Ambon, Siwalima – Sikap Ketua DPD PDIP Murad Ismail yang terkadang tidak bisa menempatkan dirinya sebagai ketua partai dan Gubernur Maluku, membuat tokoh banteng geram dan mendesak DPP mengevaluasi kepemimpinannya.

Murad dinilai melangkah diluar aturan, yang secara tidak langsung menjatuhkan marwah dan martabat partai. Padahal PDIP memiliki gaung yang besar di Ma­luku

“Gubernur terkadang sa­lah tempatkan diri,  kadang-kadang tidak bisa menem­patkan diri sebagai seorang pejabat negara dan sebagai seorang ketua partai, sehi­ngga menurut saya ini se­buah ketidakberesan dida­lam tata pemerintahan di Maluku,” ungkap tokoh PDIP Maluku, Jopie Papilaja kepada Siwalima, Minggu (3/10).

Ketidakpahaman itulah, Ketua PDIP Maluku mem­buat blunder di de­pan si­dang paripurna DPRD Ma­luku, Rabu (29/9), dengan menyerang Edwin Huwae, mantan Ketua PDIP Maluku di depan umum

Papilaja menilai, sikap Murad yang demikian justru tamparan bagi PDIP Maluku dan bisa membuat PDIP akan kehilangan posisinya di kursi parlemen, jika para fungsionaris DPD PDIP tidak me­ngambil sikap kritik.

Baca Juga: Komunikasi Politik Gagal

“Menurut saya ini sebetulnya tamparan buat PDIP bahwa seorang ketua DPD yang adalah gubernur tidak tahu menempatkan diri. kenapa tidak bisa mencontohi Karel Rala­halu, dia tahu menempatkan diri sebagai ketua DPD dan sebagai seorang gubernur,” ujar mantan Ketua DPC PDIP Kota Ambon ini.

Papilaja mengaku prihatin dengan kondisi PDIP di Maluku saat ini, karena sebagai seorang yang ber­darah-darah membangun PDIP bersama dengan senior partai lain­nya, mengharapkan marwah dan martabat partai harus dijaga.

“Kita tahun PDIP di Maluku gaung politiknya itu besar dan selalu diperhitungan, tetapi dengan peri­laku dan pernyataan-pernyataan yang menyatuhkan PDIP saya jadi prihatin. Sebetulnya sebagai orang yang berdarah-darah, saya sebut berdarah-darah karena saya adalah satu dari sekian orang-orang yang ada zaman orde baru itu kita lawan pemerintahan waktu itu sampai kita ditindas, dan saya ketua DPC pada waktu itu, waktu itu mash nama PDI kita diteror kita tetap bertahan walaupun sebagian sudah pindah dan akhirnya nama PDI di rubah jadi PDIP. Itu yang saya bilang berda­rah-darah disitu sangat prihatin dengan kondisi Maluku,” ujarnya.

Dia menilai, DPP PDIP salah menempatkan orang, saya sebetul­nya awal menentang Murad Ismail sebagai Ketua DPD, karena tidak jelas dari segi PDIP. Dan kekha­watiran saya, ketidaksetujuan saya terjadi, dimana PDIP menjadi seperti partai baru yang tidak memiliki bentuk dan warwah.

“Sehingga menurut saya, DPP PDIP harus melakukan evaluasi terhadap kepemimpinan Murad Ismail sebagai PDIP kalau masih mau lihat PDIP di Maluku pada tahun 2024 tetap eksis dan menguasai panggung politik di Maluku.

Jika kondisi PDIP di Maluku tidak mengalami pengembangan, Papilaja berpendapat fungsionaris di DPD dan DPC harus kritis bila perlu membuat laporan ke DPP tentang perilaku dan sikap Murad Ismail.

“Kepada adik-adik di DPD, DPC yang ada sekarang juga harus kritis. Kalau perlu semua buat laporan kepada DPP tentang perilaku Ketua DPD PDIP, ini tidak bisa dibiarkan. Saya tahu pak Murad jadi Ketua DPD hanya untuk mengamankan jabatan sebagai gubernur saja dan bukan untuk PDIP, karena itu dari awal saya tantang,” tuturnya.

Papilaja juga menyayangkan Fraksi PDIP di DPRD yang tidak berani kritis

“DPD PDIP sebetulnya sudah tahu Cuma tidak ada yang melapor jadi kemudian juga DPRD juga “bersengkokol” jadi ya DPRD tidak bisa bikin apa-apa,” tegasnya.

Dia menilai sikap anggota DPRD Maluku, Edwin Huwae sangat berani dan kritik, karena sebagian besar anggota DPRD tidak lagi kritik terhadap dugaan-dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah.

“Paling nyata itu dana pinjaman 700 juta, yang nantinya dibayar, dibayar dari mana dari APBD, sumber dana APBD dari mana dari uang rakyat. Tetapi DPRD tidak kritis,” kesalnya.

Papilaja mengaku Salut dengan kekritisan Edwin Huwae, karena satu-satunya anggota DPRD Maluku yang berani melakukan interupsi keras, yang selama ini tidak pernah dilakukan DPRD.

“Terlepas dari Edwin punya kekurangan di DPRD, tetapi saya salut terhadap Edwin  yang bisa bersuara di tengah-tengah semua anggota DPRD bisu,” sebutnya.

Desak Mundur

Seperti diberitakan sebelumnya, alih-alih menjaga kehormatan partai yang dipimpinnya, kader senior PDIP malah mendesak Murad Ismail mundur dari jabatannya sebagai ketua.

Sejumlah kader senior PDIP berang. Mereka mengecam sikap Murad Ismail sebagai Ketua PDIP Maluku, yang tidak bisa menjaga marwah dan martabat partai, malah mempertontonkan arogansinya di depan umum

Mereka mengkritik sikap Murad yang tidak bisa menempatkan diri sebagai Gubernur Maluku di satu sisi dan sebagai Ketua PDIP pada sisi yang lain.

Akibat ketidakpahaman itulah, Ketua PDIP Maluku yang baru seumur jagung itu membuat blunder di depan sidang paripurna DPRD Maluku, Rabu (29/9), dengan menyerang Edwin Huwae, mantan Ketua PDIP Maluku di depan umum. Langkah Murad yang asbun itu menurut mereka sangat memalukan dan menjatuhkan marwah partai.

Semestinya, sebagai Ketua PDIP, Murad harus bijaksana dan menggunakan forum tersendiri untuk membicarakannya, bukan dengan melabrak rekan sendiri di depan sidang paripurna.

Karenanya, senior kader partai berlambang banteng itu meminta Murad untuk legowo meletakan jabatannya dan mundur dari PDIP Maluku, karena tidak mampu membangun komunikasi politik yang baik dan membesarkan partai.

“Sebagai senior partai, saya sangat menyesalkan sikap politik dari saudara Murad Ismail sebagai ketua DPD. Partai ini kita bangun dalam waktu yang sangat panjang, ada orang yang baru datang lagi sudah dapat jabatan di partai dan lantas mempermalukan partai ini. Jangan begitulah. Kita ini berdarah-darah membangun partai. Ini catatan sangat keras sekali buat Ketua DPD PDIP,” tegas Senior PDIP Maluku, Ever Kermite kepada Siwalima di Ambon, Kamis (30/9) siang.

Kata mantan anggota DPRD Maluku empat periode ini, KUA-PPAS adalah bagian yang sangat penting karena merupakan pedoman dalam rangka menetapkan APBD ataupun APBD perubahan sehingga pembahasannya juga harus maksimal, karena itu kritikan yang disampaikan oleh Edwin Huwae soal dugaan adanya perselingkuhan politik antara eksekutif dan legislatif, sangat mendasar karena Edwin sangat tahu mekanisme dan tata aturan pembahasan tersebut.

“Apa yang disikapi oleh Edwin sangat tepat, karena dia  punya pengalaman sebagai ketua DPRD dan Ketua Badan Anggaran DPRD, bahwa ada sesuatu yang dilanggar terutama oleh pimpinan DPRD. Karena itu jangan ada kebakaran jengot,” ujarnya.

Sebagai orang yang membesar PDIP, lanjut Kermite, dia sangat menyesalkan sikap Gubernur Maluku yang tidak tepat dalam forum paripurna DPRD Maluku itu.

Menurutnya sebagai Ketua DPD PDIP Murad telah melakukan dua kali kesalahan dalam forum resmi yang secara langsung menyatuhkan marwah partai.

“Pelanggaran pertama saat Muswil PPP yang dihadiri oleh Ketua Umum PPP yang juga Wakil Menteri Agama, Murad mengungkapkan walaupun saya Ketua DPD PDIP, saya akan memperjuangan Azis Hentihu sebagai Bupati Pulau Buru. Itu pelanggaran yang sangat prinsip. Tidak boleh seperti itu. Kedua ini dalam forum paripurna di DPRD, Murad tampil lagi dan mengoreksi Huwae. Itu tidak tepat dan tidak pantas,” katanya.

Kermite meminta, Bidang Kehormatan DPD PDIP harus menyikapi tindakan ketua DPD PDIP tersebut, karena pelanggaran yang dilakukan Murad Ismail sangat tidak bermanfaat bagi pengembangan partai ini  depan, sehingga jika ada reaksi dari berbagai anggota partai harus dipahami.

“Saya sangat sedih sekali. Bagaimana PDIP ini, saya harus bilang sekarang PDIP lagi sakit sekarang karena ini masalah kepemimpinan. Saudara Murad datang tidak tahu tentang sejarah dan latar belakang partai ini bagai­-mana. Mestinya dia mecontohi pak Karel Ralahu, yang sekalipun baru, tapi bisa menyesuaikan diri di dalam, jelasnya.

Kermite menyarankan Murad, bila sudah tidak mampu dan tidak cocok untuk terlibat bersama membangun serta membesarkan partai, silahkan mengundurkan diri. “Kalau rasa tidak cocok, tidak nyaman, pamit sajalah dari pada mempengaruhi tekad kita untuk berjuang membesarkan partai ini,” pintanya.

Mencermati berbagai blunder politik yang dilakukan oleh Murad, Kermite mengaku dia sudah menyiapkan laporan resmi secara tertulis ke DPP PDIP di Jakarta. “Terus terang kami sudah buat laporan untuk sampaikan ke DPP,” tegasnya.

Desakan Mundur

Di tempat yang sama, mantan fungsionaris PDIP, Nicky Rahulus meminta juga Murad Ismail mundur dari jabatannya sebagai Ketua PDIP Maluku, jika tidak mampu mengembangkan dan mengelola partai ini kedepan.

Kata dia, kritikan yang disam­paikan Edwin Huwae merupakan hal yang mendasar karena KUA-PPAS itu merupakan fondasi untuk kebijakan-kebijakan kedepan, tidak wajar kemudian dalam waktu yang singkat bisa diselesaikan.

“Saya minta maaf sangat tidak logis KUA-PPAS bagi kepentingan masyarakat Maluku dalam waktu yang singkat antara eksekutif dan legislatif, kalian tidak pantas ada disitu. Kritik dari seorang Edwin Huwae itu penting dan mendasar. karena Maluku ini miskin apakah kalian tidak malu ya. Bagaimana kita harapkan perbaikan kalau wakil rakyat seperti ini. wakil rakyat kerja buat siapa? Buat rakyat ataukah buat eksekutif?” sindirnya.

Salah Kaprah

Di tempat yang sama, mantan Ketua Fraksi PDIP di DPRD Maluku, Bitto Temmar menilai pernyataan Murad sebagai gubernur yang langsung mengritik Edwin sebagai anggota DPRD Maluku, adalah sangat keliru dan salah kaprah.

“Saya ikuti benar apa yang beliau sampaikan, saya sih ketawa saja, Atas nama Gubernur Maluku sekaligus Ketua DPD PDIP. Ini pak Murad mengatasnamakan gubernur, pertanyaannya gubernur siapa? Forum itu formal DPRD, pimpinan partai itu di luar, sehingga sangat keliru dan kesalahan fatal yang mesti diperbaiki ke depan. Karena kedua hal itu berbeda,” ujar Temmar.

Dia menilai DPRD kebablasan, karena kritikan yang dilakukan Edwin itu dibenarkan, baik dari aspek politik formal pemerintah maupun aspek moral politik.

“Sebuah otokritik dalam rangka perbaikan itu jangan kemudian melahirkan sebuah reaktif. Itu salah. Saya sering bilang DPRD itu sekolah kepemim­pinan publik, jadi orang yang masuk DPRD itu dia harus mewartawakan diri sebagai pemimpin publik dengan memberikan edukasi politik sehingga tidak boleh reaktif begitu, Proses dialeg kita dalam politik di DPRD itu wajar, jadi jangan  main ancam-ancam sampai cek absen. DPRD bukan taman kanak-kanak untuk diabsen. DPRD adalah satu lembaga politik dimana bukan soal jumlah kehadiran, tetapi esensi kehadiran itu bermakna untuk rakyat ataukah tidak,” tegas Mantan Bupati Maluku Tenggara Barat dua periode itu.

Dia menilai DPRD kebablasan karena KUA-PPAS adalah suatu elemen yang sangat strategis siklus perencanaan pemerintahan dan pembangunan. Dimana menjadi ajuan pokok bagi perumusan kebijakan operasional yang sering disebut sebagai APBD. Karena sangat  strategis,  maka proses pendalamannya harus dilakukan dengan sangat baik, kalau proses pendalaman itu dilakukan dengan baik, maka bisa ditemukan basis argumen mengapa kemudian RAPBD diterima, ditolak atau direvisi.

Sebagai seorang partisipan PDIP, lanjut Temmar, PDIP sekarang mengalami kerapuhan konsolidasi ideologis dan konsolidasi struktural itu benar-benar buruk di PDIP hari ini. “Pragmatisme di PDIP membuat saya ketakutan juga. DPD PDIP ini harus dievaluasi,” ujarnya.

Ia juga menyentil sikap Ketua DPD PDIP yang akan melaporkan Edwin ke BK adalah sebuah langkah yang salah, karena itu mekanisme internal DPRD, karena yang bisa melapor itu anggota DPRD dan jika terjadi seperti itu maka itu kebablasan.

Temmar berharap Pilgub 2024 rakyat harus memilih yang benar. “Jangan orang berduit yang dipilih. Orang cerdas kalau dipilih dia lebih berguna bagi banyak orang,” sentilnya dia meminta rakyat Maluku jangan salah memilih.

Hancurkan PDIP

Senior PDIP lainnya, Jusuf Leate­mia mengungkapkan, sebagai kader melihat kepemimpinan Murad Ismail sebagai Ketua DPD PDIP sangat memalukan, karena kehadiran Murad di justru menghancurkan PDIP di Maluku, karena tidak pernah membesarkan PDIP. (S-19)