AMBON, Siwalimanews – Diduga oknum petugas Di­nas Perindustrian dan Per­dagangan (Disperindag) Kota Ambon melakukan pungutan liar dari peda­gang kaki lima (PKL).

Modus yang dilakukan oleh oknum petugas Dispe­rindag dengan memberikan karcis retribusi pelayanan pa­sar kepada para peda­gang gerobak.

Tak tanggung-tanggung karcis retribusi yang seha­rusnya dibayar Rp 1000 justru ditagih Rp 5000. Mirisnya modus ini bukan baru pertama kali dilakukan, tetapi sudah berlangsung lama, namun sayangnya Ke­pala Disperindag terke­san tutup mata dan membiarkan aksi pungli itu terus marajelala.

Para pedagang gerobak ini seha­rusnya membayar retribusi sampah Rp 1000 dari Dinas Lingkungan dan Persampahan, namun anehnya para pedagang gerobak justru diberikan karcis pelayanan pasar.

Menurut beberapa pedagang ge­robak yang berhasil ditemui Siwa­lima mengeluhkan pungli yang su­dah berlangsung lama, dan pemba­yaran karcis bukan Rp 1000 tetapi Rp 5000.

Baca Juga: Lokamonitor: Kapal Nelayan Wajib Miliki Radio

“Setiap hari beta bayar uang ret­ribusi Rp 5.000 padahal di karcis ret­ribusi pelayanan pasar itu tertera Rp1000,” jelas Yanti, salah satu peda­gang di kawasan jalan Setia Budi.

Menurutnya, setiap kali petugas Disperindag menagih retribusi diberikan karcis pelayanan pasar Rp 1000 tetapi yang dibayarkan Rp 5000. Itu pun berlangsung setiap hari. Ada juga yang tidak mem­berikan karcis.

“Yang di tulis dalam karcis Rp. 1000 tetapi di tarik 5000,” kesalnya.

Ia menambahkan, pihaknya tidak bisa melawan aksi pungli yang dila­kukan, karena ditakutkan para peda­gang tidak diberikan ijin berdagang di wilayah tersebut.

Di tempat berbeda, Ahmad, salah satu pedagang yang hari-hari ber­jualan di Pasar Pohon Pule menga­ku, ia sering membayar karcis retri­busi setiap harinya Rp 5000

“Kadang juga belum banyak buah yang terjual, tetapi petugas cepat menangih uang karcis, sehingga beta harus membayar uang retri­busi,” ungkap Ahmad.

Ia mengaku kecewa, karena aksi ini sudah berlangsung lama, namun sebagai orang pedagang pihaknya mengikuti saja.

“Masalah ini sudah terjadi bebe­rapa tahun, hanya saja kami tidak mau untuk mengutarakan, karena takut dipindahkan dari lokasi ber­jualan. Petugas seperti ini rentenir namanya,” tandasnya

Aksi oknum petugas Disperindag ini juga diketahui, ketika Siwalima melakukan investigasi, Rabu (11/3). saat itu salah satu petugas pada ma­lam hari memberikan karcis pelaya­nan pasar bagi pedagang gerobak, harga yang tertera di karcis tersebut Rp 1000, namun yang dibayarkan pedagang Rp 5000.

Saat Siwalima menanyakan me­nga­pa harus dibayarkan Rp 5000, pe­tugas tersebut jadi takut dan kemu­dian menghilang dengan cepatnya.

Sejumlah pedagang ini meminta agar Walikota Ambon, Richard Louhe­napessy dan Kadis Perindag bertin­dak tegas terhadap oknum-oknum Disperindag yang melakukan pungli. Kepala Disperindag, Pieter Leuwol ketika dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya namun tidak aktif.

Pungli Pasar Mardika

Bukan saja pedagang gerobak, ternyata sebelumnya para pedagang di Pasar Mardika mengeluh dengan sikap dari Pemkot Ambon yang ter­kesan tak peduli dengan keluhan para pedagang terkait dengan prak­tek pungli yang masih saja terjadi di Pasar Mardika berkedok penarikan retribusi.

Keluhan para pedagang ini sem­pat ditanggapi oleh Kepala Dinas Perin­dag Kota Ambon Pieter Leuwol bah­wa tak ada pungli di Pasar Mar­dika. Namun apa yang dikemukakan sang kadis seperti itu, lantaran ia hanya mendapat laporan sepihak dari staff­nya tanpa melihat langsung ke lapa­ngan, sebab pernyataan sang kadis bertolak belakang de­ngan kejadian yang sebenarnya terjadi dilapangan.

Dari penelusuran Siwalima di Pasar Mardika rata-rata para peda­gang mengaku, aktivitas pungli ma­sih saja tetap ada, dimana retribusi pelayanan pasar yang harus dibayar Rp 1000, mereka harus bayar Rp 2 ribu, belum lagi retribusi kebersihan, para pedagang harus membayar sebanyak dua kali, yakni Rp 2 ribu untuk karcis yang tertera Dinas Ke­bersihan dan Rp 2 ribu lagi untuk karcis yang tertera Dinas Lingku­ngan Hidup dan persampahan.

Mina salah satu pedagang yang ditemui Siwalima disela-sela aktivi­tasnya berjualan mengungkapkan, setiap hari ia harus membayar retri­busi pelayanan pasar Rp 2 ribu. Padahal pada karcis yang diberikan jelas tertera nominalnya Rp 1000.

“Kita tetap harus bayar jika petu­gas datang untuk tagih uang retri­busi pelayanan Rp 2 ribu/hari. Yah mau bagaimana, kita tetap bayar sebab petugasnya ancam akan ke­luarkan kita dari pasar,” ungkap Mina.

Pedagang lainnya Imron menga­ku, dalam sehari yang namanya retribusi ia bisa membayarnya men­capai Rp 20 ribu, sebab ada saja oknum petugas yang datang dengan alasan macam-macam.

Retribusi yang harus dibayar adalah, pelayanan pasar Rp 2 ribu, retribusi sampah Rp 5 ribu untuk dua karcis (karcis Dinas Kebersihan dan Karcis Dinas Lingkungan Hi­dup), belum lagi karcis parkiran itu dari pagi sampai sore Rp 10-15 ribu.

“Kita pedagang ini bagai simala­kama, bayar salah karena itu pungli, tak bayar juga kita diancam dilarang berdagang di pasar, yah terpaksa kita bayar saja,” tandasnya.

Nurdin pemilik warung sembako di Pasar Mardika juga mengung­kapkan hal yang sama bahwa retribusi pelayanan pasar mereka harus bayar Rp 2 ribu belum lagi membayar retribusi parkir.

“Memang untuk uang parkir dulunya pernah dihentikan penagi­han­nya, tetapi sudah kembali diope­rasikan lagi. Saat tagih retribus pe­tugas ambil uangnya tapi tidak­berikan karcis, sedangkan uang retri­busi pelayanan pasar rata-rata semua di pasar harus bayar Rp 2 ribu,” ujarnya.

Selain itu kata dia, biaya retribusi sampah juga wajib dibayar Rp 2 ribu/hari, namun anehnya ada dua karcis ret­ribusi sampah yang beredar, kar­cis yang satu miliki cap Dinas Ke­ber­sihan satu karcisnya lagi bertu­liskan Dinas Lingkungan Hidup.

“Kita tetap diwajibkan bayar retri­busi sampah ini masing-masing karcis Rp 2 ribu. Pernah ada peda­gang yang coba protes sebab ia ketahui di koran bahwa karcis Dinas Kebersihan itu karcis ilegal, namun petugas yang tagih pake karcis itu ancam mau jaualan atau tidak, bahkan petigas katakan jangan percaya berita koran sebab merteka hanya cari korannya laku,” tuturnya.

Saat ditanya apakah petugas yang me­nagih karcis retribusi sampah dengan bertuliskan Dinas Kebersi­han adalah orang yang sama mem­bagikan karcis bertuliskan Dinas Lingkungan Hidup, ia mengaku, berbeda, namun keduanya berasal dari petugas Pemkot Ambon.

Komisi III Temukan

Temuan pungli sebelumnya juga ditemukan Komisi III DPRD Kota Ambon. Menurut Wakil Ketua Ko­misi III Mochtar Gunawan meng­ungkapkan, ada sekitar 318 lapak di terminal Mardika. Retribusi dipu­ngut per lapak Rp 10 ribu setiap hari. Padahal seharusnya pedagang ha­nya membayar Rp 60 ribu per bulan.

“Kalau 318 lapak, dan ditagih per lapak 10 ribu, setahun saja sudah satu miliar lebih. Belum lagi retribusi di PKL yang ada 3000 ribu dan 2000 ribu. Nah ini masuk ke kas daerah tidak,” tandas Gunawan kepada wartawan di Baileo Rakyat Belakang Soya Ambon, Rabu (26/2).

Gunawan mengaku, Komisi III telah melakukan pengawasan di Pasar Mardika, sehingga hasil te­muan ini pihaknya akan meminta penjelasan dari Dinas Perindustrian.

Pungutan liar oleh oknum petugas Disperindag, kata Gunawan, sangat meresahkan pedagang. Praktek-praktek ini tidak boleh terjadi lagi.

Tepis Tudingan

Temukan pungli juga ditemukan Komisi III DPRD Kota Ambon, na­mun sayangnya, Kepala Dinas Pe­rin­dag Kota Ambon Pieter Jan Leu­wol menegaskan, tidak ada pungu­tan liar (Pungli) di Pasar Mardika.

Menurutnya, pungutan yang dilakukan terhadap 318 lapak di Pasar Mardika sebesar Rp 1000 per hari, bukan Rp 10 ribu per hari, sebagaimana yang ditudingkan oleh Komisi III DPRD Kota Ambon.

“Tidak ada pungli, penagihan retribusi ini sesuai dengan Perda tahun 2017 tentang retribusi. Untuk penagihannya sendiri, mengguna­kan karcis yang perharinya ber­jumlah 1000 ribu, tidak sampai 10.000 per hari,” tutur Leuwol kepada Siwalima, Jumat (28/2).

Leuwol kembali menegaskan, retri­busi yang ditarik oleh pemkot dari pe­mi­lik lapak yang berdagang di Pasar Mardika sebesar Rp 1000. Namun be­gitu, ia berjanji akan mengecek kem­bali, apakah benar ada pungli yang di­la­kukan oleh anak buahnya, seperti yang disampaikan Komisi III. “Saya akan cek kembali,” tandasnya. (Mg-6)