AMBON, Siwalimanews – Setelah belasan Mahasiswa Maluku Bersatu melakukan aksi demo di Gedung Merah Putih KPK, menuntut lembaga anti rasuah itu memeriksa dan menangkap Murad Ismail, kembali dukungan yang sama digelontarkan sejumlah kalangan.

Akademisi Hukum Unidar, Rauf Pellu memberikan apresiasi atas aksi demontrasi GMMB di gedung KPK terkait penggunaan dana SMI Kata dia, tuntutan yang disampaikan mahasiswa merupakan bentuk keberpihakan terhadap kondisi Maluku saat ini yang belum sejahtera dari berbagai aspek termasuk infrastruktur.

Ratusan miliar rupiah yang dipinjam Pemprov Maluku dari PT Sarana Multi Infrastruktur dengan tujuan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19, lanjut Pellu, ternyata tidak berdampak apapun namun sebaliknya meninggalkan berbagai persoalan proyek yang bermasalah

“Wajar kalau mahasiswa lakukan demontrasi di Jakarta guna meminta KPK panggil dan periksa Gubernur Maluku Murad Ismail, dan aspirasi ini harus didengar oleh KPK sebagai bentuk keberpihakan dalam pemberantasan korupsi,” ujar Pellu saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (11/4).

Menurutnya, KPK tidak boleh tinggal diam dengan semua tuntutan yang disampaikan mahasiswa, sebaliknya harus segera melakukan pengusutan sebab fakta membuktikan bahwa hampir semua proyek yang dikerjakan dengan dana SMI amburadul.

Baca Juga: Polda Usut Tender Proyek Bermasalah 17,2 M di Buru

KPK kata Pellu, tidak boleh membiarkan tindakan-tindakan yang berujung pada penyalahgunaan keuangan daerah. Artinya, anggaran sebesar 683 miliar yang dipinjam dari PT Sarana Multi Infrastruktur mestinya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Anggaran pinjaman SMI yang besar itu seharusnya sudah dapat meningkatkan pembangunan di Maluku yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan pasca pandemi, tapi ini kan tidak berarti ada sesuatu,” jelasnya.

Pellu menegaskan, walaupun Gubernur Maluku mantan seorang petinggi Polri dan berkawan baik dengan Ketua KPK Firli Bahuri yang juga seorang petinggi Polri, tetapi dalam penegakan hukum tidak boleh mengedepankan pertemanan.

Lebih jauh kata dia, penegakan hukum yang dilakukan KPK harus dilepaskan dari semua bentuk kedekatan yang akan menghambat proses penegakan hukum termasuk dalam penggunaan dana SMI.

“Semua orang didepan hukum itu sama jadi tidak boleh pandang bulu. Kalau mau bersih-bersih maka KPK harus berani periksa gubernur sebagai penanggung jawab dana SMI,” tegasnya.

Harus Segera Periksa

Terpisah, Praktisi hukum Fileo Pisthos Noija mengaku setuju aparat penegakan hukum segera memanggil dan memeriksa Gubernur Maluku Murad Ismail, dalam dugaan tindak pidana kasus SMI senilai 700 miliar yang rencananya dipergunakan untuk pemulihan ekonomi dan pembangu­nan masyarakat, namun hal itu tidak sesuai dengan maksud peminjaman uang tersebut.

“Sebagai praktisi hukum yang mengerti tentang hukum dan mengerti bagaimana penegakan hukum bukan penegakan kekuasaan, saya sangat setuju apabila Gubernur Maluku Murad Ismail dipanggil dan diperiksa sebagai saksi dalam penyelidikan kasus SMI tersebut,” katanya

Menurutnya, anggaran SMI 700 miliar yang bernilai fantastis ini merupakan kebijakan langsung gubernur, sehingga dirinya bertang­gung jawab terhadap anggaran bernilai jumbo itu.

“Sebenarnya saya diberikan kuasa oleh alm Ever Kermite untuk memperjuangkan harga dirinya terkait persoalan SMI ini, namun belum tanda tangan kuasa tersebut beliau sudah meninggal. Jadi bagi saya pribadi sangat mendukung bahkan secepat­nya Gubernur Murad diperiksaan sebagai saksi dalam perkara ini sehingga kasus tersebut terang bend­erang,” tuturnya saat diwawancarai Siwalima di Ambon, Selasa (11/4).

Ditegaskan, siapapun dia yang merupakan orang Indonesia harus tunduk kepada hukum. Tidak ada satupun pribadi orang yang kebal terhadap hukum. Jika gubernur dipanggil, lanjutnya, tidak memenuhi panggilan itu dan terdapat tindakan menghalangi penyeldikan, maka KPK dengan kewenangan yang ada bisa bertindak secara hukum menangkap dan menahan gubernur.

“Sebab dalam UU No 8 tahun 1981 jelas disana bahwa ketika di panggil pertama tidak datang, kedua tidak datang,maka harus di jemput paksa, kalau tidak juga maka harus dilakukan penangkapan. Ini kita bukan bicara sampai tahapan tersangka ya, tapi terkait yang bersangkutan tidak kooperatif dan di anggap menghalangi penyidikan,” Ujar Noija

PMII Juga Dukung

Terpisah, Ketua PMMI Kota Ambon, Narwan Titahelu juga men­dukung langkah GBMM meminta KPK memeriksa Gubernur Maluku, Murad Ismail.

Dikatakan, awal mula dari pemin­jaman dana SMI itu untuk pemulihan ekonomi pasca Covid 19, namun dilain sisi peminjaman itu dilakukan sendiri oleh pihak eksekutif dengan hanya berkoordinasi dengan beberapa pimpinan DPRD provinsi.

Artinya tidak ada koordinasi atau penetapan secara resmi secara kelembagaan antara DPRD Provinsi Maluku selaku lembaga legislatif dan Pemprov Maluku selaku eksekutif, untuk membicarakan soal peminjaman dana tersebut.

Karena itu, lanjut dia, penggunaan dana tersebut tidak terkontrol dengan baik oleh pihak legislatif, sehingga pengelolaan itu dilakukan sendiri oleh pihak eksekutif dan tidak ada pengawasan maupun kontrol dari legislatif secara kelembagaan, dadahal hal itu menjadi tugas pokok.

Selain itu, lanjut dia, penggunaan dana SMI itu semestinya berdampak bagi kesejahteraan masyarakat Maluku secara keseluruhan sesuai dengan peruntukannya bahwa, peminjaman dana itu adalah untuk pemulihan ekonomi masyarakat namun faktanya tidak ada dampak baik bagi masyarakat Maluku. Justru pembangunan yang menggunakan dana SMI itu dipergunakan untuk proyek-proyek yang sebenarnya tidak tepat sasaran yang tidak berdampak langsung untuk kesejahteraan masyarakat.

Termasuk untuk pembangunan trotoar yang ada di Kota Ambon yang bermasalah karena licin dan seba­gainya, tapi yang terpenting itu tidak sinkron dengan persoalan ekonomi masyarakat saat ini padahal dengan anggaran pinjaman sebesar itu seharusnya, dikelola sebaik mungkin untuk menekan dampak buruk ekonomi pasca Covid-19, dan juga mungkin bisa membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Sehingga pada umumnya masyarakat Maluku ini bisa keluar dari dampak buruk pasca Covid 19.

“Saya kira saya sepakat harus diperiksa karena memang pinjaman dana sebesar itu namun tidak ada dampaknya bagi masyarakat Maluku, sehingga perlu ditelusuri juga penggunaan dana sebesar itu untuk apa. Dengan itu yang bisa menelusuri ini hanyalah KPK karena KPK yang punya kekuatan saat ini karena DPRD provinsi juga sudah dibuat lemah,” ujarnya.

Usut Tuntas

Sementara Aser, salah satu tukang ojek di Kota Ambon juga meminta KPK periksa Gubernur Maluku. hal ini karena dana tersebut tidak dipergu­nakan sesai peruntukannya untuk kemakmuran masyarakat.

“Beta setuju karena katong lihat saja ada perubahan apa. Padahal anggaran itu sangat besar mestinya ada perubahan par katong masyarakat kecil ini,” ujar dia mewakili beberapa teman-teman ojeknya.

Hal yang sama juga diungkapkan beberapa tukang becak. Mereka awam dan kadang lebih terfokus mengayuh becak untuk menghidupi kebutuhan rumah tangga, namun mendengar anggaran yang sangat besar itu warga jelata ini juga kaget, dan mendukung KPK memeriksa gubernur.

“Pemeriksaan ini juga kan supaya bisa tahu anggaran besar itu dipakai untuk apa saja, katong ini masyarakat kecil katong seng tahu urusan para pejabat, jadi katong harapkan ya bisa ada perbaikanlan,” ujar beberapa tukang becak di Ambon ini yang meminta untuk namanya tak dikorankan.

Minta Tangkap Murad

Diberitakan sebelumnya, Gerakan Mahasiswa Maluku Bersatu meminta Komisi Pemberantasan Korupsi segera menangkap Gubernur Maluku Murad Ismail. Seruan itu disampaikan massa GMMB dalam aksinya di Gedung Merah Putih KPK, Senin (10/04) siang. Permintaan agar KPK segera memeriksa dan menangkap Gubernur Maluku itu, terkait kasus penya­lahgunaan pinjaman Rp700 miliar oleh Pemerintah Provinsi Maluku yang dikomandoi Murad.

Konon mereka menilai, pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu membebani APBD, tetapi tidak diperuntukkan untuk pemba­ngunan daerah Maluku.

Ikbal Mahu, koordinator lapangan GMMB mengungkapkan, pinjaman Rp700 miliar itu diduga digunakan oleh lMurad Ismail untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dalam orasinya Ikbal Mahu mendesak KPK agar segera memanggil dan memeriksa Murad Ismail untuk mempertang­gungjawabkan penggunaan pinjaman Rp700 miliar tersebut.

“Kami mendesak Ketua KPK Firli Bahuri agar segera memanggil dan memeriksa saudara Murad Ismail selaku Gubernur Maluku terkait penyalahgunaan anggaran Rp700 milyar itu,” teriak Mahu. Anggaran jumbo itu ujar Mahu, tak dimanfaatkan untuk pemulihan ekonomi nasional saat Covid-19 melanda, tapi digunakan untuk hal-hal yang tidak penting. Mereka mencontohkan pengerjaan trotoar di Kota Ambon bernilai puluhan miliar, padahal trotoar yang lama masih sangat layak.

“Anggaran Rp700miliar sejauh kajian dan pantauan kami tidak dimanfaatkan untuk pembangunan lMaluku melainkan dana itu kemudian hilang tak berbekas,” lanjut Mahu.

Menurutnya, GMMB akan terus mengawal kasus dugaan korupsi dan akan terus melakukan aksi bila Murad tidak dipanggil dan diproses.

“Ini gerakan perdana kami, kami akan terus mengawal kasus korupsi ini dan akan terus melakukan aksi bila Murad masih tetap berkeliaran dan menghirup udara segar, kami berharap Filri Bahuri tidak melakukan pembiaran terhadap kasus ini, karena akan berdampak buruk bagi daerah Maluku, tandas Mahu. Hasan Mony, orator lain mengatakan, dana Rp700 miliar itu diduga masuk ke kantong-kantong pribadi Murad maupun kelompoknya.

“Provinsi Maluku secara nasional merupakan daerah termiskin ke 4. Semestinya Murad Ismail meman­faatkan dana pinjaman itu untuk pembangunan daerah Maluku atau pemberdayaan masyarakat Maluku yang masih banyak tergolong masyarakat tidak mampu alias miskin,” serunya.

Sementara itu, Kepala Pemberitaan KPK, Ali Fikri juga dikonfirmasi Siwalima melalui pesan whatsapp terkait dengan aksi demo tersebut, namun hingga berita ini naik cetak tidak direspon. Desak Periksa

Sementara itu, Jalil Loilatu yang dihubungi Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (10/4) malam mengungkapkan, aksi demo yang dilakukan pihaknya di Gedung KPK itu untuk mendesak Ketua KPK Firli Bahuri memanggil dan memeriksa Gubernur Maluku, Murad Ismail.

Pasalnya, Gubernur dinilai yang paling bertanggungjawab atas pinjaman dana SMI yang diduga tidak dilakukan untuk pemulihan pemba­ngunan ekonomi di Maluku tetapi justru masuk dikantong-kantong oknum-oknum pejabat tertentu di Maluku. Menurutnya, diduga dana SMI berbau korupsi dan gratifikasi sehingga perlu diusut oleh KPK.

“Kami sebagai Gerakan Mahasiswa Maluku Bersatu melakukan aksi demonstrasi di gedung KPK, ini merupakan aksi pertama tetapi kami akan melakukan aksi selanjutnya sebagai bentuk keseriusan kami mengawal kasus ini di KPK,” ujarnya.

Dia meminta, lembaga anti rasuah tersebut untuk segera memeriksa Gubernur Maluku, Murad Ismail karena dinilai paling bertang­gungjawab atas pinjaman dana bernilai Rp700 miliar itu.

Jika dalam penyelidikan dan penyidikan, lanjut Loilatu, ditemukan bukti-bukti yang kuat maka KPK dengan segela kewenangan yang diberikan oleh undang-undang menetapkan tersangka dan menahan.

“Dan jika didalam penyelidikan KPK dan kemudian ditetapkan tersangka maka ditahan. Karena itu aksi kami ini pertama, kami akan lakukan aksi lagi pada Rabu besok ini sebagai bentuk keseriusan kami,” tegasnya.

Dilaporkan ke KPK

Seperti diberitakan sebelumnya, dua senior PDIP Maluku, Evert H Kermite dan Jusuf S Leatemia melaporan dugaan penyalahgunaan dana pinjaman Rp700 miliar dari PT Sarana Multi Infrastruktur oleh Gubernur Maluku ke Komisi Pembe­rantasan Korupsi. Kermite kepada Siwalima, Sabtu (12/3) mengung­kapkan, laporan ke KPK telah dilayangkan sejak pekan lalu kepada pimpinan lembaga anti rasuah tersebut.

Menurut mantan anggota DPRD Maluku ini, dugaan penyalahgunaan dana pinjaman SMI tersebut yaitu Pertama, pada 27 November 2020 Gubernur Maluku, Murad Ismail bersama Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur telah menan­datangani Perjanjian Pinjaman 700 miliar dari PT SMI.

Dua, pinjaman dana tersebut adalah untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN) di daerah Maluku dengan berpatokan kepada PP No 23 Tahun 2020 untuk menjalankan program pemilihan ekonomi nasional sebagai upaya sebagai upaya untuk mela­kukan penyelamatan ekonomi nasional.

Ketiga, sebelum pendanaan dana tersebut, tanggal 27 November 20220, gubernur telah menyampaikan surat pemberitahuan peminjaman uang kepada DPRD Maluku tanggal 26 November 2020. Karena kondisi khusus yang dialami semua daerah yakni, Covid-19, maka sesuai ketentuan pinjaman uang tersebut tidak lagi mendapat persetujuan dari DPRD sesuai dengan PP No. 54 tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah Pasal 12.d, namun hanya disampaikan surat pemberitahuan pinjaman.

Empat, APBD Perubahan tahun 2020 telah ditetapkan oleh DPRD Maluku tanggal 6 Oktober 2020, karena itu DPRD kaget tiba-tiba muncul pinjaman, apalagi proyek-proyek yang dibiayai oleh pinjaman dana PT SMI telah ditenderkan lewat layanan pengadaan secara elektronik (LPSE).

Lima, dalam buku laporan kete­rangan pertanggung jawaban (LKPJ) Gubernur Maluku Tahun 2020 Bab II-8 tabel.2.6 tertulis, penerimaan pinjaman daerah dengan perincian, anggaran Rp700.000.000.000, realisasi Rp175.000.000.000, selisih Rp525.­000.000.000.

Enam, dari 700 miliar digunakan oleh gubernur untuk membangun 136 proyek yang terdiri dari proyek pembangunan jalan baru di Kabu­paten Seram Bagian Barat, proyek pembuatan trotoar yang baru di Kabupaten SBB.

Proyek pembuatan trotoar yang berlokasi di Kota Ambon begitupun juga proyek drainase, proyek air bersih di Pulau Haruku, proyek pembuatan talud di Pulau Buru dan Kabupaten SBB, proyek jalan baru di Wakal. Diduga proyek-proyek tersebut masih sebagian besar masih bermasalah, karena ada yang belum dikerjakan bahkan ada yang sudah mengalami kerusakan.

Tujuh, DPRD Maluku yang punya hak anggaran seolah-olah mem­berikan kesempatan kepada pihak pemda untuk mengatur, menetapkan proyek-proyek yang tidak ada hubungannya dengan pemulihan ekonomi nasional (PEN), ketika APBD tahun 2021 ditetapkan, semua proyek yang dibiayai dengan dana SMI sudah ditenderkan dan dikerjakan.

Bahwa pemanfaatan dana pinjaman tersebut harus dibicarakan dan diputuskan secara bersama-sama dan dana pinjaman tersebut harus dimasukan dalam APBD.

Para pelapor ini menduga, telah terjadi penyimpangan terhadap prosedur dan mekanisme pelelangan proyek. Kermite juga menduga, gubernur telah melanggar PP nomor 23 Tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional di Maluku. Karena itu, pihaknya meminta Kejati Maluku dapat menye­lidiki besar pinjaman dana PT SMI, apakah benar Rp700 miliar. Pasalnya, dana pinjaman itu seharusnya dimanfaatkan untuk pemulihan ekonomi nasional didaerah, namun digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang tidak ada kaitannya dengan PEN di daerah Maluku. Kermite harapkan, laporannya ini bisa ditindaklanjuti, karena menurutnya, Pemerintah Indonesia dengan tegas telah menyatakan komitmen terhadap pemberantasan korupsi, dan pemer­intah tidak akan pernah memberikan tolerasi sekalipun kepada pelaku tindak pidana korupsi.(S-20/S-26/S-25)