AMBON, Siwalimanews – Ditreskrimsus Polda Ma­luku ditantang mengusut proyek pembangunan sara­na dan prasarana air bersih di Negeri Pelauw dan Kai­lolo, Kecamatan Pulau Ha­ruku, Kabupaten Maluku Te­ngah yang dibiarkan ter­beng­kalai.

Proyek Dinas PUPR yang bersumber dari pinjaman PT Sarana Multi Infrastruktur dengan nilai kontrak Rp13 miliar ini mestinya dituntas­kan pengerjaan pada tahun 2021 lalu, namun hingga kini tidak kunjung selesai, dan tidak dapat dirasakan oleh masyarakat dua negeri tersebut.

Pembagunan sarana dan prasarana air bersih seperti bak penampungan air dan sumur memang telah selesai dikerjakan oleh kontraktor yang berasal dari Jawa Timur tersebut, namun pekerjaan ini terbengkalai, lantaran jaringan air belum terpasang dan dialirkan ke rumah-rumah masyarakat.

Selain itu, pada sumur bor yang berada didekat Kantor Camat Pulau Haruku juga terkesan tidak dikelola dengan baik, sebab terlihat sampai dengan saat ini proses pemasangan jaringan pipanisasi belum dilakukan, dan bahkan air terbuang begitu saja.

Untuk salah satu sumur bor yang berada di Dusun Naama, Negeri Pelauw sampai saat ini belum tuntas, walaupun beberapa bulan lalu telah selesai dilakukan pengeboran tetapi air yang didapatkan tidak sesuai, dan dibor kembali namun tak kunjung tuntas.

Baca Juga: KPK Gali Informasi dari Saksi untuk Dalami Peran Tagop

Selain itu, peralatan jaringan pipanisasi juga tidak terurus dan dibiarkan terlantar ditepi jalan raya maupun lubang jaringan dan tidak tertanam baik kerumah warga maupun pada bak penampung yang telah selesai dibangun.

Menanggapi hal ini, akademisi hukum Unpatti George Leasa berpendapat, dari sisi hukum proses pembangunan air bersih yang belum selesai dikerjakan dan dibiarkan terbengkalai menjadi bukti kuat bagi aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian untuk mengusut.

Selain itu, lanjut mantan Dekan Fakultas Hukum Unpatti ini, proyek air bersih pulau Haruku yang dibiarkan terbengkalai dan tidak bisa dinikmati masyarakat mengindikasi terjadinya penyalahgunaan anggaran dana SMI yang digunakan untuk pembangunan proyek air bersih tersebut namun pekerjaannya dilapangan tidak tuntas.

Karena itu, lanjut Leasa, negara mengalami kerugian yang membuka ruang aparat penegak hukum usut.

“Tentu saja telah terjadi kerugian negara itu, karena ini menyangkut dengan kualitas  penggunaan anggaran yang mengakibat pekerjaan dilapangan tidak selesai karena buktinya masyarakat setempat tidak bisa menikmati air bersih,” ungkap Leasa saat dihubungi Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (18/1).

Leasa juga berpendapat telah terjadi kecenderungan korupsi dimana sudah ada bukti permulaan yang bisa langsung diusut. “Untuk korupsi itu sendiri walaupun belum dikatakan secara resmi berdasarkan audit BPK

bahwa ada kerugian negara, tetapi dari hasil observasi dan investigasi langsung serta  wawancara dengan dengan masyarakat. Ini fakta di lapangan yang bisa jadi bahan untuk polisi usut,” ujarnya.

Lemah Awasi

DPRD Provinsi Maluku dinilai mandul mengawasi penggunaan dana pinjaman dari PT.SMI. DPRD Maluku sengaja membiarkan Badan Anggaran Eksekutif merongrong proyek-proyek yang didanai SMI.

Penggunaan dana pinjaman SMI sejauh ini juga tidak bermanfaat bagi pemulihan ekonomi daerah. Padahal esensi dari pemanfataan pinjaman SMI salah satunya pulihkan ekonomi rakyat.

“Sebagai mantan Ketua Komisi C DPRD Maluku, saya menilai bahwa masalah air bersih yang dibiayai oleh dana SMI di Pulau Haruku menjadi terbengkalai sebagai akibat dari cara pengelolaan maupun penetapan priorotas program yang salah. Pertanyaan kritis kalau memang kondisi proyek seperti ini apa manfaatnya  buat pemulihan ekonomi di daerah. Padahal sesungguhnya peminjaman dana 700 miliar oleh Pemda itu adalah dalam rangka pemulihan ekonomi di daerah,” kata senior PDI-P Maluku, Evert Kermite Selasa (18/1).

Menurutnya, penggunaan dana SMI tidak melalui perencanaan karena hanya lebih condong kepada pendekatan proyek  yang urgensinya tidak kelihatan

“Sejak awal DPRD sengaja membiarkan. Harus sama-sama dibahas pemanfaatan Rp 700 miliar itu untuk apa. Apakah memang cocok  untuk trototar, pembangunan air bersih atau apa,” tanya Evert.

Ia menilai pimpinan DPRD Maluku paling bertanggungjawab atas penggunaan dana ratusa miliar tersebut.

Hal yang sama juga disampaikan senior PDI-P lainnya, Yusuf Leatemia yang menuding Gubernur Maluku, Murad Ismail yang sengaja membiarkan rakyat Maluku terus miskin. Leatemia mengatakan, pembangunan proyek SMI sama sekali tidak menyentuh rakyat dan rakyat tidak merasakan dampak dari pinjaman dana-dana itu.

“Jangan rakyat terus dibiarkan sengsara,” ungkap Leatemia.

Temuan BPK

Sementara itu berdasarkan informasi BPK menemukan adanya dugaan penyalahgunaan anggaran di Dinas PU Provinsi Maluku terhadap pinjaman dana SMI Rp700 miliar.

Dana yang seharusnya digunakan untuk pemulihan ekonomi masyarakat di tengah kondisi Covid-19 diduga disalahgunakan sebesar Rp8 miliar.

Untuk menutupi indikasi penyalahgunaan tersebut, Pemprov berupaya melakukan lobi-lobi ditingkat pusat dan akan membayar Rp2 miliar, sementara sisanya diduga akan dibagikan kepada para pejabat di BPK.

Hal ini ketika dikonfirmasi dengan Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat dan Tata Usaha  BPK Perwakilan Maluku, Ruben Sidabutar yang dikonfirmasi Siwalima, Selasa (17/1) mengungkapkan, BPK telah melakukan pemeriksaan belanja daerah Provinsi Maluku tahun 2021.

Ia enggan berkomentar lebih jauh  dengan alasan proses penyusunan laporan hasil pemeriksaan masih berjalan.

“Kemarin telah melakukan pemeriksaan belanja daerag Provinsi Maluku tahun 2021. Saya belum tahu ada ganya temuan terkait penggunaan tersebut, karena masih proses penyusunan laporan hasil pemeriksaan,” jelas Ruben kepada Siwalima melalui pesan whats-appnya.

Ia membantah adanya informasi bagi-bagi uang kepada orang BPK Perwakilan Maluku.

“Terkait dengan informasi adanya bagi-bagi sisa dana untuk orang-orang di BPK, itu tidak benar sama sekali,” tegasnya.

Panggil PUPR

Sementara itu, Sekretaris Komisi III DPRD Provinsi Maluku Rovik Akbar Afifuddin mengatakan pihaknya baru mendengar adanya informasi ini karena itu pihaknya kan memanggil Kepala Dinas PUPR terkait persoalan ini.

“Yang pasti kita akan panggil Kepala Dinas PUPR dulu yah untuk memintakan klarifikasi terhadap persoalan ini,” janji Rovik.

Menurutnya, klarifikasi perlu disampaikan Kepala Dinas PUPR kepada Komisi, sebab dalam rangkaian pengawasan ditahun 2021 lalu Komisi juga telah turun langsung kelokasi proyek dan memintakan agar diselesaikan sehingga klarifikasi perlu dilakukan.

Politisi PPP Maluku ini mene­gaskan nantinya setelah Komisi III mendengarkan klarifikasi Kepala Dinas PUPR barulah komisi akan mengambil tindakan lanjutan terhadap permasalahan ini sehingga masyarakat tidak dirugikan. (S-19/S-32)