AMBON, Siwalimanews – Dugaan ketidakberesan da­lam penggunaan anggaran pada pos Sekretariat Daerah Maluku harus diusut tuntas.

Demikian dikatakan akademisi Hukum Unpatti, Remon Supusepa, menanggapi temuan Fraksi PDI Perjuangan DPRD Maluku, setelah menelaah Laporan Pertanggung­jawaban Gubernur Maluku, tahun anggaran 2022.

Menurut Supusepa, dalam pene­gakan hukum maka setiap laporan harus ditindaklanjuti oleh aparat pe­negak hukum baik ditahap penyelidi­kan maupun penyidik.

Termasuk jika rekomendasi disam­paikan oleh Fraksi PDIP, hanya saja harus dilihat apakah dugaan tersebut masuk dalam peristiwa pidana atau tidak.

Kata dia, hal ini berkaitan dengan adanya unsur kerugian keuangan negara atau, ada penyalahgunaan ke­wenangan yang menyebabkan adanya alokasi anggaran yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Baca Juga: Kadis PUPR SBB Dipolisikan

“Rekomendasi dari Fraksi PDIP memang harus ditindaklanjuti cuma fraksi di DPRD bukan lembaga yudisial maka untuk menemukan kerugian keuangan negara harus meminta pihak berkompeten,” ujar Supusepa saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (8/8).

Menurutnya, rekomendasi yang dikeluarkan Fraksi PDIP akan berbeda dengan rekomendasi yang dikeluar­kan oleh Inspektorat atau BPKP. Sebab kedua lembaga ini yang memiliki kewenangan untuk menen­tukan adanya kerugian keuangan negara atau adanya penyimpangan terhadap keuangan negara.

“Seharusnya berdasarkan temuan dari Inspektorat atau BPKP tetapi kalau dari fraksi bisa ditindaklanjuti penegak hukum, tetapi muatannya lebih banyak politik dari proses hukum,” bebernya.

Kendati begitu, Supusepa menegaskan, jika rekomendasi tersebut menjadi laporan maka fraksi PDIP harus menunjukkan agar lebih jelas berkaitan dengan kerugian sehingga dapat dihitung pada tahap audit oleh BPKP.

Supusepa pun mengingatkan seluruh pihak agar berhati-hati dalam memberikan pernyataan, karena jika fraksi menemukan dugaan tindak pidana korupsi berarti fraksi telah bekerja sebagai aparat penegak hukum padahal bukan lembaga yudisial.

“Terlepas dari semuanya kalau memang Fraksi PDIP mencium adanya ketidakberesan dalam pengelolaan APBD maka kiranya ini disampaikan dengan bukti yang lengkap, supaya penegak hukum dapat melakukan proses pemerik­saan terhadap bukti dan laporan dan ditingkatkan tahap penyidikan,” pintanya.

Perlu Usut

Terpisah, praktisi hukum Djidon Batmomolin mengatakan, bila ada rekomendasi dari fraksi maupun DPRD secara kelembagaan, maka harus ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum baik jaksa maupun kepolisian.

Dijelaskan, DPRD merupakan lembaga yang diberikan kewena­ngan untuk melakukan pengawas terhadap pengelolaan keuangan daerah, jika ditemukan ketidakse­suaian anggaran maka harus ditindaklanjuti oleh penegak hukum.

“Jadi kalau ada rekomendasi harus ditindaklanjuti oleh penegakan hukum dan tidak boleh didiamkan begitu,” tegas Batmomolin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (8/8)

Dukung Usut

Sementara itu, praktisi hukum Ronny Samloy memberikan apre­siasi atas langkah berani dari Fraksi PDIP yang secara langsung turut menyentil penggunaan anggaran di Sekda Maluku, apalagi jika anggaran tersebut tidak dapat dikonfirmasi penggunaannya oleh OPD.

Kepada Siwalima melalui telepon seluler, Selasa (8/8) Samloy meng­ungkapkan, rekomendasi fraksi PDIP harus ditindaklanjuti oleh penegak hukum baik jaksa maupun kepolisian, hal ini justru menjadi pintu masuk untuk mengetahui penggunaan anggaran di Sekda Maluku itu, apakah sesuai ataukah tidak.

Di sisi yang lain, lanjut dia, sikap tegas dari fraksi PDIP tersebut adalah bagian dari pengawasan sebagai wakil rakyat untuk meng­ungkapkan penggunaan anggaran, dimana kewenangan aparat penegak hukum untuk membuktikannya apakah sesuai atau tidak.

Samloy memberikan apresiasi bagi fraksi PDIP dan berharap lembaga aparat penegak hukum dalam hasil ini jaksa maupun polisi segera menindaklanjutinya.

Sementara itu Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Sadli Ie yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon dan pesan whatsapp tidak menjawab.

PDIP Rekomendasi

Diberitakan sebelumnya, banyak anggaran dengan nilai jumbo dalam LPJ Gubernur tahun anggaran 2022, tidak dapat dikonfirmasi penggu­naanya.

Tak tanggung-tanggung partai besutan Megawati Soekarnoputri itu melalui fraksi di DPRD, langsung mengeluarkan rekomendasi bagi aparat penegak hukum, baik kejaksaan, kepolisian maupun Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk mengusut penggunaan anggaran pada Sekretariat Daerah Provinsi Maluku.

Fraksi PDIP mencium terdapat begitu banyak anggaran dengan nominal yang cukup fantastis dalam Laporan Pertanggungjawaban Gubernur tahun anggaran 2022, namun tidak dapat dikonfirmasi penggunaanya.

Rekomendasi pengusutan ter­sebut diungkapkan Fraksi PDIP dalam kata akhir fraksi terhadap LPJ Gubernur yang dibacakan, Ketua Fraksi Jafet Pattiselano, pekan kemarin.

“Berkaitan dengan salah kelola dalam pelaksanaan APBD Tahun 2022 yang diduga berpotensi terjadi kerugian daerah atau uang negara, maka fraksi PDI Perjuangan mere­komendasikan dan mendesak kepada aparat penegak hukum yaitu Kejaksaan Tinggi Maluku atau Polda Maluku atau Komisi Pembe­rantasan Korupsi untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan,” tegas Pattiselano.

PDIP mencontohkan, penggu­naan anggaran pada sekretariat daerah untuk fasilitasi kunjungan tamu sebesar Rp9.874.008.562 yang tidak terkonfirmasi berapa besar dipakai untuk sekali kunjungan Presiden, Menteri, Dirjen dan sebagainya.

Tak hanya itu, belanja rapat koordinasi dan konsultasi SKPD sebesar Rp5.555.260.459 juga tidak terkonfirmasi output dan outcomen­nya atau rapat koordinasi berapa kali dilakukan dalam setahun.

“Penyediaan jasa penunjang urusan pemerintahan sebesar Rp13.027.792 292 juga tidak terkon­firmasi dipakai untuk belanja apa-apa saja,” beber Pattiselano.

Namun, setelah ditelusuri, ternya­ta anggaran penyediaan jasa pe­nunjang tersebut dengan rincian kegiatan penyediaan jasa komu­nikasi khususnya sumber daya air dan listrik sebesar Rp3.364.042.200.

Sementara pada kode rekening yang berbeda juga terdapat kegiatan yang diperuntukan untuk penye­diaan komponen instalasi listrik/penerangan/bangunan kantor sebesar Rp223.520,000.

Selanjutnya, penyediaan jasa peralatan dan perlengkapan kantor sebesar Rp 3.348.852.200 yang belum dapat dikonfirmasi, apakah anggaran tersebut berbentuk barang habis pakai.

“Terdapat juga penyediaan jasa pelayanan umum kantor yang me­nelan anggaran yang sangat besar yaitu Rp7.489.031.243,” ujarnya.

Pattiselanno menyebutkan, terdapat anggaran untuk pemeliha­raan barang milik daerah penunjang urusan pemerintahan daerah me­nelan anggaran sebesar Rp11.525.­520.070.

Dari anggaran tersebut ada diperuntukan untuk biaya peme­liharaan/rehabilitasi sarana dan bangunan lainnya sebesar Rp4.092.260.613, sedangkan rumah jabatan Sekda merupakan bangunan yang baru dibangun sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu dan jarang ditempati pada tahun 2022.

Selain itu terdapat kegiatan pemeliharaan atau rehabilitasi sarana dan prasarana pendukung gedung kantor atau bangunan lainnya sebesar Rp2.131.578.0787, tetapi tidak terkonfirmasi dimana lokasi­nya, dan apakah terkait dengan kerja-kerja sekretariat daerah.

Terdapat juga satu kegiatan yang sama di lingkup sekretariat daerah tentang pengadaan pakaian dinas, dimana nilainya berbeda-beda yaitu untuk kode rekening 01.1.05.02 sebesar Rp 1.207.126.670, sedang­kan pengadaan dengan kode rekening 01.1.11.03 sebesar Rp 1.162.185.516 yang tidak dapat dikonfirmasi perbedaan baik aspek kualitas atau jumlahnya.

Bahkan, pada kode rekening 01.1.12 tentang fasilitas kerumah­tanggaan sekertaris daerah, ke­giatan dan sub kegiatan hanya digunakan oleh sekretariat daerah.

Tetapi dalam rinciannya terdapat kegiatan penyediaan kebutuhan rumah tangga kepala daerah sebesar Rp1.597.390.9437.

“Selain itu sebenarnya berapa besar kebutuhan dan beban rumah tangga sekertaris daerah dalam satu tahun, sehingga menghabiskan anggaran sebesar Rp 3.806.038.652, padahal disisi lain ada anggaran yang terpisah disediakan untuk fasilitasi tamu,” jelasnya.

Pattiselano menegaskan, semua keraguan yang terjadi akibat dari tidak adanya OPD yang menghadiri pembahasan LPJ baik dengan komisi, maupun badan anggaran sehingga fraksi PDIP tidak meng­konfirmasi langsung penggunaan anggaran tersebut. (S-20)