MASOHI, Siwalimanews – Pertikaian antara warga Negeri Tamilouw dan Ruhua Sepa, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, akhirnya berakhir dengan kesepakatan damai.

Kedua negeri ini diketahui berseteru, hanya lantaran kasus kekerasan bersama yang terjadi pada 13 Agustus 2020 lalu. Perdamaian kedua negeri ini dijembatani Kapolres Malteng AKBP Rositah Umasugi dan Kajari Malteng, Juli Isnur melalui restorative justice atau penyelesaian kasus hukum yang dilakukan diluar pengadilan.

Dalam proses perdamaian itu, kedua pemimpin penegak hukum di Malteng ini, langsung ke perbatasan kedua negeri bersama kedua belah pihak untuk menyelesaikan kasus tersebut melalui kesepakatan damai.

“Pertikaian kedua negeri ini berawal dari kasus  kekerasan bersama, dan diselesaikan melalui restorastive justice, dimana kedua tersangka dalam kasus ini dibebaskan dengan penyelesaian perkara diluar pengadilan atau perdamaian antara pihak pelaku dan korban serta didukung Pemerintah Negeri Sepa dan Tamilouw,” Jelas Kapolres dalam rilisnya yang diterima redaksi Siwalimanews, Rabu (7/10).

Proses restorative Justice berlangsung di perbatasan Tamilouw-Sepa, Rabu 7 Oktober 2020. Dipilihnya  lokasi tersebut, dikeranakan kawasan itu merupakan tempat kejadian terjadinya kekerasan bersama pada 13 Agustus 2020 lalu.

Baca Juga: Kapolda tak Perlu Tunggu Laporan

Dalam rangkaian proses perdamaian ini, pihak Polres menyerahkan berkas tahap dua yakni penyerahan tersangka kasus tersebut kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Setelah itu kedua bela pihak, baik Pelaku korban dan juga Pemerintah Negeri Sepa dan Tamilouw menandatangani berita acara perdamaian, setelah itu kasus ini  dianggap selesai secara restorative justice.

“Kita ingin mengubah minset masyarakat bahwa masalah ini sudah selesai secara damai dan diselesaikan dengan restorative justice, namun bukan berarti membiarkan kedua belah pihak bertindak kekerasan. Apabila terjadi kekerasan lagi, maka kasus tersebut diteruskan ke pengadilan oleh Jaksa penuntut,” pungkasnya.

Ditempat yang sama Kajari Malteng Juli Isnur menambahkan, penyelesaian masalah kekerasan bersama dengan jalur restorative justice dikarenakan ada itikad baik dari kedua belah pihak.

Penyelesaian melalui jalur ini dilakukan agar tidak menimbulkan efek lain, sebab disaksikan juga oleh masyarakat dari kedua bela pihak.

Restorative justice ini kita lakukan karena ada langkah awal ingin damai dari para pihak. Kalau di kemudian hari mereka lakukan tindakan yang sama lagi, kita tetap proses. Saat ini kan para pelaku ini kita bina, kalau sedang dalam binaan melakukan ulah kekerasan lagi, maka kami tetap proses hingga ke pengadilan,” tegasnya. (S-45)