Dipanggil DPRD, Pimpinan BNI Kena Semprot
AMBON, Siwalimanews – Komisi III DPRD Provinsi Maluku memanggil pihak BNI Cabang Ambon, Senin (16/3). Dalam rapat itu, pimpinan bank berpelat merah ini disemprot habis-habisan karena dinilai cuci tangan terhadap puluhan nasabah yang uangnya dibobol oleh Faradiba Yusuf Cs.
Rapat dipimpin Ketua Komisi III, Anos Yeremias. Hadir dalam rapat itu, Lutfi Sanaky selaku kuasa hukum 11 nasabah, Kepala OJK Maluku Roni Nazra dan Kepala Cabang BNI Ambon, Friedson WNK.
Anos yang lebih dulu menghardik BNI. “Jujur saja saya sampaikan di sini, kalau BNI lalai terkait masalah yang terjadi ini,” tandasnya.
Lebih lanjut Anos menegaskan, BNI harus bertanggung jawab. Pembobolan uang nasabah terjadi karena sistem internal BNI yang lemah.
“Ini membuktikan bahwa lemahnya sistem internal di Bank BNI, ada yang salah dengan manajemen BNI, kami tidak mau rakyat kami dirugikan,” tandasnya lagi.
Baca Juga: Penggelapan Gaji Honorer Diusut PolisiKepala Cabang BNI Ambon, Friedson WNK hanya diam mendengar penegasan Anos. Ia meminta kuasa hukum BNI, Rony untuk menjelaskan.
Rony lalu menjelaskan, uang nasabah yang dibobol oleh Faradiba Yusuf yang terdaftar didalam sistem BNI sebesar 58,9 miliar. Sementara sekitar Rp 80 miliar lebih milik nasabah, tidak terdaftar dalam sistem. Karena itu, BNI tidak dapat membayar uang itu.
“Kalau sekarang kami mengembalikan uang dari nasabah yang tidak terdaftar dalam pembukuan kami, kami akan masuk penjara juga karena itu adalah uang negara yang tidak bisa kami bayarkan karena uang 80 miliar ini tidak masuk ke kas negara. Karena saya pernah baca bahwa sepanjang keuangan itu dimasukan dalam sistem di bank, itu bisa bank bayar,” papar Rony.
Lanjutnya, BNI akan membayar uang nasabah itu jika ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Penjelasan yang diberikan oleh Rony, menuai kecaman dari pimpinan dan anggota Komisi III.
“Dari penjelasan yang kuasa hukum BNI sampaikan bahwa 58,9 miliar dalam sistem, kemudian yang tidak dalam sistem 80 miliar, tetapi para nasabah ini mereka punya buku tabungan,” ujar Anos Yeremias.
Pada saat nasabah menyetor uang ada proses validasi terhadap buku tabungan. Karena itu, kata Anos, mereka sah sebagai nasabah BNI.
“Bank sebagai lembaga juga ikut bertanggung jawab. Bahwa 58,9 miliar ada di sistem dan 80 tidak ada di sistem mereka ini tidak tahu, yang mereka tahu ini bank milik negara dan yang pasti uangnnya aman,” tandasnya.
Anggota Komisi III, Hatta Hehanusa mengatakan, Faradiba Yusuf adalah salah satu pimpinan BNI Ambon. Aktivitas yang dilakukan juga atas nama BNI. Olehnya, sangat ironis, jika BNI tidak mau bertanggung jawab.
“6 bulan yang lalu, Faradiba Yusuf itu berjalan atas nama BNI 46, dia bukan atas nama pribadi, segala tingkah laku dia menggunakan BNI, lalu hari ini bapak bilang ini tidak terdaftar dalam sistem, kebohongan apalagi yang dilakukan oleh BNI 46 ini. Kita sangat malu, BNI 46 ini badan usaha milik negara,” tandas Hehanusa.
Penjelasan yang disampaikan kuasa hukum BNI, kata Hehanusa, akan membuat masyarakat takut simpan uang di BNI.
“Penjelasan hukum yang diberikan hari ini, jujur kami kasihan dengan para nasabah ini. Kami takut simpan uang di bank, kami teriak aja bagi masyarakat untuk tidak lagi simpan uang di bank karena diragukan,” tegasnya.
Salah seorang nasabah, ibu Elia menceritakan, kalau akibat belum dibayarkan uangnya oleh BNI, ia kesulitan untuk membiayai pengobatan suaminya.
“Suami saya punya penyakit sudah hampir 3 tahun, suami saya harus menjalani proses medis, dengan situasi kondisi suami saya seperti itu mau tidak mau saya harus berperan, saya cari uang dan saya mengumpulkan uang itu tidak gampang, tujuan saya dengan suami adalah untuk bisa mengobati penyakitnya,” ujarnya.
Sementara Kepala OJK Maluku Roni Nazra menjelaskan, kasus ini dilaporkan ke OJK oleh salah satu nasabah BNI 46 bernama Tamrin. Selanjutnya Lutfy Sanaky selaku kuasa hukum 11 nasabah mengajukan permohonan secara formal melalui surat pada tanggal 4 November 2019.
“Kami menangkap aspirasi dari teman-teman nasabah BNI mereka tidak puas dengan jawaban surat, sehingga OJK menginisiasi untuk melakukan pertemuan antara nasabah, OJK dan BNI dan dilakukan di kantor pusat. Pertemuan itu dilakukan untuk mencari jalan keluar untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi,” jelasnya.
Salah satu kesepakatan yang diambil, kata Nazra, masalah ini akan dibawa ke Lembaga Penyelesaian Sengketa Lembaga Keuangan Indonesia (LPSKI). Namun proses itu tidak dapat berjalan dengan baik, karena adanya miss communication.
“Adanya keberatan dari nasabah, karena ada beberapa prosedur yang harus dijalani, salah satunya nasabah diminta untuk membayar sejumlah uang untuk proses penyelesaian, karena memang sengketa ini sengketa berbayar,” ujarnya.
Lanjutnya, kesepakatan untuk dibawa ke LPSKI karena kewenangan OJK dalam penyelesaian sengketa keuangan jika kerugian di bawah 500 juta rupiah. “Di atas nilai itu harus ditangani oleh LPSKI,” jelasnya.
Usai mendengar penjelasan berbagai pihak, Komisi III akan mengeluarkan rekomendasi dan diharapkan bisa ditindaklanjuti oleh BNI.
“Jadi atas semua yang diungkapkan para nasabah, komisi akan mengluarkan rekomendasi,” tegas Anos. (Mg-4)
Tinggalkan Balasan