AMBON, Siwalimanews – Manajemen RS Haulussy dinilai hanya mencari-cari kesalahan tenaga dokter umum non ASN guna meng­hindar dari pembayaran hak nakes.

Langkah manajemen RS Haulussy merupakan bentuk pembangkangan dari perintah Inspektorat Maluku yang merekomendasikan penyelesaian persoalan perjanjian kerja sama tenaga dokter umum non ASN.

Upaya mencari kesalahan dilakukan manajemen RS Haulussy dengan mempermasalahkan Surat Ijin Praktik termasuk dokter umum non ASN.

Salah satu tenaga dokter umum non ASN kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (22/7) menjelaskan, pasca mencuatnya persoalan pemba­yaran insentif, para tenaga dokter umum telah beberapa kali dimintakan keterangan oleh inspektorat Maluku.

“Soal insentif non ASN itu, kemarin kita sudah bolak-balik inspektorat untuk memberikan keterangan dan inspektorat pun setuju minimal harus dibayarkan sesuai DIPA,” ungkap sumber yang namanya enggan diko­rankan.

Baca Juga: Marasabessy: Al-Quran Sebagai Sumber Inspirasi

Inspektorat memberikan tenggang waktu 1 minggu hingga 7 Juli lalu bagi manajemen RS untuk menyelesaikan masalah PKS dokter umum Non ASN.

Namun sayangnya perintah Inspek­torat Maluku tersebut tidak ditindak­lanjuti, sementara pihak manajemen keukeh tidak akan membayarkan insentif dengan berbagai alasan.

Setelah pendatangan Perjanjian Kerja Sama yang baru, Inspektorat Maluku telah memerintahkan mana­jemen RS Haulussy untuk segera membayar namun hingga saat ini belum dilakukan pembayaran.

“Dari perjanjian PKS itu satu hari setelah pendatangan sudah musti dicairkan, cuma belum bayar,” jelasnya.

Sebaliknya manajemen RSUD Haulussy mempermasalahkan Surat Izin Praktik termasuk dokter umum ASN dan non ASN.

Padahal, dari sekian banyak dok­ter umum ASN dan non ASN yang bekerja di RS Haulussy hanya terda­pat 7 orang yang masuk di Hafis BPJS.

“Sejak awal kita mulai kerja telah memasukkan semua berkas seperti STR, SIP, MMPI, Ijazah dan sebagainya untuk kebutuhan administrasi RS,  kemudian masa di 2023 saat persoalan ini terjadi justru manajemen mencari alasan seolah-olah dokter non ASN yang tidak memiliki SIP jadi seng boleh diberikan insentif itu,” kesalnya.

Diakuinya, pasca kebijakan ma­najemen RS Haulussy tersebut dirinya telah berkonsultasi dengan berbagai pihak dan tidak ada pera­turan Gubernur yang mengatur jika dokter tidak memiliki SIP maka Pem­da tidak memberikan hak insentif.

Menurutnya, ada beberapa dokter di managemen RS Haulussy yang saat ini berpraktek di RS dan di luar RS tetapi tidak miliki SIP dan STR bahkan terjadi sebelum covid.

“Kalau manajemen ingin meng­gunakan syarat harus ada STR dan SIP baru diberikan hak, maka harus berlakukan secara umum bagi semua tenaga dokter bukan hanya untuk dokter non ASN yang hari ini me­nuntut pembayaran hak,” jelasnya.

Sikap manajemen RS Haulussy tersebut bertentangan dengan Surat Edaran Menkes Nomor HK.02.01/Menkes/4394/2020 Tentang Regis­trasi dan Perizinan Tenaga Kese­hatan pada masa pandemi covid-19.

Menkes dalam edaran tersebut memberikan kelonggaran bagi semua dokter yang STR dan SIP berakhir dan belum di urus karena covid itu di tangguhkan hingga selesai masa pandemic atau 1 tahun setelah pandemik selesai.

“Presiden saja baru cabut pan­demik covid itu beberapa bulan yang lalu artinya manajemen RS Haulussy tidak boleh seperti ini,” tegasnya.

Sumber pun berharap, manajemen RS Haulussy dengan itikad baik dapat menyelesaikan persoapan insentif, sebab tenaga dokter telah menjalankan kewajibannya bagi masyarakat Maluku.

Telah Tindaklanjuti

Sementara itu, Direktur RSUD, Haulussy Nazaruddin yang dikonfirmasi mengatakan, telah menindaklanjuti perintah Ins­pektorat Maluku terkait dengan penyelesaian hak tenaga dokter umum non ASN..

“Sudah di TT kemarin. Mereka tidak pernah melamar selama ini. Jadi baru mereka buat, tanyakan saja ke mereka,” ujar Nasaruddin melalui pesan whatsapp, Sabtu (22/7).(S-20)