AMBON, Siwalimanews – Komisi IV DPRD Provinsi Maluku menyayangkan sikap Gubernur Maluku Murad Ismail yang terkesan cuek dengan persoalan hak tenaga dokter spesialis di RSUD Haulussy.

Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapary menjelaskan, persoalan hak dokter spesialis dan tenaga kesehatan telah dibahas secara serius oleh Komisi.

Bahkan, dalam rapat badan anggaran DPRD dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah telah menjadi atensi DPRD dan dijanjikan oleh Sekda Maluku akan segera menyelesaikan.

“Sekda berjanji segera menyelesaikan artinya di level dibawah sudah selesai, pertanyaan persoalan ini sudah dilaporkan ke Gubernur atau belum dan persoalan di RSUD bisa terselesaikan baik manajemen dan hak tenaga medis jika ada keberpihakan dari Gubernur sebagai pemegang otoritas kekuasaan,” kesal Atapary, kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Selasa (22/8).

Gubernur mestinya ketika mendengar adanya persoalan di RSUD yang berdampak pada aksi mogok kerja mestinya mengambil langkah tegas termasuk mengganti Direktur RS Haulussy karena tidak mampu mengembangkan RSUD.

Baca Juga: Pemprov Harus Siapkan Rencana Pengelolaan Pasar

Menurutnya  persoalan yang terjadi di RSUD bukan kesalahan dokter dan tenaga kesehatan tetapi murni kesalahan terletak pada pengelolaan oleh RSUD.

“Dari tahun 2020 covid-19 itu mereka kan kerja sistem shift jadi masalah administrasi itu tanggung jawab manajemen RSUD. Kenapa tidak diurus dengan baik jadi jangan bilang lagi ini kesehatan tenaga medis makanya gubernur harus ambil alih tanggung jawab ini,” tegas Samson.

Lanjut Samson, sekarang niat baik dari gubernur saja, jika Gubernur melihat dokter dan tenaga kesehatan merupakan ujung tombak kesehatan maka harus mengambil kebijakan secepatnya.

Sikap cuek yang ditunjukkan Gubernur terhadap penderita Dokter Spesialis dan Nakes kata Samson menimbulkan pertanyaan terkait keseriusan Gubernur dalam membangun RSUD Haulussy.

“Kita tidak tahu Gubernur Maluku ini punya cara pandang bagaimana terhadap RSUD Haulussy. Gubernur tidak mungkin tidak tahu sebab Mendagri saja tahu dan memberikan atensi yang cukup keras,” ujar Samson.

Samson menegaskan, pernyataan Mendagri jika dana yang telah ditransfer oleh Pempus ke rekening rumah sakit untuk hak nakes telah dipakai untuk membayar hutang Pemda ini sangat memalukan.

Ia mengaku tidak mengetahui maksud Mendagri terkait hutang apa sebab yang melakukan investasi adalah Kemendagri tetapi yang pasti sentilan Mendagri tersebut merupakan kritikan keras terhadap Gubernur.

“Sebagai seorang kepala daerah yang mendengar ini langsung dari atasan Pempus ini sebenarnya harus malu dan segera mengambil langkah-langkah, tapi aneh juga sampai sekarang tidak ada langkah tegas,” ucap Samson.

Gubernur harus Maluku, sebagai seorang kepala daerah yang punya tanggung jawab untuk melayani publik mestinya tidak boleh menunggu tetapi sebaliknya harus turun dan menyelesaikan.

Politisi PDIP Maluku ini berharap dengan adanya pemberitaan media terkait persoalan hak nakes dapat ditindaklanjuti oleh Kepolisian dan Kejaksaan seperti kasus kwarda pramuka Maluku.

“Sudah dilakukan publik berulang pasti Kapolda dan Kejati sudah baca pemberitaan ini, jadi masalah RSUD ini sudah sampai di telinga aparat penegak hukum sehingga kita berharap dapat ditindaklanjuti,” pintanya.

Direktur Intimidasi

Alih-alih jasa dibayarkan, tenaga dokter spesialis justru mendapatkan intimidasi dari Direktur RSUD dr M Haulussy, Nazarudin.

Intimidasi tersebut dilakukan melalui surat edaran yang ditandatangani langsung Direktur RSUD Haulussy buntut dari aksi mogok kerja lantaran pihak RSUD Haulussy tidak kunjung membayar jasa dokter spesialis.

Dalam surat edaran yang diterima Siwalima, Selasa (22/8) berbunyi dihimbau bagi seluruh aparatur sipil negara untuk tetap melaksanakan tugas sesuai aturan dan tanggung jawabnya masing-masing yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2021 tentang disiplin pegawai. Apabila ASN tersebut melakukan kelalaian dalam tanggung jawabnya maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan tersebut.

Surat edaran yang ditandatangani Direktur RSUD Haulussy tersebut diduga ilegal sebab tidak memiliki kop surat seperti dokumen administrasi biasanya.

“Memang surat edaran tersebut sudah kami dapatkan, tapi ancamannya ilegal karena seng ada kop surat dengan nomor surat,” ungkap salah satu sumber Siwalima di RS Haulussy yang enggan namanya di korankan.

Sumber ini menjelaskan ancamannya tersebut berasal dari direktur kepada dokter spesialis yang mogok karena manajemen belum melakukan pembayaran hak dokter spesialis sejak tahun 2020 hingga saat ini.

Padahal, manajemen RSUD Haulussy semestinya melakukan pembayaran sesuai dengan janji Direktur saat pertemuan bersama Sekda dan Kepala Inspektorat beberapa waktu lalu.

Menurutnya, ancaman yang dibiarkan Direktur RSUD Haulussy tersebut telah melanggar Pasal 5, Pasal 13 dan Pasal 14 UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.

“Pasal 5 huruf a dan i, pasal 13 huruf d dan pasal 14 huruf a itu jelas menyalahgunakan wewenang dan bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan dan berdampak langsung pada institusi yang dipimpin,” ujar sumber.

Direktur kata sumber seharusnya fokus menyelesaikan pembayaran hak dokter spesialis bukan sebaliknya justru mengancam dokter spesialis sebab aksi mogok yang dilakukan karena Direktur tidak membayar hak dokter spesialis.

Ditambahkannya, berdasarkan aturan tersebut Direktur telah melakukan pelanggaran sehingga gubernur harus segera menyelesaikan persoalan ini. Sementara itu, Direktur RSUD Haulussy Nasaruddin yang dikonfirmasi terkait  persoalan ini tidak merespon. (S-20)