AMBON, Siwalimanews – DPRD Maluku akan memanggil direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut, terkait sejumlah masalah yang melilit bank daerah itu.

Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi III DPRD Maluku, Frankois Orno kepada sejumlah wartawan, di Baileo Rakyat, Karang Panjang, Selasa (22/8) siang.

Menurutnya, sebagai sebagai mitra kerja Bank Maluku-Malut, pihaknya sudah memanggil direksi terkait modal inti bank yang hingga kini belum terpenuhi.

“Kami sangat prihatin dengan kondisi bank akhir-akhir ini. Makanya rapat kita gelar hari ini untuk membahas soal percepatan penyelesaian ranperda Bank Maluku agar direksi dapat bekerja mencari tambahan modal inti,” ujar Orno usai melakukan pertemuan tertutup dengan Direktur Utama Bank Maluku.

Hal itu dilakukan untuk menyelamatkan Bank Maluku-Malut dari penalti yang akan dijatuhkan OJK menjadi Bank Perkreditan Rakyat, bila sampai Desember 2024 tidak memenuhi target modal inti Rp3 triliun.

Baca Juga: Lahan Gambut di Bula Terbakar, Polda Kirim AWC

Menurutnya, semua upaya yang dilakukan semata-mata untuk menyelamatkan Bank Maluku-Malut dari ancaman turun kelas dari bank umum menjadi BPR.

Untuk mempercepat penyelesaian ranperda, Komisi III telah sepakat untuk melakukan studi banding ke Bank Jabar guna melihat tata kelola kerjasama antar bank.

Dengan harapan ranperda dapat ditetapkan menjadi perda pada akhir September mendatang sehingga ada payung hukum bagi direksi untuk bekerja mencari tambahan modal inti.

Di sisi lain, Komisi III tetap mengingatkan direksi untuk tetap fokus dalam upaya untuk meningkatkan modal inti bukan sebaliknya sibuk dengan kepentingan pribadi seperti pembayaran remunerasi dan perjalanan dinas.

Orno menegaskan sah-sah saja jika direksi dan pejabat Bank Maluku-Malut mendapatkan remunerasi, tetapi harus diikuti dengan keseriusan dalam mengembangkan serta memajukan bank.

“Prinsipnya remunerasi itu baik saja tapi harus diikuti dengan kinerja dalam mengembangkan Bank Maluku-Malut, apalagi sedang dalam kondisi terancam akibat tuntutan modal inti,” cetusnya.

Terkait dengan persoalan pembayaran remunerasi tanpa adanya kesepakatan pemegang saham, Orno memastikan komisi III akan memanggil ulang direktur setelah menyelesaikan ranperda Bank Maluku.

“Segera kami panggil mereka khusus untuk membahas remunerasi, maupun perjalanan dinas yang sudah jadi sorotan publik,” tandasnya.

Pelanggaran Hukum

Akademisi Hukum Unidar, Rauf Pellu mengingatkan  aparat penegak hukum agar segera melakukan penyidikan dan penyidikan, terkait kasus pembayaran remunerasi yang dilakukan direksi Bank Maluku-Malut.

Pellu menjelaskan pembayaran remunerasi tanpa didahului dengan persetujuan pemegang saham dalam RUPS, adalah bentuk pelanggaran hukum yang mestinya mendapatkan atensi dari penegak hukum.

“Mestinya ada atensi dari aparat penegak hukum untuk mengusut persoalan pembayaran remunerasi sebab ini sudah merupakan pelanggaran yang tidak bisa ditoleransi,” tegas Pellu.

Menurutnya, kebijakan yang dilakukan direksi dan pejabat Bank Maluku-Malut, merupakan tindakan ilegal karena terkesan ada upaya mengakali pemegang saham.

Karenanya, Pellu mendesak aparat penegak hukum dapat menggunakan informasi media massa sebagai pintu masuk untuk mengusut kasus ini sebab dalam kasus dugaan penyalahgunaan uang daerah, aparat penegak hukum dapat berinisiatif melakukan pengembangan dari informasi media massa.

“Banyak kasus juga yang dikembangkan dari pemberitaan media massa dan sudah tuntas, jadi kita berharap aparat penegak hukum tidak tinggal diam tetapi harus menjadi informasi media massa sebagai pintu masuk untuk mengusut pembayaran remunerasi yang melanggar hukum ini,” cetusnya.

Akal Bulus

Diberitakan sebelumnya, direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut, diduga melakukan praktik menyimpang yang tak boleh dilakukan oleh manajemen bank di era modern.

Hal itu dilakukan untuk menutup hasil temuan Otoritas Jasa Keuangan tahun 2023, tentang pemberian remunerasi kepada direksi dan dewan komisaris bank milik daerah yang bernilai fantastis.

Modusnya, mereka mencoba mengakali temuan OJK itu, dengan melakukan circular letter, yang didistribusikan ke seluruh bupati dan walikota, serta Gubernur Maluku dan Maluku Utara, sebagai pemegang saham.

Intinya, akal bulus direksi dan komisaris ini dilakukan untuk mengelabui pemegang saham dan menutupi kesalahan mereka, melalui upaya pemutihan yang semestinya melalui forum RUPS.

Pelaksanaan RUPS secara sirkuler ini, pada intinya meminta persetujuan para pemegang saham tentang remunerasi bersifat variabel berupa bonus triwulan atau dalam bentuk apapun, yang telah kurun 2021 hingga saat ini, namun belum mendapat persetujuan dari pemegang saham.

Hal ini tentu saja melanggar ketentuan dan berdampak pada tingkat kerugian bank secara material.

Pada Peraturan OJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 disebutkan, “Bank dapat menunda pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan (malus) atau menarik kembali Remunerasi yang Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan (clawback) kepada pihak yang menjadi material risk takers dalam kondisi tertentu”.

Sesuai bunyi POJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 tersebut, maka seluruh remunerasi yang telah dibayarkan ke direksi dan komisaris berupa bonus triwulan, harus dikembalikan ke bank atau disetor kembali, karena dalam aturan tersebut tidak mengatur tentang pemutihan atas apa yang telah dibayarkan.

Bila nantinya direksi dan komisaris tidak melakukan penyetoran kembali, atau mengembalikan seluruh biaya yang sudah mereka terima selama ini, otomatis bank akan mengalami kerugian materiil dan hal ini dapat dipersamakan dengan tindakan fraud dan atu kejahatan perbankan.

Sumber Siwalima di Bank Maluku menyebutkan, kebijakan circular letter ini dilakukan, setelah manajemen mengetahui bahwa telah terjadi kesalahan dalam pembayaran remunerasi selama ini.

Sumber yang meminta namanya tidak ditulis itu menduga, circular letter ini dilakukan atas arahan dan petunjuk OJK, atas temuan mereka.

Circular Resolution

Dokumen sirkular letter yang digagas manajemen Bank Maluku-Malut itu dicetak dalam dua halaman, dan dikirim ke seluruh pemegang saham.

Direksi, komisaris maupun pimpinan cabang, ditugaskan khusus untuk mengantar dokumen yang mereka kategorikan super rahasia itu langsung ke tangan pemegang saham.

Tak tanggung-tanggung, Direktur Utama Syahrisal Imbar yang langsung memberikan arahan kepada si pengantar dokumen super rahasia itu melalui pesan WhatsApp.

“All PC / PCP yg satu daerah dgn pemegang saham, terkait dengan rups sirkuler mengenai keputusan persetujuan pemegang saham atas komponen bonus dan tunjangan kepada pegawai dan pengurus, agar   mengusakan mendapatkan persetujuan masing pemegang saham sesuai wilayah masing. Jika ada pertanyaan dari pemegang saham mengenai persetujuan sirkuler ini, dapat dijawab bahwa ojk mengharapkan agar keputusan atas tunjangan / bonus kepada pegawai dan pengurus yg sebelumnya dibuat secara terpisah, agar dijadikan satu keputusan. Dapat diinformasikan bahwa item bonus dan tunjangan tsb pada pernyataan sirkuler sudah berlangsung sejak lama dan lazim di bpd lain di seluruh indonesia. Jd hanya ingin  digabungkan jadi satu lembar keputusan. Tdk terpisah per komponen. Jd jelaskan dgn bijak,” tulis Dirut dalam pesan teks WhatsApp di grup percakapan khusus.

Selain itu si pengantar juga diharuskan bisa menerangkan secara detail, maksud dan tujuan penandatanganan dokumen tersebut.

Salah satu poin dalam dokumen itu menyebutkan, “Menyetujui pemberian remunerasi sebagai berikut:

  1. Remunerasi bersifat tetap kepada Pegawai Tetap, Direksi (untuk selanjutnya dalam surat ini yang dimaksud Direksi meliputi Direktur Utama dan para Direktur lainnya) serta Dewan Komisaris (untuk selanjutnya dalam surat ini yang dimaksud Dewan Komisaris meliputi Komisaris Utama dan para Komisaris lainnya), sebagai berikut :
  2. Bagi Pegawai Tetap: Ditentukan lebih lanjut melalui Keputusan Direksi.
  3. Bagi Direksi dan Dewan Komisaris, sebagai berikut:
  4. Gaji telah ditetapkan melalui RUPS Luar Biasa pada tanggal 27 September 2022;
  5. Tunjungan setiap tahun buku, berupa:

(a) Tunjangan Hari Ulang Tahun sebesar 1 (satu) kali gaji ;

(b) Tunjangan Hari Raya sebesar 3 (tiga) kali gaji;

(c) Tunjangan Cuti sebesar 1 (satu) kali gaji;

(d) Tunjangan Rumah Dinas atau Sewa Rumah Dinas sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari gaji ;

(e) Tunjangan Pakaian Dinas sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari gaji”.

Poin lainnya berbunyi: “Bahwa Pemegang Saham Perseroan menyetujui bahwa Keputusan Sirkuler ini juga merupakan pemberitahuan secara tertulis kepada Pemegang Saham Perseroan. Oleh karena itu, tidak diperlukan lagi pemberitahuan sebelumnya, dan Pemegang Saham Perseroan menyadari dan telah mengetahui seluruh usul yang diajukan”

Hanya Menyatukan

Sementara itu, kepada Siwalima, Syahrisal mengungkapkan, langkah yang dilakukan dengan menyurati seluruh pemegang saham Bank Maluku Malut adalah hanya untuk menyatukan saja dan bukan karena ada penyimpangan.

“Tidak, kita RUPS setiap tahun. Betul kita surati dan itu hanya untuk menyatukan saja, karena selama ini terpisah-pisah,” ujar Syarizal kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (13/8).

Menurutnya, pihaknya melaksanakan RUPS setiap tahun dan seluruh laporan keuangan diterima oleh seluruh pemegang saham dalam RUPS tersebut, sehingga langkah yang dilakukan dengan melakukan circular letter adalah untuk menyatukan saja.

“Iya kita lakukan C/L itu atas usul dan saran komisaris karena selama ini kan terpisah-pisah karena banyak itu pemegang saham, sehingga dilakukan untuk menyatukan, dan tidak ada penyimpangan karena laporan keuangan kita kan Wajar Tanpa Pengecualian,” ujarnya.

Tindakan Menyimpang

Menanggapi hal ini, akademisi Hukum Unpatti, Remon Supusepa mengungkapkan, jika ada temuan OJK dan temuan itu kemudian ditindaklanjuti dengan kebijakan menyurati seluruh pemegang saham di Provinsi Maluku dan Maluku Utara, maka kebijakan ini perlu dilihat lagi apakah sesuai dengan aturan UU No 40 tahun 2007 maupun aturan Kementerian Keuangan serta perbankan lainnya.

 

Menurutnya, jika pembayaran remunerasi yang sudah dilakukan manajemen perbankan dalam hal ini Bank Maluku, Malut tidak melalui penetapan RUPS, maka diduga ada penyimpangan terhadap aturan.

“Jika penetapan itu tidak dalam RUPS maka diduga ada penyimpangan terhadap aturan, aturan teknis yang BUMD, maupun menteri Keuangan serta dan hak-hak yang berkaitan dengan peraturan tenaga kerja, dan bisa dinilai sebagai suatu perbuatan melawan hukum yang terjadi,” ujarnya.

Nah apakah perbuatan melawan hukum itu bersifat administrasi atau pidana, ini yang harus dilihat lagi. Karena temuan OJK itu hanya sifatnya administrasi

“Temuan OJK sifatnya administrasi yang mengontrol semua proses pengelolaan keuangan BUMN, temuan pengelolaan yang salah, dan RUPS dari korporasi harus ditindaklanjuti. Kalau tidak, ini bisa menjadi pintu masuk untuk dilakukan sebagai upaya pidana apakah ada kerugian keuangan Negara ataukah tidak.

“Harus dicari kerugian Negara berdasarkan data dari OJK, karena OJK sifatnya administrasi sehingga tidak ada fungsi proses penegak pada OJK, OJK hanya membantu aparat penegak hukum, sebagai institusi untuk bisa memberikan data dan temuan sebagai pintu masuk terjadi kejahatan dan pidana ataukah tidak. Ini yang perlu dilihat lagi,” ujarnya. (S-20/S-05)