BWS Caplok Lahan Adat 422 Ha Tanpa Ganti Rugi
NAMLEA, Siwalimanews – Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku mencaplok lahan masyarakat adat seluas 422 Ha untuk proyek Bendungan Waeapo tanpa ada ganti rugi. Anggota DPRD Kabupaten Buru, Robby Nurlatu menyayangkan hutan adat milik masyarakat seluas 422 Ha diambil begitu saja oleh negara lewat Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku untuk proyek Bendungan Waeapo tanpa ada ganti rugi ke pemilik lahan.
Kepada wartawan di Namlea Jumat (18/6), Roby Nurlatu mengungkapkan, kalau negara melalui BWS Maluku hanya menyediakan uang Rp.3,56 milyar untuk memberikan santunan kepada 39 masyarakat adat.
Uang milyaran yang dimaksud tadi untuk empat komponen pembiayaan, yakni biaya relokasi ketel pengolahan minyak kayu putih Rp.10,8 juta. Biaya relokasi makam Rp.147 juta, biaya potensi kehilangan pendapatan sesudah pengolahan minyak kayu putih Rp. 2,878 milyar dan biaya penggantian tanaman non kayu putih Rp.1,474 milyar lebih.
Politisi Nasdem yang berasal dari kalangan anak adat Waeapo ini menambahkan, Bendungan Waeapo dalam perencanaan awal titik tidak berada di kokasi yang sekarang. Namun kemudian bergeser ke hutan adat milik marga Wael, Latbual dan Nurlatu.
Ditambahkan, hutan milik tiga marga ini, tanpa sepengetehuan mereka telah dimasukan ke dalam kawasan hutan lindung seluas 422 Ha dari rencana 580 Ha yang nanti dipakai untuk proyek Bendungan Waeapo.
Baca Juga: TPID Mantapkan Stok Pangan Hadapi CovidProyek bendungan ini menelan investasi Rp 2,223 triliun. Terdiri dari pembangunan fisik meliputi paket 1 dengan kontraktor PT Pembangunan Perumahan PT Adhi Karya (KSO) senilai Rp 1,069 triliun. Paket 2 dengan kontraktor PT Hutama Karya dan PT Jasa Konstrusksi (KSO) senilai Rp 1,013 triliun dan kontrak paket supervisi senilai Rp 74 miliar dengan konsultan PT Indra Karya.
Saat pertemuan dengan Bupati Buru bersama forkopimda, tokoh adat, tokoh masyarakat, toko adat dan pemilik lahan di Resort Jikumerasa tanggal 17 Juli lalu, dari dokumen perjalanan yang diteken Gustu Propinsi Maluku untuk perjalanan dinas monitoring proyek oleh BWS, juga tidak terdapat konsultan dari PT Indra Karya, melainkan pegawai dari Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku, Sofyan Jali yang didaftar dokumen tercatat sebagai konsultan.
Menanggapi lebih jauh permasalahan ganti rugi ini, wakil rakyat di DPDD Buru itu menegaskan, pada prinsipnya masyarakat adat dan dirinya selaku anak adat, semua sangat mendukung program pemerintah.”Yang penting jangan merugikan rakyat,”pinta Robi.
Sementara itu, Kepala BWS Maluku Haryono Utomo yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya tidak berhasil lantaran telepon genggam tidak aktif. (S-31)
Tinggalkan Balasan