusutan, sehingga kasus tersebut menjadi terang benderang, apalagi menyangkut lembaga keuangan yang seharusnya steril dari berbagai masalah.

Laturake berharap aparat penegak hukum dapat merespon cepat setiap dinamika yang terjadi berkaitan dengan pembayaran remunerasi, agar tidak menjadi bola liar ditengah masyarakat. (S-20)