AMBON, Siwalimanews – DPRD Provinsi Maluku men­dukung penuh langkah Kejak­saan Tinggi dalam membongkar borok yang terjadi di RS Hau­lussy.

Ketua Komisi IV DPRD Provin­si Maluku, Samson Atapary menyambut baik jika langkah Kejati Maluku dengan memben­tuk tim penye­li­dikan ka­sus duga­an pe­nyim­pa­ng­an di RSUD Hau­lussy.

“Sebagai ketua Ko­misi IV ka­mi me­nyam­but baik dan mendu­kung Ke­jati yang berkomitmen untuk masuk melakukan penyelidikan dan penyidikan di RSUD Haulussy,” ujar Atapary. kepada Siwali­ma melalui telepon selulernya, Rabu (20/12)

Atapary mengakui, polemik di RS Haulussy adalah persoalan lama yang pembahasannya telah dilakukan DPRD dari tiga tahun lalu dan pembahasannya bahkan sudah melibatkan pimpinan DPRD, Sekda dan Inspektorat.

Namun, semua bentuk rekomen­dasi dan kesepakatan yang telah diambil tidak digubris oleh Direktur RS Haulussy sehingga aksi de­monstrasi dan mogok kerja yang dilakukan dokter dan tenaga kese­hatan adalah pucak dari seluruh persoalan di RSUD.

Baca Juga: 26 M Hak Nakes RS Haulussy tak Dibayar, Kajati Perintah Usut

“Direktur tinggal janji untuk realisasi tapi tidak sampai dibawah ke pimpinan DPRD dan dicarikan solusi dengan dianggarkan dalam APBD tapi tidak tuntas, bahkan telah direkomendasikan agar Direktur RS Haulussy diganti gubernur, tapi tidak merespon oleh gubernur juga,” kesal Atapary.

Atapary menegaskan, kewena­ngan DPRD hanya mengidentifikasi masalah di RS Haulussy dan setelahnya diserahkan dalam bentuk rekomendasi dan ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Maluku.

Menurutnya, semua proses politik dan pemerintahan telah dilakukan DPRD, tetapi tidak ada political will dari gubernur maupun sekda

Padahal, sebagai top managemen atau penanggung jawab utama dalam birokrasi pemerintahan dan telah diketahui sejak lama, mestinya gubernur memiliki political will untuk menyelesaikan.

“Masa gubernur tidak tahu, beliau tahu tetapi tidak ada pembenahan yang dilakukan gubernur. Padahal pembenahan RS Haulussy untuk menuju ke taraf rumah sakit internasional itu ada di visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur tapi ini tidak jalan,” ujarnya.

Artinya ada kegagalan dari guber­nur dalam melakukan visi dan misi yang ditetapkan dalam RPJMD 2019-2024, tapi dipenghujung masa ja­batan tidak ditindak lanjuti.

Karenanya, apa yang dilakukan Kejaksaan Tinggi merupakan lang­kah tetapi sebab semua mekanisme politik dan pemerintahan yang dila­kukan DPRD sebagai fungsi peng­awasan dalam konteks gubernur tidak dilakukan.

“Yang bisa melakukan agar supa­ya ada upaya paksa dan apa yang menjadi masalah penyelewengan anggaran di RS yang paling tepat ada di Kejaksaan Tinggi,” tuturnya.

Politisi PDIP Maluku ini pun meminta Kejati melibatkan auditor guna mengetahui potensi penyim­pangan di RS Haulussy.

“Kemarin dalam unjuk rasa itu sudah jelas dan fakta-fakta yang disampaikan yang cukup merisau­kan kita semua, jadi kita berharap ada langkah maju guna pembenahan RS Haulussy.

Langkah Tepat

Sementara itu, Praktisi Hukum Roni Samloy langkah yang ditempuh Kejati dengan membentuk Tim Penyelidikan merupakan bentuk responsifitas terhadap keluhan dan penderitaan dokter perawat dan medis lain di RSUD Haulussy.

“Itu membuktikan RS Haulussy yang selama ini dikira orang luar tidak ada masalah tapi ternyata setelah aksi demo itu publik tahu bahwa manajemen di RS Haulussy itu sangat amburadul dan menjadi sindikat mafia di RS Haulussy,” kecamnya.

Menurutnya, apa yang disam­paikan Kepala Kejati Maluku sangat didukung oleh masyarakat yang anti terhadap praktik yang merugikan keuangan negara.

“Semoga dari komitmen itu dite­lusuri dan dimintakan pertangung jawaban terhadap orang yang diduga terlibat kasus ini dan kalau sudah mengarah ke tersangka maka ditetapkan tersangka,” harapnya.

Pemprov Diminta Bertindak

DPRD Maluku menyayangkan sikap Direktur RS Haulussy, Na­saruddin yang mengakibatkan dok­ter dan tenaga kesehatan menutup seluruh pelayanan di RS.

Penutupan IGD RS Haulussy dilakukan dokter dan tenaga kese­hatan lantaran hak-haknya tidak dipedulikan dan dibayarkan berta­hun-tahun.

Polemik tutupnya IGD RS Hau­lussy menjadi salah satu persoalan yang diatensikan DPRD Provinsi Maluku.

Alhasil, hujan interupsi dalam paripurna penetapan enam ranperda DPRD Provinsi Maluku, Rabu (20/12) pun tidak terhindarkan.

Wakil rakyat di Karang Panjang itu menuntut agar Pemerintah Provinsi Maluku segera mengambil tindakan dengan membayar hak tenaga kesehatan agar operasional rumah sakit kembali dilakukan.

“Terkait masalah Rumah Sakit Haulussy yang sampai saat ini belum mendapat hak-haknya ini sangatlah miris. Jadi kita minta segera diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi,” ujar Sekretaris Komisioner IV DPRD Provinsi Maluku, Justina Renyaan dalam rapat paripurna.

Menurutnya, persoalan hak nakes tersebut telah berdampak terhadap mogoknya tenaga nakes dan faktanya sampai saat ini IGD ditutup.

Kondisi ini kata Renyaan sangat menyulitkan masyarakat untuk mendapat pelayanan dari RS Haulussy.

Senada dengan Renyaan, anggota DPRD Elviana Pattiasina juga mempertanyakan alasan manajemen RS belum membayar hak tenaga kesehatan.

Dikatakan, Pemerintah Provinsi Maluku harus tegas terhadap per­soalan yang terjadi di RS Haulussy agar tidak berlarut-larut dan me­nimbulkan polemik seperti saat ini.

“Kami ingin untuk mendengar penjelasan langsung dari Pemerintah Provinsi Maluku terkait masalah di RS Haulussy yang sampai saat ini belum mendapat hak-haknya,” kesal Pattiasina.

Ditegaskan, Pemerintah Provinsi Maluku harus segera menyelesaikan persoalan ini agar tidak berdampak untuk mogoknya tenaga nakes yang saat ini berdampak dengan ditu­tupnya IGD.

“Ini tentunya sangat menyulitkan bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan dari RS Haulussy jadi kita minta ada keseriusan dari peme­rintah daerah,” ujarnya.

Sangat Memalukan

Sementara itu, anggota DPRD Provinsi Maluku, Fauzan Husni Alkatiri mengakui persoalan suatu noda di ujung Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.

Dijelaskan, RS Haulussy meru­pakan rumah sakit yang mestinya menjadi pusat tauladan dari pene­rapan Kesehatan Provinsi Maluku.

“Kalau pengelolaan rumah sakit Haulussy seperti yang terpampang diberbagai media massa maupun media sosial saat ini sangat memalukan,” jelasnya.

Menurutnya, jelang natal dan tahun baru Pemerintah Provinsi Maluku harus  menyelesaikan masalah ini sesegera mungkin, dan jangan biarkan nakes yang bera­gama kristen melewati Nataru dalam situasi duka yang menganga ini.

Merespon persoalan ini, Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno yang hadir dalam paripurna ini menjelaskan RS Haulussy meru­pakan RS dengan status BLUD artinya secara teknis murni ditangani manajemen RS.

Harus Dibereskan

“Kalau hari-hari ini kita semua lihat di media sosial orang semua demo, berarti tentunya ada yang tidak beres di sana yang harus dibereskan,” tegasnya.

Pasca kejadian itu, akui Wagub pemerintah daerah melalui sekda telah telah bertemu dengan ma­najemen RS untuk dicarikan solusi terkait dengan persoalan di RS Haulussy.

Wagub menegaskan berdasarkan hasil pertemuan, manajemen RS menjamin bahwa anggaran untuk pembayaran hak nakes tersebut, namun ada beberapa proses admi­nistrasi yang harus diselesaikan.

“Pasti ada langkah yang dilakukan Pemprov.  Dan saya sudah bilang pak sekda  untuk  ditindaklanjuti secara teknis sesuai mekanisme yang berlaku agar tidak berlarut-larut demo dan lain-lain,” cetusnya.

Korbankan Rakyat Maluku

Salah satu senior PDI Perjuangan, Yusuf Leatemia menyayangkan sikap arogansi Direktur RS Hau­lussy Nasarudin.

Akibat ulahnya yang tidak membayar hak Nakes selama 4 tahun, tidak hanya rakyat yang dirugikan akibat tidak bisa lagi mendapatkan pelayanan kesehatan pada RS itu, tetapi daerah ini ikut rugi, karena salah satu aset daerah yang selama ini menjadi kebanggan Pemerintah Daerah dan juga rakyat Maluku, harus berada pada kondisi terpuruk alias bangkrut.

“Luar biasa, siapa dia (Nasarudin) yang bisa bikin sampai masyarakat Maluku jadi korban, Rumah Sakit yang jadi satu-satunya RS rujukan sekarang tidak lagi membuka pelayanan, karena semua dokter macet kerja, dan itu gara-gara hak nakes yang tidak dibayar. Padahal ini sudah dianggarkan pada APBD. Lalu pertanyaannya uang dipakai untuk apa? Ini kronis me­mang,­”tuturnya.

Untuk itu, dirinya mendukung penuh pernyataan Kejati Maluku yang telah membentuk tim untuk mengusut persoalan RS tersebut.

“Kita berharap Kejati Maluku serius usut itu. Karena bayangkan saha 4 rahun, 26 miliar, dan itu anggaran yang sudah dianggarkan dalam APBD. Lalu uangnya kemana. Inikan persoalan,”cetusnya.

Perintah Usut

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Agoes Soenanto Prasetyo mem­bentuk tim penyelidikan untuk mengusut dugaan korupsi di RS Haulussy.

Kajati mencium pengelolaan anggaran di RS Haulussy berma­salah, sehingga hak-hak tenaga kesehatan sebanyak 600 orang mulai dari tenaga dokter hingga pegawai belum dibayarkan sejak 4 tahun dengan nilai sebesar Rp 26 miliar.

“Setiap kasus korupsi di Maluku kita teruskan penyelidikan termasuk kasus dugaan korupsi di RS Haulu­ssy,” tegas Prasetyo dalam keterangan persnya kepada sejumlah wartawan di Kantor Kejati Maluku, Selasa (19/12).

Kajati menegaskan, pihaknya tidak lagi menunggu laporan dari masyarakat, tetapi tim segera mengambil data-data dan keterang­an terkait dugaan korupsi yang melilit rumah sakit milik daerah Maluku ini.

Kata Kajati, setiap kasus baik yang dilaporkan masyarakat maupun temuan pihak jaksa intelijen, akan didahului dengan proses penye­lidikan.

Ditegaskan, pihaknya segera membentuk tim untuk mengusut dugaan korupsi di rumah sakit berplat merah itu.

“Kita siap bentuk tim untuk mengusut kasus ini. kita tidak menunggu laporan-laporan dari masyarakat. Dan akan langsung dilakukan penyelidikan dengan mengumpulkan data intelijen. Nanti dari tim akan turun,” tegasnya.

Kajati menambahkan, masyarakat tidak perlu khawatir, dukungan untuk menuntaskan setiap kasus korupsi, termasuk RS Haulussy.

“Saya mau bilang bahwa kita mengawasi jalan pembangunan dalam rangka mengawasi Keuangan negara di Provinsi Maluku,” tegas Prasetyo. (S-20)