AMBON, Siwalimanews – Tim penasehat hukum Raja Porto, Kecamatan Sa­parua, Kabupaten Mal­teng, Marthen Abraham Nanlohy, menilai dak­waan jaksa yang menya­takan Nanlohy terlibat korupsi dana desa (DD) dan alo­kasi dana desa (ADD) Porto tahun anggaran 2015-2017 prematur.

Menurut koordinator penasehat hukum Nanlohy, Rony Samloy,  hasil investigasi Aparat Penga­wasan Intern Pemerintah (APIP) tidak ditemukan ada unsur keru­gian negara.

Selain itu, kerugian negara su­dah dikembalikan senilai Rp 383 juta. Sementara, dalam dakwaan menyebutkan kerugian negara hanya Rp 323 juta.

“Pengembalian sudah mele­bihi kerugian dalam dakwaan,” ujar Samloy dalam sidang dengan agenda eksepsi tim penasehat hukum terhadap dakwaan jaksa, Rabu (7/10), di Pengadilan Tipikor Ambon.

Samloy menuturkan, pengem­balian kerugian negara itu sejak tahun lalu, sebelum putusan hakim terhadap Salmon Noya selaku ben­dahara dan Hendrik Latupe­rissa selaku sekretaris Negeri Porto. “Jadi tidak ada lagi unsur kerugian negara. Atas dasar apa dia dijerat?,” tandasnya.

Baca Juga: Korupsi ADD dan DD Haria Dalam Penyelidikan

Dalam eksepsinya, dia juga me­nyebut secara konstitusional yang berhak mengaudit adalah pihak BPKP, bukan ahli Poltek. “Ahli kons­truksi itu punya kewe­nangan meng­hitung volume peker­jaan, bukan kerugian negara,” ujar Samloy.

Dia lalu merincikan pengemba­lian kerugian negara itu. Pertama, sebelum penyelidikan dilakukan dikembalikan uang senilai Rp. 75 juta. Kemudian, uang sebesar Rp. 119 juta dimasukkan dalam Sisa Lebih Pengguna Anggaran (SiLPA).

Lalu, Rp. 70 juta dikembalikan sebelum putusan terhadap Salmon Noya selaku bendahara dan Hen­drik Latuperissa selaku sekretaris Negeri Porto.

Bahkan, dia menyebut telah mengembalikan uang sejumlah Rp. 119 juta kepada Kacabjari Ambon di Saparua saat itu, Leonard Tuankotta secara langsung.

“Mantan Kacabjari yang minta langsung dikembalikan, ada saksi jaksa lain waktu itu,” ujar Samloy.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Ardi membeberkan peran Nan­lohy dalam melakukan per­bua­tan melawan hukum terhadap pengelolaan keuangan Negeri Porto Tahun 2015 hingga 2017 secara tidak benar dan akuntabel.

Jaksa menyebut, modus yang digunakan Nanlohy adalah mani­pulasi volume maupun harga bahan, sehingga antara nilai harga riil yang dialokasikan secara nyata di lapangan tidak sama dalam laporan pertanggung jawaban.

Nanlohy diangkat menjadi raja ta­nggal 30 November 2017 bersa­ma Salmon Noya selaku benda­hara dan Hendrik Latuperissa. Ketiganya telah memperkaya diri sendiri, dengan me­rugikan negara hingga Rp 328 juta.

Jaksa lalu membidik Nanlohy de­ngan pasal tindak pidana ko­rupsi. Nanlohy didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pi­dana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Untuk diketahui, pada tahun 2015, 2016 dan 2017 Pemerintah Negeri Porto mendapat DD dan ADD sebe­sar Rp 2 miliar. Anggaran tersebut diperuntukan bagi pemba­ngunan sejumlah item proyek, diantaranya, pembangunan jalan setapak, pem­bangunan jembatan penghubung dan proyek posyandu. (Cr-1)