AMBON, Siwalimanews – Diduga, Penjabat Desa Poka Ke­ca­matan Teluk Ambon, Erick Van Room bersama Camat Teluk Ambon, Imelda Tahalele bersengkongkol untuk menipu keluarga Lainsaputty, terkait aset tanah milik Fritsz Lain­samputty, di Kawasan Marthafons, Poka, Kecamatan Teluk Ambon.

Bagaimana tidak, persengkong­kolan antara penjabat dan camat mu­lai tercium saat aset tanah milik Fritsz Lainsamputty seluas 350 meter persegi dilakukan pelepasan hak secara sepihak kepada Camat Teluk Ambon, Imelda Tahalele tanpa se­pengetahuan keluarga Lainsam­putty.

Kepada Siwalima, Wem Ruma­ngun mengatakan, sejak dirinya mendapatkan Surat Kuasa dari Frits Lainsamputty yang merupakan mertuanya, ia langsung diberikan ke­percayaan untuk mengelola, meng­awasi dan menandatangani pelepa­san hak dan sebagainya, termasuk tanah seluas 350 meter persegi di Kawasan Marthafons, Poka.

“Saat kita hendak melakukan pro­ses untuk penerbitan sertifikat di BPN Kota Ambon, ada empat berkas yang kita usulkan untuk melakukan pengukuran yakni tanah milik Mike Lainsamputty, tanah saya, Clif Lainsamputty dan Fritsz Lainsam­putty namun saat berproses ter­nyata berkas milik Fritsz Lainsam­putty dengan luas lahannya 350 meter persegi dipending, dengan alasan tanah tersebut merupakan tanah reklamasi dan alasan lainnya,” ungkap Rumangun, di Ambon, Kamis (21/10).

Dijelaskan, jika BPN menolak untuk tidak melakukan pengukuran maka harus ditolak semua bukan hanya menolak berkas milik Fritsz Lainsamputty karena semua tanah ini hanya bersebelahan. Padahal saat Kepala Desa yang lama Melkior Saherlawan mengeluarkan surat hibah kepada pihaknya, yang isi surat diantaranya berbunyi, atas kerugian dan keuntungan daripada pembangunan nelayan ini dan talud pengaman tanah itu menjadi tang­gung jawab dari pihak pemberi kua­sa, dimana tanah tersebut telah dibe­rikan kepada ketiga ahli waris ini.

Baca Juga: PN Namlea Tolak Gugatan Ko Hai

“Jika tanah seluas 350 meter persegi milik Fritsz Lainsamputty itu dipending maka otomatis tanah tersebut adalah tanah sengketa te­tapi setelah dipending ternyata Pen­jabat justru berkonspirasi dan ber­sengkongkol dengan camat, dengan membuat surat-surat baru, yang entah darimana pelepasan haknya  untuk dimiliki oleh camat. Padahal jika sudah dipending maka siapapun yang akan melakukan pengukuran diatas lahan tersebut tidak boleh dilakukan lagi namun sebaliknya lahan tersebut sudah dilakukan pengukuran oleh BPN atas nama Imelda Tahalele,” tandasnya.

Rumangun mengaku kecewa dengan sikap penjabat yang tidak arif dan bijaksana dalam menye­lesaikan persoalan pertanahan di Desa Poka. Ini terkesan dilakukan penyerobotan tanah yang dimiliki oleh Fritsz Lainsamputty.

Sementara itu, Stevanus  Lain­samputty mengatakan, setelah lahan milik Fritsz Lainsaputty itu telah dilakukan aktivitas pembangunan oleh Imelda Tahalele, pihaknya merasa ini sebuah tindakan penye­robotan karena pengukuran lahan tidak melibatkan saksi batas sebelah selatan yakni Keluarga Lainsam­putty bahkan pihaknya juga sudah memasang larangan untuk dilarang melakukan aktivitas di lahan ter­sebut tetapi justru diabaikan kemu­dian pembangunannya pun tidak mengantongi ijin.

“Kok pembangunan yang dilaku­kan oleh seorang camat, tidak me­ngantongi IMB. Bagaimana mung­kin seorang pejabat kota memba­ngun tapi tidak memiliki ijin padahal itukan aturan yang mestinya dite­ladani oleh seorang camat,” kata­nya.

Senada dengan itu, Johana Lain­samputty meminta Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, untuk me­ngevaluasi kinerja Penjabat Desa Poka dan Camat Teluk Ambon yang secara nyata melakukan penyero­botan atas lahan milik ayahnya.

“Ini penyerobotan dan penipuan terhadap aset milik keluarga kami, sehingga kami minta dengan tegas agar Walikota segera mengevaluasi kedua bawahannya yang telah sengaja berkonspirasi dan membuat kegaduhan di Desa Poka,” tegasnya.

Penjabat Desa Poka, Erick Van Room yang dikonfirmasi Siwalima, melalui telepon selulernya, tadi malam membantah adanya penyero­botan maupun persengkongkolan yang dilakukan bersama Camat Teluk Ambon, Imelda Tahalele, untuk memiliki lahan yang diklaim milik Fritsz Lainsamputty itu.

“Terkait dengan tanah-tanah yang ada di Desa Poka, Pemerintah Desa tidak berkompoten atau berkepenti­ngan untuk menghalang-halangi, urusan tanah itu BPN. Tanah milik ibu camat itu merupakan tanah reklamasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ambon,” tandas penjabat.

Ia menjelaskan, tanah itu direk­lamasi saat dirinya sudah direkla­masi, dan setelah direklamasi DKP Kota Ambon memberikan aset terse­but kepada pemerintah desa lalu kemudian pemerintah  desa setuju memberikan sebidang tanah kepada camat Teluk Ambon yang merupakan kepala wilayah setempat.

“Tanah yang kita berikan kepada ibu camat itu atas persetujuan dari BPD dan RT setempat dan jika kita serahkan kepada ibu camat maka itu urusan desa, mau kasih ataukah tidak, itu bukan masalah karena sudah ada persetujuan dengan BPD maupun DKP,” ujarnya.

Kata dia, dirinya sudah mengecek di BPN status tanah milik Lain­samputty sudah berstatus tanah PN atau tanah negara.

“Jika dikompolein tanah itu milik mereka maka itu tidak benar sebab tanah enghindom 1056 itu statusnya tanah negara. Kami ini orang pemerintah dan kami tahu aturan, tidak pernah melakukan penyero­botan tanah milik orang,” tegasnya.

Hal yang sama ditegaskan Camat Teluk Ambon, Imelda Tahalele. Ia menepis adanya konspirasi dan persengkongkolan yang dilakukan antara dirinya dengan Penjabat Desa Poka.

“Memang saya diberikan tanah dan statusnya milik DKP yang sudah dihibahkan kepada peme­rintah Desa Poka kemudian pemerintah Desa Poka memberikan kepada saya dengan luas 80 meter persegi namun sebelum saya melakukan aktivitas disitu, saya telah mengkonfirmasi dengan benar terkait status kepemilikan tanah tersebut,” jelasnya.

Ia mengaku, pemerintah Desa Poka telah mengeluarkan surat pelepasan hak untuk dirinya untuk berproses sertifikat di BPN.

“Katanya itu tanah milik Lain­samputty, tanah enghindom 1056 dan sudah dikonfirmasi di kepala BPN dan katanya 1056 itu sudah tidak ada lagi, sudah jadi tanah negara tetapi tanah yang diberikan kepada saya itu bukan tanah enghin­dom itu tanah reklamasi. Jadi keliru jika saya disebut melakukan penye­robotan maupun persengkongkolan dengan pejabat untuk memiliki tanah tersebut,” tandasnya.

Disinggung belum adanya IMB, Tahalele, mengakuinya. “Memang benar saya belum mengurus IMB karena belum dilakukan pemba­ngunan, hanya baru fasdasi sebagai bukti jika tanah tersebut milik saya,” cetusnya. (S-16)