AMBON, Siwalimanews – Kebijakan mencairkan seluruh anggaran kepada penyedia jasa dinilai telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

Proyek milik Balai Prasarana Pemu­kiman Wilayah Maluku di Kabupaten Seram Bagian Barat, menghabiskan anggaran Rp24,5 miliar dikerjakan oleh kontraktor PT Wira Karya Konstruksi dan menjerat pihak-pihak yang diduga terlibat dalam proyek ini baik itu Pejabat Pembuat Komitmen, maupun konsultan pengawas PT Mahakarya Abadi Konsultan.

Akademisi Hukum Unpatti, Reimon Supusepa menjelaskan, pelanggaran administrasi yang selama ini diklaim oleh PPK, Iwan merupakan pelang­garan yang berhubungan dengan norma hukum.

Menurutnya, jika proyek dimaksud belum selesai tetapi pencairan telah dilakukan seratus persen, maka indikasi korupsi telah nyata dengan adanya per­buatan melawan hukum yang me­langgar proses pengadaan barang dan jasa.

“Kalau pendapat balai bahwa ini kesalahan admintrasi tapi ketika tidak ditindaklanjuti dan mendatangkan dampak dimana anggaran sudah cair 100 persen, tetapi pekerjaan belum ada manfaatnya, maka itu diindikasikan sebagai perbuatan tindak pidana korupsi,” beber Supusepa saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (14/6).

Baca Juga: Hakim Vonis Kainama 3 Tahun Penjara

Dikatakan, perbuatan mencairkan anggaran tanpa disertai dengan hasil dilapangan lanjut  Supusepa, telah memenuhi unsur pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-undang No­mor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi, sehingga menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum dalam hal ini kejaksaan untuk mengusut kasus ini.

“Unsur yang paling penting yakni unsur melawan hukum atau melawan undang-undang, bahwa, tidak boleh proses pencairan terhadap suatu proses pengadaan barang dan jasa yang pekerjaannya belum selesai,” tegasnya.

Bahkan, pekerjaan yang sudah selesai seratus persen saja ketika tidak ada manfaat atau tidak bisa digunakan maka dikatakan ada indikasi tindak pidana korupsi.

Selain itu, PPK dengan kewena­ngan yang diberikan oleh aturan pe­ngadaan barang dan jasa telah menyalahi kewenangan tersebut, karena berani mencairkan anggaran dengan alasan apapun.

Lanjutnya, harus ada perhitungan jumlah kerugian keuangan negara sehubungan dengan proyek yang belum selesai ini, artinya pekerjaan yang belum selesai tersebut dihitung sebagai kerugian keuangan negara.

“Harus diaudit dan dihitung maka dihubungkan dengan unsur me­la­wan hukum atau penyalahgunaan jabatan, maka PPK dan pihak pe­nyedia semua merupakan pelaku tindak pidana dengan alasan apa­pun, karena pencairan sebelum pro­yek selesai itu pelanggaran hukum berkaitan dengan pengadaan ba­rang dan jasa,” jelasnya.

Supusepa pun mendorong Kejak­saan Tinggi Maluku untuk dapat me­ngusut kasus tersebut, sebab indi­kasi korupsi telah nyata sehingga harus dilakukan penyelidikan guna mendapatkan bukti yang akurat.

“Seharusnya pihak kejaksaan harus mengambil langkah-langkah untuk kemudian menemukan ini adalah perbuatan pidana berkaitan dengan penyalahgunan keuangan yang menimbulkan kerugian keua­ngan negara itu,” ucapnya.

Indikasi Korupsi

Terpisah, praktisi hukum Alfred Tutupary mengatakan sebuah per­buatan sebagai perbuatan pidana jika ada kerugian yang ditimbulkan para pihak kepada negara artinya negara dirugikan dari pengerjaan proyek tersebut.

“Jika anggaran proyek 100 persen telah dikucurkan namun proyek tidak berjalan sesuai dengan kontrak maka dapat dikatakan ada indikasi perbuatan melawan hukum pada proyek,” kata Tutupary.

Dijelaskan, berdasarkan aturan biasanya pencairan anggaran diikuti dengan laporan  prospek pekerjaan sejauh mana oleh penyedia jasa, barulah pencairan anggaran termin berikutnya dilakukan oleh Balai sebagai pemberi kerja.

Tutupary menegaskan BPKP harus melakukan audit investigasi terhadap pekerjaan proyek tersebut, sehingga rekomendasi disampaikan kepada pihak balai dan harus ditin­daklanjuti, jika dalam jangka waktu tidak ditindaklanjuti maka Kejaksaan semestinya melihat sebagai temuan yang ditindaklanjuti.

“Kenapa proyek sekolah terjadi mangkrak berarti ada perbuatan pidana entah kelalaian makanya, harus ada audit investigasi dari BPKP untuk jadi dasar bagi tindakan penegak hukum selanjutnya.

LIRA Desak Proses

Kejaksaan Tinggi Maluku diminta untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan 13 sekolah di Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2020.

LSM Lumbung Informasi Rakyat Maluku menduga ada kongkalikong antara pihak Balai Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku dengan kontraktor yang menyebabkan se­jumlah proyek pembangunan seko­lah di kabupaten berjulukan Saka Mese Nusa itu mangkrak.

Dugaan kongkalikong itu terlihat dari PT Mahakarya Abadi melakukan pelanggaran dengan tidak mengerja­kan proyek pembangunan sekolah itu sesuai dengan masa kontrak yang ada, bahkan ditambah waktu 90 hari namun juga tidak mampu menger­jakan pembangunan 13 proyek sekolah di Kabupaten SBB masih diberikan kesempatan oleh pihak balai dengan mengerjakan proyek sekolah lain di kabupaten lainnya di Maluku.

Perusahaan tersebut seharusnya diblack list oleh pihak Balai Prasa­rana Pemukiman Wilayah Maluku dan bukannya diberikan keperca­yaan lagi mengerjakan proyek pem­bangunan pendidikan di wilayah lainnya di Maluku.

“Ini sangat disayangkan, karena seharusnya kontraktor diblack list dan tidak boleh dipakai lagi. Disam­ping itu PT Mahakarya Abadi Kon­sultan juga tak boleh lagi diako­modir. Jika pihak Balai Prasarana masih menggunakan konsultan yang sama untuk mengerjakan proyek pendidikan di kabupaten yang lain di Maluku, maka ini diduga ada kongkalikong antara pihak balai dan konsultan,” ungkap Korwil LIRA Maluku, Yan Sariwating kepada Siwalima melalui telepon seluler­nya, Selasa (13/6).

LIRA meminta, Kejati Maluku untuk tidak menjerat pihak Balai Prasarana dan Pemukiman Wilayah Maluku karena dinilai bertanggung­ja­wab, tidak saja kontraktor tetapi Pe­jabat Pembuat Komitmen maupun konsultan pengawasan serta kon­traktor.

“LIRA minta supaya kejaksaan tindak lanjuti kasus ini hingga tuntas, pihak Balai Prasarana juga harus bertanggungjawab karena PPK maupun konsultan dianggap lalai dalam melaksanakan tugas, sehingga harus dipanggil dan dipe­riksa,” tegasnya.

Lagi Berikan Proyek

Belum tuntasnya proyek pemba­ngu­nan 13 sekolah di Kabupaten SBB, kembali PT Mahakarya Abadi Konsultan diberikan lagi menger­jakan dua proyek di Maluku yaitu pertama rehabilitasi dan renovasi prasarana Madrasah Provinsi Maluku.

Proyek yang dibiayai dengan ang­garan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada satuan kerja, Pelaksanaan Prasarana Per­mukiman Provinsi Maluku dengan pagu anggaran  Rp1.277.600.000,- dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp1.277.600.000,-

Perusahaan yang beralamat di Gorontalo melakukan harga pena­waran sebesar Rp893.899.650,- dan harga terkoreksi Rp893.899.650 se­dangkan harga negosiasi Rp893. 899.650

Kedua, perusahaan ini kembali memenangkan tender manajemen konstruksi rehabilitasi dan rencana prasarana seklah Provinsi Maluku dengan pagu anggaran sebesar Rp1. 311.100.000,00 dan HPS Rp1.104. 000.000,- sementara harga penawa­ran Rp868.257.817,50 harga terko­reksi Rp855.270.817,50 dan harga negosiasi Rp855.270.817,50.

Akui Salah Administrasi

Balai Prasarana Pemukiman Wila­yah Maluku mengakui adanya kesa­lahan administrasi dalam pengerjaan proyek rehabilitasi sarana dan prasa­rana pendidikan di Kabupaten SBB.

Pengakuan ini diungkapkan Peja­bat Pembuat Komitmen proyek sarana dan prasarana pendidikan Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku, Iwan kepada Siwalima diruang kerjanya, Selasa (13/6).

PPK mengakui, pasca pekerjaan dilakukan pada beberapa gedung sekolah sejak Agustus 2021 lalu, memang terdapat beberapa faktor yang menghambat proses pekerjaan akibat dari rentang kendali yang cukup jauh dan juga penyediaan jasa yang sering di Makasar.

“Memang kita akui terhambat dua kali, terhambat lebih pada utang piutang karena kontraktor tidak membayar akibatnya para tukang akhirnya mogok, tapi sampai dengan akhir tahun 2021 itu pencairan baru 60 persen dari kontrak 24.5 miliar.

Akibat dari persoalan tersebut, kejaksaan lanjut PPK, dirinya memberikan pendampingan agar kontraktor menuntaskan pekerjaan tersebut. Bahkan pihaknya bersama kejaksaan telah turun untuk me­nyelesaikan persoalan khususnya di Kaibobu.

“Kebetulan ini ada pengawalan dari kejaksaan, kita bersyukur tim kejaksaan itu melakukan pendam­pingan kita baik dan memberikan solusi. Sempat kita ke Kaibobu dan mogok kerja karena persoalan tukang, tapi semua telah selesai saat itu,” bebernya.

Tak hanya itu, setelah pemba­ngunan sekolah di dataran SBB selesai, kontraktor pun melakukan pekerjaan sekolah pada beberapa pulau yang tentunya memiliki ham­batan berkaitan dengan akomodasi barang yang mengakibatkan kon­traktor kehabisan anggaran karena terserap untuk mobilisasi.

“Akibat dari semua anggaran itu terserap untuk mobilisasi bahan maka kontraktor meminta kita untuk membantu, dan kita bantu karena kita ingin selesaikan sekolah apalagi proyek tersebut adalah multi years contrac maka harus selesai pada Desember 2022,” ujarnya.

Lanjutnya, ditengah pekerjaan penanggung jawab proyek yang ditunjuk PT Mahakarya Abadi, Fadli menghilang dan kejaksaan pun telah memanggil Fadli tetapi sudah menghilang.

Bahkan, pimpinan Balai telah memerintahkan agar kontraktor PT Mahakarya Abadi diputus kontrak­nya, namun pihak kejaksaan mem­berikan pertimbangan agar peker­jaan harus tetap dilakukan.

“Dari Jakarta memang sudah minta kita untuk putuskan kontraknya, cuma dari kejaksaan menyampaikan jika putus kontrak mungkin pak Iwan enak lepas secara hukum, tetapi nasib anak-anak sekolah bagaimana, sebab hampir semua gedung belum bisa dipakai,” ucapnya.

Terhadap pertimbangan kejaksaan tersebut, pihaknya langsung me­nyambangi kontraktor yang berada di Makassar guna meminta perta­nggungjawaban untuk menyele­saikan semua gedung sekolah dan disanggupi oleh kontraktor.

Kontraktor PT Wira Karya Konstruksi  pun menunjuk pena­nggung jawab yang baru, namun disisi lain kontraktor pun meminta balai untuk mambantu pencairan anggaran karena anggaran yang dimiliki kontraktor tidak mampu untuk menuntaskan proyek.

Setelah Balai membantu men­cairkan anggaran maka kontraktor pun mengerjakan gedung sekolah baik SD Batu Luang, SD Inpres Buano Utara, SD Negeri 2 Tiang Bendera, SD Inpres Rumah Kai, SD Negeri Rumah Kai, SD 1 Kamariang, SD Negeri 1 Hualoi.

Selanjutnya, SD Negeri Eli tanah Merah, SD Negeri Hua Roa, SD Negeri Kaibobu, SD Negeri Pulau Osi, SMP Negeri Satap Soles, SMP Negeri 8 Seram Barat dan SMP Tian bendera.

Kendati pekerjaan RKB telah se­lesai, namun terdapat beberapa pe­kerjaan kecil yang belum tuntas se­perti pagar sekolah pada SD Negeri Tiang Bendera dan kamar mandi pada SMP Negeri Tiang bendera.

“Kita akui ada kesalahan admini­strasi karena pekerjaan belum se­muanya tuntas seperti dalam kon­trak, sedangkan kita sudah cairkan anggaran seluruh kalau kita tidak cair juga stagnan lagi jadi untuk menyelamatkan pembangunan disana,” tegasnya.

PPK menegaskan, dia akan ber­tanggungjawab untuk menyelesai­kan pembangunan item-item yang belum selesai dalam waktu peme­liharaan yang diberikan saat ini.

Dia memastikan akan kooperatif dalam setiap panggilan yang dilaku­kan oleh Kejaksaan Tinggi Maluku sebab tidak ada niat kejahatan sedikit yang dilakukan.

“Tadi baru dipanggil Kejaksaan, kita sudah berupaya semaksimal mungkin, ini bukan  mark-up ang­garan, memang betul ada kesalahan admintrasi tapi sampai dibilang ke­jahatan tidaklah. Tadi sempat dibi­carakan alternatif pasti ada pengem­balian anggaran apalagi pelakunya Fadli sudah tidak tahu kemana. Artinya kalau ada kerugian negara alternatif mungkin pengembalian oleh kontraktor,” cetusnya.

Minta Proses

Menanggapi hal ini, LIRA tetap meminta kejaksaan untuk mempro­ses hukum PPK, konsultan dan kontraktor, karena tidak wajar anggaran cair 100 persen tetapi pekerjaan di lapangan mangkrak.

Kendati kejaksaan memberikan pendampingan, lanjut LIRA, tetapi tidak boleh mengesampingkan proses hukum karena pihak Balai seharusnya memblack list kontraktor tetapi malah mempercayakan lagi.

“Kalau ada keselahan administrasi itu berarti tidak wajar, karena ang­garan cair 100 persen, anggaran bisa cair 100 persen itu karena konsultan memberikan laporan pekerjaan sudah selesai dan kemudian dise­tujui oleh pihak PPK,” ujarnya

LIRA menegaskan, proyek seko­lah mangkrak tidak bisa dinilai se­bagai sebuah kesalahan admini­strasi tetapi terkesan ada tindakan yang melanggar aturan hukum dan harus dijerat, dimana pihak kejak­saan tidak boleh meloloskan.

Sementara itu, Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba yang dikonfirmasi Siwalima mengaku belum mengetahui pang­gilan PPK. “Besok saja ya baru saya cek, karena hari ini Kejaksaan lagi vicon dengan Kejaksaan Agung,”  ujarnya singkat kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (14/6) kemarin. (S-20)